Ads

Friday, December 28, 2018

Rajawali Emas Jilid 115

Puncak Thai-san yang tinggi menjadi tempat tinggal Raja Pedang Tan Beng San dan isterinya Cia Li Cu. Seperti telah kita ketahui dalam permulaan cerita Rajawali Emas, Tan Beng San setelah mengalami banyak sekali derita hidup, dipermainkan oleh asmara yang membuatnya banyak mengalami pahit getir penghidupan, akhirnya berjodoh dengan Li Cu dan hidup sebagai suami isteri yang penuh kebahagiaan di Thai-san ini.

Tentu saja, sebagai sepasang pendekar yang berjiwa gagah, mereka tidak dapat terus menerus menyembunyikan diri di tempat sunyi ini. Kadang-kadang mereka bersama-sama atau Tan Beng San seorang diri, turun gunung untuk melaksanakan tugas sebagai pendekar pembasmi kejahatan dan penegak kebenaran dan keadilan, sehingga nama sepasang pendekar itu makin terkenal di seluruh dunia.

Tan Beng San adalah seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, pewaris dari ilmu Silat Im-yang Sin-hoat adapun isterinya Li Cu, adalah puteri tunggal dari Bu-tek Kiam-ong Cia Hui Gan. Sudahlah tentu saja sepasang suami isteri ini mempunyai cita-cita untuk memperkembangkan kepandaian mereka, membentuk sebuah partai persilatan di Thai-san yang akan menyebar-luaskan ilmu dari mereka dan dijadikan modal untuk membantu usaha pembasmian kejahatan di dunia ini.

Cita-cita inilah yang membuat mereka akhirnya bersepakat untuk mendirikan partai persilatan Thai-san-pai. Mereka memilih orang-orang atau lebih tepat anak-anak yang berbakat diambil dari dusun-dusun dan dipilih anak-anak yang telantar untuk dididik dan dijadikan murid.

Kebahagiaan hidup mereka meningkat ketika setahun kemudian terlahir seorang anak perempuan yang mereka beri nama Tan Cui Bi. Tentu saja anak kesayangannya ini mendapat gemblengan dari kedua orang tuanya sehingga setelah berusia tujuh belas tahun, Cui Bi menjadi seorang gadis yang selain cantik jelita, juga berkepandaian tinggi.

Namun, sebagai anak tunggal, Cui Bi amat manja. Darah ayah bundanya, darah ksatria, mengalir dalam tubuhnya dan anak ini semenjak berusia lima belas tahun tak dapat ditahan lagi oleh kedua orang tuanya, kadang-kadang melakukan perantauan seorang diri dan melakukan perbuatan-perbuatan gagah berani yang menggemparkan dunia kang-ouw.

Dan dalam setiap perjalanan ia selalu berpakaian sebagai laki-laki, hal ini adalah nasehat dari ayahnya yang maklum bahwa betapapun tingginya kepandaian puterinya, namun dalam pakaian laki-laki ia akan dapat melakukan perjalanan lebih leluasa, daripada sebagai seorang gadis cantik dan muda.

Semestinya Tan Beng San dan isterinya akan merasa amat bahagia setelah mereka mendapatkan murid-murid yang cukup banyak untuk dapat dijadikan anggauta partai Thai-san-pai yang akan mereka resmikan pendiriannya. Akan tetapi, sebagaimana lajimnya kehidupan manusia di dunia ini, selalu tidak sempurna, tidak ada kebahagiaan sempurna selama manusia masih hidup, ada saja gangguan.

Hal yang amat menggelisahkan hati kedua orang ini adalah sikap Cui Bi dalam hal perjodohan. Telah banyak sekali datang pinangan-pinangan dari putera orang-orang berpangkat, putera tokoh-tokoh kenamaan di dunia kang-ouw, dari pendekar-pendekar muda yang benar-benar mengagumkan. Namun semua pinangan itu ditolak mentah-mentah oleh Cui Bi. Akhirnya datang pinangan dari Ketua Kun-lun-pai yang menjadi sahabat baik dari Tan Beng San sendiri.

Pembaca kiranya masih ingat kepada Bun Lim Kwi, pendekar Kun-lun-pai yang terjodoh dengan Thio Eng puteri tokoh Pek-lian-pai dan murid Tai-lek-sin Swi Lek Hosiang. Setelah Ketua Kun-lun-pai yang sudah tua meninggal dunia, Bun Lim Kwi diangkat menjadi ketua baru dari Kun-lun-pai Bun-paicu ini mempunyai seorang putera tunggal dan diberi nama Bun Wan.

Bun Wan seorang pemuda yang ganteng dan gagah, bertubuh tinggi besar dan berwatak jujur, ilmu silatnya pun tinggi. Ketika dalam perantauan, Tan Beng San dan isterinya pernah singgah di Kun-lun dan pernah melihat Bun Wan ini yang mendatangkan kesan baik dalam hati mereka.

Oleh karena itulah, ketika tiba lamaran dari Kun-lun, serta-merta Tan Beng San dan isterinya setuju karena dalam pandangan mereka, sudah patut sekali kalau puteri mereka menjadi isteri pemuda Bun Wan itu.

Bun Wan tampan dan gagah, keturunan orang-orang gagah, putera Ketua Kun-lun-pai yang besar dan terkenal, mau apalagi? Sukar kiranya mencari mantu yang melebihi Bun Wan ini. Maka, setelah bersepakat, suami isteri Thai-san ini menerima pinangan itu, tanpa bertanya lagi kepada Cui Bi karena gadis ini sedang merantau.

Bun Lim Kwi yang datang sendiri ke Thai-san, menjadi girang dan berterima kasih, lalu kembali ke Kun-lun-pai setelah mendapat keterangan dari suami isteri Thai-san bahwa persoalan itu selanjutkan akan ditentukan hari pernikahannya sehabis peresmian pendirian Thai-san-pai.

Akan tetapi alangkah mengkal dan duka hati suami isteri ini ketika Cui Bi datang dan diberi tahu tentang ikatan jodoh ini gadis itu marah-marah, malah pada malam harinya lari pergi dari Thai-san tanpa memberitahukan ayah bundanya.





“Hemmm, anak itu terlalu manja!” Beng San membanting kaki dan mendongkol sekali. “Kali ini ia mau tidak mau harus menurut kehendak kita! Aku akan menyusul dan mencarinya.”

Li Cu memegang tangan suaminya.
“Jangan terburu nafsu. Ingatlah bahwa Cui Bi baru berusia tujuh belas, mungkin perkawinan merupakan hal asing yang menakutkan hatinya. Tak perlu disusul dan dipaksa, jangan-jangan ia akan makin keras kepala dan nekat menolak. Tunggulah, aku yakin dia akan pulang menjelang pendirian Thai-san-pai dan perlahan-lahan nanti kita bujuk. Serahkan saja kepadaku untuk membujuknya.”

Beng San mengerutkan keningnya.
“Ah, kau selalu memanjakan dia, maka sekarang dia begitu keras kepala, selalu hendak membantah kehendak orang tua.”

“Suamiku, bagaimana takkan begitu jadinya kalau Bi-ji itu merasa bahwa dia adalah anak tunggal, kesayangan kita? aku bersalah,” ia menundukkan mukanya. “Aku terlalu memanjakan dia. Tapi… tapi kiraku kalau adiknya ini sudah terlahir, dia takkan begitu manja lagi….” Li Cu meraba perutnya yang sudah mengandung empat bulan lebih itu.

Beng San berubah mukanya, cepat ia memegang kedua tangan isterinya dan dibawanya kemuka, diciuminya.

“Ah, maafkan aku… Li Cu, kau tahu, aku tidak menyalahkan kau, bukan begitu maksudku… ah, aku hanya terlalu bingung dan gelisah memikirkan Cui Bi. Kita sudah menerima pinangan dari Kun-lun-pai, bagaimana kalau dia berkeras menolaknya?”

Li Cu menarik kedua tangannya, memandang kepada suaminya dengan penuh cinta kasih.

“Kau selalu baik sekali. Percayalah, aku akan membujuk Bi-ji (Anak Bi).”

Suami isteri ini mengatur persiapan perayaan yang dilakukan oleh para anggauta Thai-san-pai. Murid Thai-san-pai ada tiga puluh orang lebih jumlahnya dan mereka ini rata-rata sudah berusia tiga puluh tahun lebih. Malah mereka yang sudah berumah tangga dan tinggal diluar, sekarang pada datang untuk membantu.

Ramai dan gembira keadaan di puncak Thai-san ini dan disana-sini, selain mengatur hiasan-hiasan, juga dibangun pondok-pondok darurat untuk para tamu yang diduga akan membajiri Thai-san-pai. Para murid ini telah menerima pelajaran ilmu silat yang tinggi juga, yaitu Ilmu Silat Thai-san Kun-hoat yang diciptakan oleh Tan Beng San dengan jalan menggabung ilmu silatnya dan ilmu silat isterinya yang mengutamakan keindahan, kecepatan dan cara yang praktis untuk merobohkan lawan tanpa membunuhnya, sesuai dengan jiwa Beng San yang tidak suka membunuh orang.

Telah dituturkan di bagian depan cerita ini bahwa Beng San dan isterinya melanjutkan usaha Cia Hui Gan, yaitu membuat jalan rahasia yang menuju ke puncak tempat tinggal mereka. Hanya mereka berdua, anak mereka, dan para murid saja yang tahu akan jalan rahasia yang amat sulit ini.

Dilihat dari jauh, agaknya tidak mungkin mendatangi puncak dimana terdapat tempat tinggal mereka atau yang menjadi pusat dari Thai-san-pai, karena puncak itu dikurung jurang-jurang yang amat terjal dan tak mungkin dilalui manusia, kecuali kalau manusia itu dapat terbang seperti burung.

Bahkan anak murid yang belum tamat, tidak diberi tahu tentang jalan rahasia ini dan karenanya mereka tak dapat meninggalkan puncak sebelum pelajaran mereka tamat. Karena adanya jalan rahasia inilah maka musuh-musuh besar suami isteri itu, di antaranya Song-bun-kwi, tidak berdaya menyerbu Thai-san-pai.

Jalan rahasia ini dapat dirubah-rubah sehingga andaikata seorang musuh berhasil mendapatkan rahasia pada hari itu, pada lain harinya pengetahuannya itu akan sia-sia belaka karena setelah dirubah, rahasia itu jauh berlainan dengan yang sudah-sudah.

Untuk menjaga rahasia gunungnya, Beng San sengaja hendak mengadakan perayaan pendirian Thai-san-pai itu di bawah puncak, sehingga ia tidak usah mendatangkan para tamu ke puncak dan karenanya tidak perlu ia membuka rahasia itu.

Para anak murid Thai-san-pai sudah siap siaga di bawah puncak. Sebelum hari ditetapkan tiba, kurang seminggu anak murid sudah siap menyambut para tamu, mewakili ketua mereka.

Beng San sendiri tidak mau turun dari puncak sebelum hari yang ditentukan tiba. Ia dan isterinya menanti datangnya para anak murid yang bertempat tinggal jauh, juga menanti datangnya puteri mereka, Tan Cui Bi.

Para tamu mulai mendatangi dan sibuklah anak murid Thai-san-pai menyambut, mereka. Yang mewakili Beng San mengadakan penyambutan dan menyampaikan maaf ketuanya karena sibuk sehingga baru akan muncul pada hari yang telah ditetapkan, adalah Oei Sun, murid tertua, seorang laki-laki bertubuh tinggi kurus berusia empat puluh tahun.

Macam-macam sikap para tamu ketika menerima penyambutan yang hanya dilakukan oleh murid tertua Thai-san-pai ini. Mereka ini kesemuanya amat menghormat dan mengagumi Raja Pedang Tan Beng San, namun apakah artinya murid Thai-san-pai yang baru saja berdiri ini?

Ada yang menerima penyambutan dengan hormat, ada yang berterima kasih dan berdiam diri saja, akan tetapi ada pula yang bersungut-sungut, menganggap bahwa Ketua Thai-san-pai tidak memandang mata kepada mereka. Namun, karena sungkan mendatangkan keributan, mereka ini menerima saja dan mendiami tempat masing-masing, yaitu bangunan-bangunan darurat yang sudah disediakan untuk mereka.

Seorang diantara para tamu. Lai Tang yang berjuluk Cakar Naga, seorang guru silat dari kota raja yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa dan berwatak kasar pongah, ketika mendapat sambutan ini segera berkata sambil berjalan kearah pondok yang ditunjuk baginya,

“Hemm, hemm, Thai-san-pai Ciangbunjin (Ketua) sedang sibuk dan tidak ada kesempatan menyambut kedatanganku? membikin kakiku terasa berat saja menaiki Thai-san.”

Semua tamu mendengar ini melihat dan beberapa orang di antaranya berseru kagum ketika melihat betapa jejak kaki guru silat tinggi besar ini memperlihatkan bekas sedalam sepuluh sentimeter lebih dalam tanah yang keras itu!

Demonstrasi yang diperlihatkan Lai Tang itu menunjukkan bahwa tenaga Iwee-kangnya cukup hebat, agaknya sengaja ia perlihatkan untuk mengejek bahwa seorang anak murid Thai-san-pai yang tidak ada nama itu tidak cukup berharga untuk menyambut seorang tamu yang berkepandaian selihai dia! terdengar Oei Sun tertawa ramah, lalu berkata,

“Maaf, maaf, Lai-kauwsu (Guru Silat Lai), Suhu telah memesan agar supaya menyampaikan maafnya dan memesan supaya siauwte melayani semua tamu dengan hormat. Biarlah siauwte yang meringankan kalau Kauwsu merasa berat kaki.”

Setelah berkata demikian, dengan tenang ia berjalan pula melangkah dekat jejak kaki guru silat itu dan… bekas kaki yang amblas sepuluh senti meter itu segera lenyap karena tanahnya sudah rata kembali!

Semua tamu kembali berseru memuji dan guru silat Lai itu menengok, melihat apa yang dilakukan Oei Sun. Mukanya menjadi merah dan ia segera membalikkan tubuh mengangkat tangan memberi hormat kepada Oei Sun.

“Panglima yang pandai mempunyai perajurit yang hebat pula! Sahabat, dengan kepandaian seperti yang kau miliki, tentu saja aku sudah merasa cukup terhormat mendapat penyambutanmu!”

Setelah berkata demikian, Lai Tang berjalan menuju ke pondoknya sambil tertawa. Senang hati Oei Sun karena biarpun pongah dan kasar, kiranya guru silat she Lai itu cukup jujur dan terbuka hatinya,

Di kaki puncak itu telah dibuat tanah datar yang amat luas dan ditengah dibangun teratak tinggi, setinggi dua meter dengan bentuk persegi empat berukuran lima meter. Di ujung teratak yang lantainya terbuat dari papan tebal dan tiang-tiangnya dibawah dari balok besar-besar ini dipasangi meja sembahyang.

Teratak tanpa atap inilah yang akan menjadi tempat dilakukan upacara pendirian Thai-san-pai dan sengaja dibuat dalam bentuk seperti biasa orang membuat panggung lui-tai dimana orang akan dapat bermain silat cukup leluasa. Bukanlah hal aneh kalau setiap pertemuan diantara para jago silat atau dalam partai-partai persilatan, dibuat teratak semacam ini untuk memberi kesempatan orang bermain silat atau bertanding kepandaian silat.






No comments:

Post a Comment