Ads

Wednesday, November 7, 2018

Rajawali Emas Jilid 025

Seperti juga halnya dengan Li Cu, Beng San mengejar ke selatan, sama sekali tidak mengira bahwa Giam Kin yang menculik Lee Giok itu lari menuju ke utara. Mudah saja bagi Beng San untuk mengikuti jejak tiga orang wanita yang saling berkejaran itu karena di sepanjang perjalanan ia selalu bisa mendapat keterangan tentang mereka.

Akhirnya ia sampai juga di dusun kecil ditepi Sungai Huang-ho dimana terjadi pertempuran antara Li Cu dan Ho-hai Sam-ong. Tentu saja ia segera mendengar dari para nelayan bahwa gadis baju merah yang dicarinya itu telah datang ke tempat itu pada dua hari yang lalu, malah ia mendengar cerita yang amat menarik akan tetapi mendebarkan jantungnya tentang peristiwa di perahu Ho-hai Sam-ong.

Beng San sendiri belum pernah mendengar nama ini, akan tetapi mendengar penuturan para nelayan, ia tahu bahwa tiga orang itu adalah kepala-kepala bajak yang berkepandaian tinggi dan amat berpengaruh.

Bengsan pun, mendengar bahwa Ho-hai Sam-ong mempunyai sarang di dekat kota Cin-an, yaitu di sebuah perkampungan bajak di pinggir Sungai Huang-ho tak jauh dari kota itu, dan mendengar bahwa anak buah bajak laut dan bajak sungai yang menjadi anak buah tiga raja bajak itu ratusan orang jumlahnya, semua dipusatkan di perkampungan itu.

Karena sama sekali tidak bisa mendapat keterangan tentang Giam Kin yang membawa Lee Giok, Beng San merasa ragu-ragu, akan tetapi ia melanjutkan perjalanan dengan maksud menolong Li Cu yang jatuh ke dalam kekuasaan para bajak.

Tak seorangpun nelayan berani ke sarang bajak di dekat Cin-an terpaksa Beng San melakukan perjalanan melalui darat mengikuti sepanjang pantai Huang-ho terus ke timur. Beng san melakukan perjalanan cepat karena ia menguatirkan keselamatan Li Cu, juga ingin lekas-lekas bertemu dengan gadis itu untuk bertanya tentang nasib Lee Giok yang masih belum ia ketahui.

Sama sekali orang muda itu tidak tahu bahwa di dusun kecil itu, seperti juga di semua tempat di sepanjang Sungai Huang-ho, terdapat beberapa orang anggauta bajak sungai yang bertugas sebagai penyelidik.

Para penyelidik inilah yang selalu memberitahukan kawan-kawannya tentang perahu-perahu pedagang atau perahu-perahu pembesar yang hendak lewat, malah mereka bertugas pula untuk mencari keterangan perahu mana yang membawa barang berharga sehingga semua pekerjaan yang dilakukan Ho-hai Sam-ong selalu berhasil baik.

Beberapa orang penyelidik ini sudah diberi tahu tentang keadaan Beng San yang mereka dengar dari Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li, maka begitu orang muda ini muncul, mereka segera mengenalnya dan cepat-cepat mereka mengirim berita ketempat tinggal Ho-hai Sam-ong!

Inilah sebabnya mengapa Beng San menjadi terheran-heran dan kagum sekali ketika ia tiba diluar perkampungan bajak di tepi Sungai Huang-ho pada keesokan harinya diwaktu senja, ia menghadapi barisan bajak diluar kampung yang sudah menanti kedatangannya!

Barisan bajak itu terdiri dari seratus orang, dibagi menjadi empat lapisan dan ditiap lapis dipimpin oleh seorang kepala bajak yang gagah. Lapis pertama adalah barisan bersenjata tombak, kedua barisan bersenjata golok, ketiga barisan ruyung dan keempat barisan pedang.

“Orang muda, apakah kau yang bernama Tan Beng San dan datang hendak membebaskan Nona Cia Li Cu?” demikian kepala bajak dibarisan terdepan membentak dengan suaranya yang keras parau.

Beng San dalam keheranan dan kekagumannya hanya tersenyum tenang.
“Memang betul dugaanmu, harap kau suka minta kepada Ho-hai Sam-ong supaya keluar dan bicara denganku.”

Kepala bajak itu tertawa sombong.
“Ho-hai Sam-ong sudah tahu akan kedatanganmu dan mempersilakan kau menerjang maju kalau kau memang gagah!”

Beng San mengukur dengan sudut matanya. Agaknya biarpun tidak mudah, ia masih sanggup menerjang masuk. Akan tetapi, diluar kampung saja penjagaan sudah begini ketat, apalagi didalam kampung, tentu lebih diperkuat dan kiranya tidak mudah baginya untuk menolong Li Cu.

“Hemmm, tadinya kusangka nama besar Ho-hai Sam-ong mewakili tiga orang yang perkasa. Tidak tahunya hanya pengecut-pengecut yang mengandalkan pengeroyokan anak buahnya untuk menakut-nakuti aku!”

Para bajak menjadi marah.
“Orang muda, jangan lancang membuka mulut!” demikian kepala bajak membentak dan memberi isyarat kepada anak buahnya untuk mengeroyok Beng San.





Tombak-tombak sudah bergerak mengerikan. Akan tetapi pada saat itu terdengar suara keras bergema dari dalam kampung.

“Orang muda she Tan, Ho-hai Sam-ong tidak takut kepadamu. Anak buah menjaga diluar kampung dan melarang setiap orang asing masuk adalah menjadi kebiasaan kami. Kalau ada keberanian, malam ini kami menanti di ruangan rumah kami dan kau boleh coba-coba membebaskan Nona Cia dari tangan kami bertiga. Ha-ha-ha!”

Mendengar ini, barisan bajak yang mengenal suara Kiang Hun, tidak berani sembarangan bergerak. Beng San juga dapat mengetahui bahwa itu tentulah suara seorang diantara ketiga Sam-ong, maka diam-diam ia maklum bahwa orang itu memiliki khi-kang yang kuat dan merupakan lawan berat. Iapun berkata perlahan,

“Baik Ho-hai Sam-ong, malam nanti aku datang untuk mengagumi kepandaian kalian.”

Bagi barisan didepan Beng San, orang muda ini hanya menggerakkan bibir terus membalikkan tubuh dan pergi. Akan tetapi bagi Ho-hai Sam-ong di dalam kampung, mereka bertiga mendengar suara ini dengan jelas biarpun perlahan-lahan.

Diam-diam mereka kagum sekali karena khi-kang yang dipergunakan oleh orang muda itu untuk “mengirim suara” merupakan kepandaian yang sudah mencapai tingkat tinggi sekali, Maka mereka lalu bersiap-siap untuk menghadapi kedatangan pemuda yang oleh Hek-hwa Kui-bo dipuji-puji kepandaiannya itu.

Malam itu gelap gulita. Hal ini amat menguntungkan Beng San karena biarpun penjagaan diluar kampung diperketat, namun berkat kepandaiannya ia dapat juga menerobos untuk dilindungi oleh kegelapan malam. Sebelum para penjaga mengetahui, ia sudah berada di atas genteng rumah terbesar di kampung itu.


Ketika ia melihat, ternyata pihak tuan rumah sudah siap sedia. Ruangan yang amat luas disitu telah dipasangi lampu penerangan yang banyak dan terang sekali. Ia melihat pula Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li berpakaian indah sekali dan nampak cantik menarik.

Wanita ini sedang bercakap-cakap dengan seorang laki-laki setengah tua yang tampan. Dia tidak tahu bahwa laki-laki itu adalah Kiang Hun Si Naga Sungai yang selain lihai dan tampan, juga terkenal mata keranjang, maka tidak membuang kesempatan untuk beramah tamah dengan Kim-thouw Thian-li yang juga “tua-tua kelapa” itu.

Di dekat Kiang Hun duduk Lui Cai Si Bajul Besi dan Thio Ek Sui Si Cucut Mata Merah. Di ujung kiri duduk seorang gadis tanggung berusia paling banyak lima belas tahun, mukanya cantik dan bentuk wajahnya seperti Kiang Hun. Memang dia ini adalah puteri tunggal dari Kiang Hun bernama Kiang Bi Hwa.

Semua orang yang duduk disini agaknya telah siap semua, kecuali gadis tanggung itu, membawa senjata masing-masing. Kiang Bi Hwa tidak bersenjata, hanya memegang sebuah kipas bergagang gading dan tersulam indah sekali. Semua tampak tenang, hanya gadis tanggung ini yang agaknya gelisah, ataukah memang ia merasa hawanya panas? Ia mengebut-ngebutkan kipasnya tiada hentinya di depan leher.

Yang membuat darah Beng San menjadi panas adalah ketika ia melihat ke tengah ruangan yang kosong itu. Disitu ia melihat Cia Li Cu duduk di atas sebuah kursi dengan kaki tangan terbelenggu!

Gadis itu tidak dapat bergerak sama sekali, namun duduknya masih kaku tegak, kepala dikedikkan dan sepasang matanya berapi-api. Sedikitpun tidak kelihatan takut, hanya kemarahan dan perlawanan yang tampak dimuka yang cantik jelita namun kelihatan lesu dan lelah serta pucat itu. Hal ini tidak mengherankan oleh karena gadis ini dalam kemarahannya yang meluap-luap karena dirinya dijadikan “umpan” ini, telah menolak untuk makan dan tidak dapat tidur sama sekali. Ia malah melakukan perlawanan sehingga terpaksa ia dikeroyok, ditotok tidak berdaya lalu dibelenggu! Pedang Liong-cu-kiam malam itu sengaja diletakkan di lantai, di depan gadis tawanan itu.

Melihat Liong-cu-kiam yang pendek itu, Beng San mengilar sekali. Kalau saja pedang itu berada di tangannya, akan lebih mudah ia membebaskan Li Cu. Akan tetapi iapun bukan orang bodoh, Kalau pihak lawan sudah sengaja menaruh pedang itu disana, tentu dibalik perbuatan ini ada maksud tersembunyi yang amat berbahaya. Ia tidak boleh gegabah, tidak boleh sembrono dan harus berlaku hati-hati dan bersikap waspada.

Tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar sesuatu dan matanya melihat bayangan orang berkelebat di sebelah depan, Cepat ia menyelinap ke belakang wuwungan dan mengintai.

Hampir ia tidak dapat menahan ketawanya ketika melihat ada tiga orang lain juga mengintai dari atas genteng ke bawah! Hatinya berdebar, Siapakah mereka? Dan apakah mereka juga datang untuk membebaskan Li Cu? Mungkin sekali.

Cia Li Cu adalah puteri tunggal dari Bu-tek Kiam-ong Cia Hui Gan, maka sekali terkena bencana tentu akan menarik hati orang-orang gagah untuk turun tangan menolongnya. Beng San bersikap menanti, hendak rnelihat apakah yang akan dilakukan oleh tiga orang itu yang melihat gerak-geriknya adalah ahli-ahli silat tingkat tinggi.

Kalau tiga orang yang datang mengintai itu merupakan orang-orang lihai kiranya yang berada di bawah juga tidak kalah lihainya. Tiba-tiba Lui Cai Si Bajul Besi berdongak ke arah tiga orang “‘tamu malam” itu dan berkata, suaranya keras,

“Sudah berani datang kenapa tidak terus masuk? Ada maksud lebih baik dibicarakan didalam, kami sudah lama menanti!”

Seorang diantara tiga tamu malam itu mengeluarkan suara tertawa, suara ketawanya halus dan ringan.

“Ha-ha-ha, Ho-hai Sam-ong benar-benar hebat. Kami turun!”

Dan melayanglah tiga sosok bayangan orang ke dalam ruangan itu. Kaki mereka amat ringannya menyentuh lantai tanda bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki ginkang cukup tinggi.

Beng San terkejut dan berdebar hatinya ketika melihat bahwa seorang diantara mereka adalah kakak kandungnya, Tan Beng Kui! Pemuda ini sekarang agak kurus kalau dibandingkan dengan beberapa bulan yang lalu ketika bertemu dengannya di Puncak Thai-san.

Pedang Liong-cu-kiam yang panjang tergantung di punggungnya. Dua orang yang lain adalah seorang kakek berpakaian seperti tosu dan yang seorang lagi seorang laki-laki setengah tua yang gerak-geriknya gagah dan angkuh. Juga mereka ini membawa pedang di punggung masing-masing.

Melihat tiga orang ini, Lui Cai Si Bajul Besi tertawa bergelak lalu berkata,
“Selain Tan-ciangkun, juga datang Koai-sin-kiam (Pedang Sakti Aneh) Oh Tojin dan Ji Lu-enghiong yang ternama. Ha-ha-ha, benar-benar merupakan kehormatan besar bagi kami. Selamat datang… selamat datang….!”

Adapun Beng Kui ketika melihat sumoinya (adik seperguruannya) duduk terbelenggu di tengah ruangan dalam keadaan tak berdaya, segera melompat hendak menolong.

“Ciangkun, awas perangkap!” tiba-tiba Koai-sin-kiam Oh Tojin berseru keras sambil melompat pula ke tengah ruangan.

Adapun orang kedua yang tadi disebut Ji Lu-enghiong (Pendekar ke dua she Lu) dengan tenang melompat pula, gerakannya ringan dan cepat mengejar Beng Kui.

Namun peringatan dari Oh Tojin itu terlambat karena Beng Kui sudah sampai di tengah ruangan. Sekali melompat saja ia tadi sudah sampai di dekat kursi yang diduduki Li Cu. Tiba-tiba terdengar bunyi berderit keras dan kursi yang diduduki Li Cu itu bergerak mundur sampai dua meter, kemudian lantai di tengah ruangan itu terbuka dan meluncurkan anak-anak panah menuju ke tubuh Beng Kui!






No comments:

Post a Comment