Ads

Friday, November 9, 2018

Rajawali Emas Jilid 026

Kalau saja Beng Kui bukan murid nomor satu dari Raja Pedang Cia Hui Gan, pasti ia akan roboh dan tewas oleh anak-anak panah yang ujungnya sudah diberi racun jahat itu.

Belasan batang anak panah itu menyambar cepat sekali, Beng Kui berseru keras dan tahu-tahu tubuhnya sudah mencelat ke kiri sejauh lima meter lebih dan terbebaslah ia dari ancaman anak-anak panah yang kini meluncur ke atas dan menancap ke langit-langit rumah itu!

Dengan muka merah dan pedang Liong-cu-kiam di tangan, Beng Kui bersama dua orang temannya yang juga sudah mencabut pedang kini menghadapi tuan rumah. Beng Kui berseru marah.

“Ho-hai Sam-ong! Beginikah kalian menerima datangnya tamu yang kalian undang untuk berunding dan bersekutu? Beginikah sikap orang-orang gagah? Kalian menawan sumoiku. Apa artinya ini?”

Lui Cai tertawa bergelak.
“Tan-ciang kun, kau benar-benar gagah perkasa, tidak kecewa menjadi murid utama Bu-tek Kiam-ong! Harap jangan kau salah duga dan mengira kami memperlakukan tamu-tamu kurang hormat. Sesungguhnya adalah kau sendiri yang sebagai tamu kurang menghormati tuan rumah sehingga tanpa bertanya kau lancang hendak turun tangan. Ketahuilah, kami tidak mengganggu sumoimu dan seperti telah disebut dalam surat kami, sumoimu hanya menjadi tamu sementara saja sampai kau datang. Akan tetapi tidak tahunya yaitu… ha-ha-ha, adik kandungmu sendiri yang bernama Tan Beng San dan kabarnya lihai bukan main. Karena dia itu akan datang malam ini untuk membebaskan sumoimu, maka kami sengaja mengatur demikian untuk menghadapinya. Sumoimu tidak apa-apa, kami tanggung! Nah, Sam-wi, silakan duduk! Mari kita berunding sambil menanti kedatangan adikmu yang lihai itu. Eh, benarkah berita yang sampai kepadaku bahwa adikmu itu sebenarnya adalah Raja Pedang yang tulen, yang lebih lihai daripada gurumu?”

Merah muka Beng Kui ketika mendengar penjelasan panjang lebar ini, apalagi mendengar ucapan pertanyaan terakhir itu. Beng San disini? Dan hendak membebaskan Li Cu? Apa artinya ini? Dimana Li Cu bertemu dengan Beng San dan mengapa mereka bersama? Diam-diam timbul iri hati dan cemburu besar dalam hatinya.

Memang betul bahwa dia telah menikah dengan putri Pangeran Lu, akan tetapi hatinya tidak puas mendengar Li Cu bergaul dengan Beng San! Juga tidak enak sekali hatinya melihat sumoinya terbelenggu di kursi itu, akan tetapi sekarang ia tidak berani bertindak sembrono apalagi pada saat itu Lu Khek Jin, yaitu orang tua yang datang bersamanya itu, berkata,

“Betul sekali. Kedatangan kita untuk berunding. Soal yang lain boleh dibicarakan nanti. Sumoimu itu melakukan kesalahaan terhadap Ho-hai Sam-ong maka ia ditawan. Kalau urusan kita dengan Ho-hai Sam-ong selesai dan berakhir baik, apakah Ho-hai Sam-ong tidak akan melepaskan sumoimu dan minta maaf kepada kita?”

Ucapan ini ditujukan kepada Beng Kui dan orang muda ini tidak berani membantah lagi. Lu Khek Jin adalah kakak dari ayah mertuanya, yaitu Lu Siauw Ong. Ilmu silatnya tinggi dan dia adalah seorang bekas jenderal, seperti juga Lu Siauw Ong, dan berjasa besar dalam menumbangkan pemerintah Mongol.

“Ha-ha-ha, betul sekali ucapan Ji Lu-enghiong yang mulia! Diantara teman sendiri mana perlu banyak menyembunyikan urusan? Mari, mari, silakan duduk!” kata Lui Cai yang segera menyambung kepada adik seperguruannya, Thio Ek Sui Si Cucut Mata Merah.

“Kau bereskan lagi anak-anak panah itu untuk menyambut kedatangan Tan Beng San!”

Tanpa banyak cakap Thio Ek Sui Si Cucut Mata Merah menggerakkan tubuhnya dan sekali meloncat ia telah melayang ke atas dan kedua tangannya digerakkan. Dalam keadaan melayang itu sekaligus kedua tangannya sudah dapat menarik keluar belasan anak panah tadi dari langit-langit, kemudian ia berjumpalitan turun dengan kedua kaki sama sekali tidak mengeluarkan bunyi ketika menginjak lantai!

Dengan cepat ia memasangkan kembali anak-anak panah itu dan memulihkan pesawat rahasia yang menggerakkan kursi dan membuka lantai dengan peluncuran anak-anak panah itu.

Diam-diam Beng Kui kagum dan juga kaget sekali. Baiknya ia tidak keburu nafsu tadi ketika melihat sumoinya, tidak menurutkan panas hati dan tidak menyerang pihak tuan rumah. Kiranya nama besar Ho-hai Sam-ong bukan kosong belaka dan melihat cara orang termuda dari Ho-hai Sam-ong itu bergerak, terbukti bahwa mereka merupakan lawan-lawan kuat.

Akan tetapi ketika mereka mengambil tempat duduk dan Beng Kui melihat Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li hadir pula disitu, keningnya berkerut.





“Ho-hai Sam-ong, urusan yang akan kita rundingkan adalah urusan rahasia diantara kita. Kuharap jangan ada orang orang luar mendengarkan perundingan kita,” katanya dengan kening masih berkerut dan mata mengerling ke arah Hek-hwa Kui-bo.

Lui Cai Si Bajul Besi tertawa bergelak, lalu berkata sambil memandang dua orang wanita yang menjadi tamunya itu.

“Kau maksudkan Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li inikah? Ha-ha, jangan salah kira kawan. Mereka ini adalah pembantu-pembantu kami dan mereka itu seribu prosen boleh dipercaya!”

Suara Beng Kui dingin sekali ia menjawab,
“Ho-hai Sam-ong, terus terang saja biarpun Sam-wi (kalian bertiga) termasuk golongan hek-to (jalan hitam atau penjahat), namun aku masih menganggap Sam-wi setingkat oleh karena aku tahu betul betapa hebat perjuangan Sam-wi pada waktu yang lalu. Sam-wi termasuk orang-orang gagah perkasa, patriot-patriot sejati. Akan tetapi, siapakah dua orang wanita ini? Mereka dahulu membantu penjajah Mongol, mereka adalah pengkhianat-pengkhianat yang tidak patut duduk bersama dengan kita, apalagi merundingkan urusan negara yang amat penting!”

Kim-thouw Thian-li hanya mesem saja, akan tetapi tangan kirinya yang menekan ujung meja membuat ujung meja itu hancur dalam genggamannya! Ini menandakan bahwa Ketua Ngo-lian-kauw ini marah sekali. Adapun Hek-hwa Kui-bo tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang berderet putih dan rapi, lalu berkata halus,

“Tan-ciangkun, apa sih bedanya antara kedudukan dan nama besar? Apa bedanya antara kemuliaan dan harta? Orang boleh saja berganti haluan demi cita-citanya. Kau dahulu saja membantu Ciu Goan Ciang, sekarang kau berbalik memusuhinya. Sebaliknya sejak dahulu sampai sekarang aku memusuhi Cu Goan Ciang, biarpun jalannya berbeda, dahulu membantu Kerajaan Goan sekarang membantu Ho-hai Sam-ong, namun tetap aku memusuhi Ciu Goan Ciang. Nah, katakan siapa sebetulnya yang berkhianat?”

Menghadapi serangan ini Beng Kui menjadi bingung dan tak dapat menjawab. Sementara itu, Lu Khek Jin segera maju menegah dan berkata kepada Beng Kui.

“Soal bantuan Hek-hwa Kui-bo dan muridnya adalah urusan Ho-hai Sam-ong, kita tidak berhak ikut campur. Nah, Ho-hai Sam-ong, silakan kalian mengajukan usul-usulmu dalam usaha bersama menghadapi keserakahan Ciu Goan Cian yang sama-sama kita benci.”

Mereka lalu berunding. Ruangan itu sunyi namun para penjaga dengan ketat menjaga di sekeliling rumah. Cia Li Cu masih duduk di kursi terbelenggu. Diam-diam gadis ini mendengarkan semua percakapan mereka. Sayangnya ia telah tertotok urat gagunya sehingga tidak dapat mengeluarkan suara. Kalau dapat, tentu saja ia telah mendamprat mereka semua.

Hatinya gelisah, bingung dan juga kecewa. Sekali lagi hancur hatinya menyaksikan sikap suhengnya, orang yang pernah mencuri hatinya, yang pernah ia jatuhi cinta kasihnya. Ternyata orang ini sekarang mengadakan persekutuan dengan bajak laut untuk menggulingkan Ciu Goan Ciang!

Pihak tuan rumah ada lima orang yaitu Ho-hai Sam-ong dan Hek-hwa Kui bo bersama muridnya, Kiang Bi Hwa tidak ikut berunding, hanya duduk menyendiri sambil kipas-kipas tubuhnya.

Pihak tamu ada tiga orang dan mereka bicara dengan asyik sekali. Tidak hanya Cia Li Cu yang mendengarkan dengan teliti, juga tanpa diketahui oleh mereka semua, Beng San ikut pula mendengarkan. Maka tahulah ia akan segala persoalan yang terjadi semenjak pemerintah Mongol dirobohkan oleh perjuangan rakyat.

Dari percakapan itu ternyata bahwa setelah berhasil mengusir bangsa Mongol, Ciu Goan Ciang lalu mengangkat dirinya menjadi kaisar pertama dari Wangsa Beng dengan memakai gelar Thai Cu. Terjadilah perebutan kekuasaan antara para penggerak pemberontakan, antara para pimpinan yang tadinya berjuang bersama menumbangkan kekuasaan penjajah.

Setelah musuh terusir pergi, kemuliaan membuat mereka yang tadinya merupakan patriot-patriot sejati itu menjadi mata gelap dan terjadilah perebutan. Kaisar Thai Cu atau Ciu Goan Ciang tentu saja tidak mau mengalah dan banyaklah bekas-bekas kawan seperjuangan dibunuh, para jenderal yang sudah berjasa dibunuh pula. Pendeknya Ciu Goan Ciang mulai mengadakan “pembersihan” agar kedudukannya tidak terancam.

Ho-hai Sam-ong termasuk orang-orang yang tidak puas dengan sikap Ciu Goan Ciang, karena permintaan mereka untuk menjadi “menteri negara” ditolak oleh kaisar baru ini yang menganggap bahwa tidak pantas ia menggunakan bekas kepala bajak menjadi menteri.

Juga Lu Siauw Ong dan kakaknya Lu Sin, diam-diam menaruh dendam karena mereka hanya diberi kedudukan rendahan saja, padahal mereka telah berjuang mati-matian. Demikian pula Tan Beng Kui yang merasa iri hati dan tidak puas akhirnya dapat dibujuk oleh Lu Siauw Ong menjadi pembantunya, malah dikawinkan dengan puteri pangeran muda ini.

Karena kekuasaan Kaisar Thai Cu atau Ciu Goan Ciang itu makin lama makin besar dan kedudukannya makin kuat, maka Ho-hai Sam-ong mempunyai rencana untuk bersekutu dengan Lu Siauw Ong dan mereka akan mengadakan pergerakan dari luar dan dalam.

Dari dalam, secara diam-diam Lu Siauw Ong akan bergerak sedangkan dari luar Ho-hai Sam-ong akan mengumpulkan tenaga dan akan menggempur dari luar. Untuk keperluan ini, secara kebetulan mereka bertemu dengan Cia Li Cu yang mereka pergunakan untuk setengah memaksa Tan Beng Kui memenuhi undangan mereka.

Mereka ini tahu belaka bahwa tangan kanan Lu Siauw Ong adalah Tan Beng Kui, mantu Pangeran itu sendiri, maka sengaja mereka hendak membujuk murid Bu-tek Kiam-ong ini.

“Banyak pembesar yang masih bertugas diutara dapat kita tarik di pihak kita,” demikian antara lain Ho-hai Sam ong yang diwakili oleh Lu Cai terkata. “Kita akan mencari kesempatan selagi Kaisar Thai Cu berkunjung keutara, kita menyergapnya dan kalian yang bekerja di kota raja harus pula mempergunakan kesempatan ini untuk bergerak di kota raja selagi kaisar tidak ada.”

Tan Beng Kui dan dua orng temannya menyatakan persetujuannya. Setelah perudingan berakhir, Kiang Hun berkata,

“Tentang sumoimu itu, Tan-ciangkun, bagaimana baiknya? Dia adalah puteri Bu-tek Kiam-ong dan seperti kita tahu gurumu itu tidak bisa diajak berunding dalam urusan ini. Sudah pasti kita akan ditentangnya dan kalau rahasia persekutuan kita ini bocor…,”

“Hemm, amat berbahaya bagi kami yang bertugas di kota raja!” kata Lu Khek Jin sambil melirik ke arah Li Cu dengan kening dikerutkan. “Dia itu tidak boleh dibebaskan, sama sekali tidak boleh sebelum selesai rencana kita.”

“Kiranya tidak enak terhadap Tan-ciangkun kalau kami terus menahannya,” kata Lui Cai sambil mengerling ke arah Beng Kui.

Kim-thouw Thian-li tersenyum manis dan mengerling tajam sambil berkata,
“Tadinya nona itu selain sumoi juga tunangan Tan-ciangkun. Sekarang Tan-ciangkun sudah meninggalkannya dan menikah dengan gadis lain. Sudah tentu ia sakit hati dan hendak menuntut pembalasan. Hemm, gadis ini memang berbahaya sekali!”

“Habiskan saja dia, beres tidak perlu pusing-pusing lagi kita,” kata Hek-hwa Kui-bo.

“Tidak bisa!” Beng Kui membantah. “Betapapun dia adalah sumoiku….”

“Habis bagaimana?” Lu Khek Jin, paman isterinya bertanya sambil memandang tajam.

“Bebaskan dia dan membiarkan dia mencelakai kita dengan membocorkan rahasia ini?”

“Bukan begitu maksudku… eh, dia itu sumoiku… bagaimana aku bisa melihat dia dicelakai orang? Aku… eh, maksudku, bagaimana kalau Ho-hai Sam-ong sementara ini menahan dia tapi memperlakukan dengan baik-baik? Soal penahanan dia itupun harus dirahasiakan, kalau sampai ayahnya tahu… bisa repot juga. Apabila gerakan kita sudah berhasil, dia harus segera dibebaskan.”

“Kita menghadapi urusan negara, mengapa sibuk dengan urusan pribadi?” tiba-tiba Koai-sin-kiam Oh Tojin berkata dengan suaranya yang halus. “Nona ini adalah sumoimu, Tan-ciangkun. Apakah tidak bisa kau bujuk supaya dia membantu gerakan kita, atau setidaknya jangan mencampuri dan jangan membocorkannya? Dia keturunan orang gagah, kalau sudah mau bersumpah tidak akan membocorkan, pinto (aku) bisa percaya. Bukannya aku jerih terhadap ayahnya… hemm,” ia meraba gagang pedang di punggungnya, “Malah sudah lama pinto ingin menjajal kepandaian Si Raja Pedang.”






No comments:

Post a Comment