Ads

Tuesday, November 13, 2018

Rajawali Emas Jilid 035

Bie Goat jatuh sakit dan semenjak hari itu ia tidak kuat lagi bangun dari tempat tidurnya. Badannya panas dan setiap kali panasnya naik, ia mengigau menyebut-nyebut nama suaminya dan Kwa Hong. Setiap kali ia berusaha untuk tidak mempercayai semua omongan Kwa Hong, namun hal itu amat sukar baginya.

Diharap-harapkan kedatangan suaminya agar dapat ia bertanya tentang Kwa Hong. Pengharapan bahwa suaminya akan menyangkal semua itu merupakan sinar kecil yang masih menerangi hatinya, penuh harapan. Akan tetapi, suaminya tak kunjung pulang, malah ayahnya juga yang mencari dan menyusul suaminya itu, belum juga pulang.

Dua bulan ia jatuh sakit itu, sementara kandungannya makin besar, sudah delapan bulan ia mengandung. Pada suatu sore, datanglah Song-bun-kwi Kwee Lun, Bi Goat yang sudah agak kuat segera turun dari tempat tidurnya dan keluar meyambut.

“Ayah, mana dia? Mana Beng San….?” tanyanya dengan nada suara penuh harapan.

Kwee Lun kaget sekali melihat puterinya menjadi begini kurus dan wajahnya begini pucat.

“Bi Goat, kau kenapakah? Sakitkah kau?” tanyanya gugup sambil melangkah maju.

“Ayah, mana suamiku? Mana Beng San?”

Bi Goat tidak mempedulikan pertanyaan ayahnya, tapi mendesak menanyakan suaminya.

Terpaksa Kwee Lun menjawab,
“Aku tidak dapat menjumpai dia. Kabarnya dia keutara, mungkin terlibat lagi dalam urusan pemberontakan terhadap kaisar baru. Ah, anak itu memang tak tahu diri!”

Kekecewaan hebat merupakan palu godam yang menghantam pertahanan terakhir di hati Bi Goat. Matanya terbelalak, lalu tertutup dan tubuhnya limbung. Cepat Kwee Lun merangkul dan ayah yang gelisah dan keheranan ini segera memondong tubuh puterinya, dibawa masuk ke dalam kamar Bi Goat.

Dengan suara parau Kwee Lun memanggil pelayan-pelayan yang segera berlari mendatangi, memaki-maki mereka yang dikatakan tidak melayani Bi Goat sebaiknya.

Setelah siuman kembali Bi Goat menangis terus, tidak mau menjawab pertanyaan ayahnya. Dan pada malam itu juga Bi Goat melahirkan kandungannya yang belum penuh sembilan bulan itu.

Kelahiran yang sukar sekali, membuat nenek yang membantunya bermandi peluh, para pelayan kebingungan dan semua ini membuat Kwee Lun yang menjaga diluar kamar menjadi makin gelisah.

Beberapa kali Bi Goat pingsan dan kalau sudah siuman ia memanggil-manggil
nama Beng San, mengeluh tak kuat lagi. Akhirnya menjelang pagi lahirlah bayi dalam kandungannya.

Tangisnya keras sekali membuat Kwee Lun melonjak kaget dari tempat duduknya. Bagaikan gila kakek ini lalu mendorong pintu kamar untuk segera melihat wajah cucunya. Apa yang ia lihat?

Ia berdiri tegak seperti patung raksasa, mukanya pucat, matanya melotot bukan memandang kepada bayi laki-laki yang bergerak-gerak dan menangis hebat itu, melainkan ke atas ranjang, memandang kepada Bi Goat yang telentang tak bergerak, dengan mata setengah terbuka dan mulut menyeringai kesakitan, wajah yang putih dan mata yang tak bersinar lagi karena berbareng dengan lahir bayinya ibu muda yang malang ini telah ditinggalkan nyawanya.

Untuk beberapa lama Song-bun-kwi Kwee Lun berdiri tegak dengan muka pucat, telinga seperti tuli tidak mendengar suara tangis bayi yang bercampur dengan tangis para pelayan, tidak melihat betapa nenek pembantu kelahiran itu sibuk membersihkan bayi kemudian membungkusnya dengan kain putih bersih.

Akhirnya tampak air mata berkumpul di pelupuk mata tua itu, kemudian setetes demi setetes air mata mengalir turun. Bibir kakek itu bergerak-gerak, lalu terdengar suaranya parau,

“Bi Goat… kenapa kau mati….? Habis aku bagaimana….”

Berulang-ulang kalimat ini keluar dari mulutnya, kemudian ia menubruk maju dan kakek ini menangis menggerung-gerung sambil memeluki mayat Bi Goat.





Sampai lama ia menangis seperti anak kecil. Ketika ia mengangkat kembali mukanya yang menjadi basah air mata, matanya merah dan mengerikan. Ia sudah berhenti menangis secara tiba-tiba, lalu ia memandang kesana kemari, menyapu ruangan itu dengan sinar matanya yang beringas.

Ketika ia melihat nenek pembantu kelahiran yang duduk di pojok dengan ketakutan, ia melompat maju dan sekali terkam nenek itu sudah diangkatnya lalu dibantingnya ke lantai. Sekali banting saja nenek itu tidak berkutik lagi, kepalanya pecah dan nenek yang malang itu tewas tanpa dapat bersambat lagi, Song-bun-kwi Kwee Lun makin beringas, matanya liar.

“Ampun, Lo-ya (Tuan Tua)… ampun hamba semua tidak berdosa. Nyonya muda jatuh sakit setelah kedatangan seorang nyonya yang mengaku bernama Kwa Hong dan yang melahirkan anak di rumah ini. Menurut pengakuannya, Nyonya Kwa Hong itu adalah isteri pertama Siauw-ya (Tuan Muda)… eh, bukan isteri… hubungan di luar nikah… datangnya menunggang rajawali emas, mengerikan sekali, Lo-ya… semenjak itulah Nyonya Muda lalu jatuh sakit….”

Mendengar ini, Kwee Lun mengeluarkan suara menggereng seperti seekor binatang buas, lalu terdengar suaranya,

“Beng San, keparat kau… mampus kau olehku….!”

Dan tubuhnya yang tinggi besar itu bergerak lagi, kini sekali sambar ia telah mencengkeram buntalan kain yang terisi bayi yang masih menangis nyaring itu. Bukan main tangis bayi itu, seakan-akan dalam kelahirannya ia menangisi kematian ibunya. Begitu lahir anak ini sudah harus menghadapi kematian ibunya. Betapa memilukan.

“Mampus kau….!” Kwee Lun mengangkat buntalan itu tinggi-tinggi seperti hendak membantingnya!

“Lo-ya…, ampunkan anak itu yang tidak berdosa….”

“Lo-yaaaa, ampun….!”

“Jangan, Lo-ya, jangan….!” Para pelayan itu menjerit-jerit.

Jerit tangis pelayan ini seakan-akan menyadarkan Kwee Lun, matanya tidak lagi menatap buntalan, melainkan liar menyapu kekanan kiri, kemudian terdengar ia menggereng dan tubuhnya berkelebat lenyap dari situ. Kakek itu lari keluar dan turun gunung membawa buntalan bayi, cucunya yang baru saja lahir!

Tak ada jalan lain bagi para pelayan itu kecuali mengurus jenazah Bi Goat dan nenek bidan itu. Dengan bantuan penduduk kampung dikaki bukit yang mereka mintai bantuan, dua jenazah itu dikuburkan di belakang rumah dengan upacara sederhana. Para pelayan itu hanya dua yang tinggal untuk mengurus rumah dan menanti kembalinya Beng San.

**** 035 ****





No comments:

Post a Comment