Ads

Friday, November 9, 2018

Rajawali Emas Jilid 027

Melihat ada orang membantu sumoinya, dengan girang Beng Kui lalu berdiri sambil berkata,

“Baik kucoba bicara dengan dia… Ho-hai Sam-ong, perkenankan aku bicara dengan sumoiku sekarang.”

“Boleh, boleh….” kata Lui Cai dan Thio Ek Sui segera berdiri dan pergi mematikan pesawat-pesawatnya agar perangkap itu tidak bekerja.

Dengan aman kini Beng Kui menghampiri Li Cu yang masih duduk dengan mata berapi-api memandang kepadanya. Gemetar kedua kaki Beng Kui ketika pandang matanya bertemu dengan sinar mata yang berapi-api Itu. Dengan membesarkan hati sendiri ia lalu melangkah maju dan menotok dua kali, Li Cu mengeluh perlahan, aliran darah di tubuhnya normal kembali.

“Sumoi, harap kau maafkan dan jangan kecil hati dengan adanya kejadian ini atas dirimu. Kau tahu, akupun merasa menyesal sekali dan kelak apabila segala berjalan beres, aku akan minta maaf sekali lagi kepadamu dan mohon ampun kepada Suhu. Sekarang, kuharap kau suka bersumpah bahwa yang kau lihat dan dengar pada saat ini takkan kau bocorkan kepada siapapun juga meskipun kepada ayahmu sendiri. Dan….”

“Cukup….!”

Li Cu membentak dengan mata berapi-api sinarnya, akan tetapi dua butir air mata menuruni pipinya yang pucat.

“Pengkhianat kau….! Aku bukan sumoimu lagi, aku tidak sudi berjanji apa-apa, tidak sudi bersumpah, kau mau bunuh aku boleh bunuh sekarang juga!”

Beng Kui berubah air mukanya dan mundur dua langkah. Ia mendengar suara ketawa kecil, yaitu Kim-thouw Thian-li yang agaknya sengaja mentertawakannya. Dengan tubuh lemas ia kembali ke meja perundingan tadi dan berkata,

“Ho-hai Sam-ong, sumoiku keras wataknya. Tidak ada jalan lain lagi agaknya kecuali kalian harus menahannya disini dan memperlakukannya baik-baik sampai selesai pekerjaan kita bersama.”

“Sukar untuk memenuhi permintaanmu ini Ciangkun,” kata Lui Cai. “Kau sendiri tentu mengerti bahwa anak buah kami beribu orang banyaknya, terdiri dari laki-laki yang kasar, Sumoimu begitu muda dan cantik jelita bagaimana kami dapat berjanji bahwa dia tidak akan menderita apa-apa disini?”

Kim-thouw Thian-li menambah panas suasana..
“Baru pemimpinnya saja yang satu ini sudah memandang mengilar, apalagi anak buahnya. Hi-hi-hik!” berkata demikian wanita ini melirik kepada Kiang Hun Si Naga Sungai yang juga tersenyum-senyum jenaka.

Merah telinga Beng Kui.
“Kalau begitu, biarlah dia kubawa, untuk sementara menjadi tawananku!”

Kim-thouw Thian-li tertawa lagi dan berkata,
“Tan-ciangkun mengapa malu-malu? Memang dia sumoimu sendiri, juga bekas kekasihmu, kalau tidak kau yang menahannya, siapa lagi? Kalau dari tadi kau berkata demikian kan sudah beres, tidak usah susah-susah….” Semua orang tertawa dan wajah Beng Kui makin merah.

Akan tetapi paman isterinya, Lu Khek Jin, mengerutkan kening.
“Beng Kui, jangan kau main-main. Urusan pribadi hendaknya jangan dicampur adukkan dengan urusan negara.”

Sementara itu, Beng San yang sejak tadi mendengarkan ini semua, menjadi pucat dan kehilangan mukanya. Ia merasa kecewa dan malu bukan main menyaksikan sikap kakak kandungnya. Dahulu ia memuja-muja kakak kandungnya itu sebagai seorang gagah perkasa, seorang pemuda tampan dan gagah yang berjiwa patriot, sudah berjasa besar bagi bangsa dan tanah air. Ia malah menganggap dirinya sendiri batu kali yang kasar kalau dibandingkan dengan kakaknya yang cemerlang seperti kumala tergosok.

Tapi apa yang ia hadapi sekarang? Kakaknya menjadi pengkhianat. Bukan itu saja, malah kakak kandungnya yang ia kagumi dan puja-puja itu ternyata telah tidak setia, telah memutuskan hubungan jodoh dengan Cia Li Cu. Telah menikah dengan puteri raja muda dan sekarang bersekongkol dengan orang-orang jahat untuk memberontak. Dan Li Cu! Ah, ia makin kagum kepada gadis jelita ini. Begitu gagah, begitu berani, juga begitu… buruk nasibnya.

“Aku harus menolongnya,” demikian Beng San mengambil keputusan.





Tak boleh dia ditahan oleh para bajak ini, juga tidak akan baik nasibnya kalau ia dijadikan tawanan suhengnya sendiri yang sudah tersesat itu. Kakak kandungnya tersesat? Pikiran ini mendatangkan kilatan halilintar dalam otaknya. Kakak kandungnya tersesat dan dia juga demikian!

Dua orang kakak beradik, keduanya bukan manusia baik-baik. Ah, Ayah… Ibu… kenapa jadi begini kedua orang anakmu? Perih hati Beng San dan tak terasa lagi ia berlutut di atas genteng itu dan menangis! Menangis keras tanpa menahan suaranya.

Karuan saja semua orang di dalam ruangan itu melengak kaget dan heran. Malah Kiang Bi Hwa, yang tadinya kadang-kadang duduk berkipas badan kadang kadang berdiri dan melihat-lihat keluar, segera bangkit dari tempat duduknya dan bertanya kaget.

“Eh, siapa yang menangis begitu sedihnya? Manusia atau setan?”

Ucapan ini agaknya terlepas dari mulutnya tanpa disadarinya sehingga begitu mendengar suaranya sendiri, gadis tanggung ini dengan malu-malu lalu mempergunakan kipasnya yang indah untuk menutupi mukanya.

Agaknya suara gadis tanggung yang memecah kesunyian ini juga menyadarkan Beng San. Suara tangisan berhenti dan sesosok tubuh melayang turun ke dalam ruangan itu. Seorang pemuda dengan pakaian tidak karuan, rambutnya awut-awutan, kulit mukanya merah kehitaman dan pada muka yang mengerikan itu ada bekas-bekas air mata. Tapi sepasang matanya mencorong seperti mata harimau di dalam gelap!

Kebetulan sekali bahwa tadi Li Cu telah dibebaskan dari totokan oleh Beng Kui, maka kini biarpun terbelenggu, dengan pengerahan tenaganya gadis ini dapat menggerakkan kursinya sehingga memutar dan ia dapat melihat apa yang terjadi di ruangan itu.

Kaget, heran, kasihan dan terharu ketika ia melihat Beng San dalam keadaan seperti itu. Orang muda ini benar-benar seperti seorang yang telantar hidupnya, miskin dan rusak, jauh bedaya dengan Beng Kui yang ganteng dan gagah pakaiannya.

Akan tetapi semenjak sikap bekas tunangannya itu, hanya kebencian dan kekecewaan yang ada pada hatinya terhadap Beng Kui dan ia merasa kasihan kepada Beng San. Ia tadi mendengar pula suara tangisan yang amat menyedihkan, suara tangisan dari hati yang hancur, biarpun hanya sebentar namun tangisan itu menyuarakan keluhan hati yang remuk-redam, seperti hatinya sendiri.

“Ho-hai Sam-ong, aku datang memenuhi janji. Lekas kalian bebaskan Nona Cia Li Cu!”

Suaranya parau, masih terkandung isak di dalamnya, suara yang sama sekali tidak berpengaruh dan tidak menakutkan, namun sinar matanya benar-benar membuat tiga orang raja bajak itu berpikir panjang dulu sebelum memandang rendah. Orang dengan mata seperti itu tak mungkin lemah dan sudah pasti akan membuktikan semua omongannya!

Namun Lui Cai tidak mau memperlihatkan kegentaran didepan para tamunya. Betapapun juga orang yang dikabarkan lihai luar biasa itu ternyata hanyalah seorang muda sekali dan seorang yang keadaannya setengah jembel, bahkan sikapnya dan warna mukanya menandakan bahwa mungkin juga ia setengah gila!

“Orang muda, bukankah kau yang bernama Tan Beng San? Ha-ha-ha, kiranya begini saja. Dan kau adalah adik kandung Tan Beng Kui-ciangkun? Alangkah anehnya dunia ini. Ha-ha-ha!”

Ucapan ini sekaligus menyinggung perasaan Beng Kui, maka orang muda ini dengan marah lalu melompat maju menghadapi adik kandungnya. Telunjuknya ditudingkan dan suaranya gemas menegur,

“Beng San! Lagi-lagi kau hanya memalukan aku. Orang gila, setelah kau melakukan perbuatan yang tidak patut tempo hari, masihkah kau ada muka untuk muncul lagi disini? Jangan mencampuri urusan sumoiku, hayo kau pergi kalau tidak ingin mendengar aku bicara terus!”

Wajah yang tadinya hitam itu tiba-tiba berubah menjadi putih lalu hijau, kemudian hitam kembali, sementara matanya tidak pernah lepas memandang orang yang bicara di depannya. Beng Kui sampai merasa ngeri dan meremang bulu tengkuknya dipandang sedemikian rupa oleh Beng San.

Beng San cukup mengerti bahwa kakak kandungnya itu memaksudkan perbuatannya dengan Kwa Hong tempo hari di markas tentara Mongol.

Tentu saja karena luka di hatinya oleh pengakuan Kwa Hong yang telah mengandung itu masih parah, ucapan ini seperti cuka disiramkan pada luka, perih sakit rasanya. Saking perihnya membuat Beng San tidak peduli lagi.

“Tan Beng Kui, kau boleh bicara sesuka hatimu. Kau boleh mengingkari sumoi sendiri dan tidak menolongnya. Tapi aku tetap akan menolong seorang yang terjatuh ke dalam tangan orang-orang jahat. Nona Cia Li Cu adalah seorang gagah, kalau aku tidak melihat dia, sedikitnya aku mengingat akan ayahnya. Mundurlah, aku tidak berurusan dengan engkau.”

“Bangsat keparat! Beng San, kau kira aku tidak tahu apa maksudmu menolong Li Cu? Kau penjahat pemetik bunga, engkau mata keranjang, pelanggar susila, perusak wanita! Kau sudah menodai Nona Kwa Hong, lalu kau tinggalkan begitu saja untuk menikah dengan puteri Song-bun-kwi. Dan sekarang agaknya engkau sudah bosan dengan isterimu itu dan hendak mengganggu Li Cu dengan dalih menolongnya. Hemm…., keparat besar….!”

Beng San mengeluarkan suara gerengan sedemikian hebatnya sehingga bangunan di ruangan itu seakan-akan bergoyang. Matanya mendelik berapi-api sehingga saking kaget dan gentarnya Beng Kui sampai melangkah mundur tiga tindak.

Sekali lagi Beng San menggereng dan muka yang sudah hitam hangus saking marah hatinya itu kini perlahan-lahan menjadi agak putih. Ternyata ia sudah berhasil mengekang kemarahannya dan tidak menjatuhkan tangan maut kepada kakak kandungnya sendiri. la menoleh ke arah Lui Cai dan membentak,

“Ho-hai Sam-ong, dimana kalian? Hayo jawab, maukah kalian membebaskan Nona Cia Li Cu? Kalau tidak mau, mari kita mengadu kepandaian. Kalau aku kalah biarlah aku mampus disini, akan tetapi kalau kalian kalah, kalian harus membebaskan dia. Ataukah kalian takut? Kalau kalian takut, boleh minta bantuan Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li atau siapapun juga!”

Tiga orang bajak laut itu memang sudah siap sedia. Lui Cai Si Bajul Besi sudah mengeluarkan senjatanya berupa dayung besar yang berat itu. Kiang Hun Si Naga Sungai sudah mengeluarkan senjatanya yang hebat, yaitu tambang besar dan panjang, sedangkan Thio Ek Sui juga sudah mengeluarkan ruyungnya yang runcing berduri.

Tapi mereka tidak menyerang dan Li Cu yang melihat Beng San datang tanpa membekal senjata apa-apa itu berkata, rasa kasihan sekali kepada Beng San, akan tetapi ketika ia mendengar ucapan Beng Kui tentang perbuatan Beng San itu, ia kaget bukan main. Benarkah Beng San seorang yang demikian rendah martabatnya?

Makin dipandang makin mengerikan muka pemuda yang menghitam itu, dan matanya lebih-lebih mengerikan dan menyeramkan lagi. Kalau tidak betul apa yang diucapkan oleh Beng Kui, mengapa Beng San tidak membantah? Karena kebimbangan inilah maka niatnya untuk memperingatkan Beng San tentang perangkap di sekitar itu ia urungkan. Ia hanya memandang dengan matanya yang indah bening itu terbelalak lebar ketika Beng San dengan langkah sembrono menghampiri kursinya untuk membebaskannya daripada belenggu.

Tiba-tiba, seperti tadi, terdengar suara keras berderit, lantai berlubang dan belasan batang anak panah menyambar ke arah Beng San, sedangkan kursi yang diduduki Li Cu bergerak sendiri ke pinggir.

Beng San memang sudah siap sedia menghadapi ini. Andaikata tadi ia tidak melihat bekerjanya pesawat itu sekalipun, belum tentu ia akan mudah menjadi korban. Apalagi ia sudah tahu akan datangnya bahaya itu. Dengan kipas pinjamannya, ia menggerakkan tangan dan sekali mengibas, belasan batang anak panah itu runtuh dan menyambar kembali ke dalam lubang di lantai.

Terdengar pekik kesakitan di bawah lantai yang segera tertutup kembali. Kiranya anak-anak panah yang di “retour” kembali itu tepat mengenai orang yang menjaga bekerjanya pesawat di bawah lantai! Ketika Beng San menoleh ke arah Li Cu, ternyata kursi yang diduduki nona ini sudah berpindah lagi sampai di belakang tiga orang kepala bajak itu yang ternyata sudah menghadang didepannya. Malah pedang Liong-cu-kiam yang tadi menggeletak di dekat Li Cu juga sudah lenyap dan ternyata telah dipegang oleh Beng Kui.

Beng San menghadapi para lawannya dengan sikap tenang, bibirnya mengejek dan pandang matanya yang bersinar-sinar itu penuh teguran.

“Nona Cia sudah berada disini, tinggal membebaskan saja. Kalau kau mau membebaskan, silakan, boleh kau lakukan sendiri.” Lui Cai tersenyum mengejek.






No comments:

Post a Comment