Ads

Thursday, October 18, 2018

Raja Pedang Jilid 117

Orang-orang yang berada disitu tadinya sedang sibuk menghadapi lawan masing-masing, maka tidak ada yang menarik perhatian akan kedatangan Beng San. Sekarang mereka mendapat kesempatan menonton, mereka heran dan juga khawatir menyaksikan pemuda itu dikejar-kejar Hek-hwa Kui-bo.

Pek Gan Siansu adalah seorang tokoh besar yang tajam penglihatannya. Melihat keadaan Beng San, sama sekali dia tidak ragu-ragu lagi bahwa tentu pemuda aneh ini memiliki kepandaian hebat, akan tetapi karena diapun maklum akan keganasan Hek-hwa Kui-bo, maka dia segera berkata,

“Ha-ha-ha, sungguh lucu sekali. Hek-hwa Kui-bo dengan pedangnya mengejar-ngejar seorang pemuda. Memalukan betul!”

Oleh karena Hek-hwa Kui-bo sendiri maklum bahwa pemuda itu adalah seorang ahli waris Im-yang Sin-kiam, sekarang melihat pertempuran sudah berhenti dan para serdadu sudah lari cerai-berai, apalagi Siauw-ong-kwi sudah pergi juga, ia merasa tidak ada harapan kalau harus mengamuk seorang diri.

“Bocah, kalau memang kau ada kepandaian, kelak di Thai-san kita bertemu pula!” katanya gemas dan sekali berkelebat nenek itu sudah pergi menyusul muridnya dan yang lain-lain, yang sudah lari lebih dahulu.

Hebat sekali akibat pertempuran itu. Banyak sekali, lebih dari empat puluh orang tosu Hoa-san-pai, menggeletak mati atau terluka. Juga ada beberapa belas orang Pek-lian-pai terluka dan serdadu-serdadu itu meninggalkan mayat dan teman-teman terluka sebanyak tujuh puluh orang lebih.

Di tempat itu penuh dengan mayat dan orang-orang terluka, darah mewarnai rumput dan tanah, mengerikan sekali. Lian Bu Tojin masih duduk bersila meramkan mata, terluka hebat dan juga mendapat guncangan batin yang berat.

Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa tidak kelihatan, sudah lari turun gunung. Kwa Hong, Thio Ki, dan Kui Lok telah tertawan, dibawa lari oleh musuh. Tinggal Thio Bwee yang sekarang berlutut di depan kakek Hoa-san-pai ini sambil menangis. Hari itu benar-benar mengalami pukulan hebat, pukulan dari luar dan dari dalam.

Bun Lim Kwi berdiri di dekat gurunya, menundukkan muka ikut berduka. Pek Gan Siansu mengelus-elus jenggot dan memandang kepada Beng San yang juga berdiri bingung karena tidak tahu kemana perginya para murid Hoa-san-pai yang lain.

“Adik Beng San…..!”

Seruan ini adalah suara Tan Hok yang datang berlari-lari. Beng San juga girang dan dua orang ini saling berpelukan.

“Syukur kau dan teman-temanmu keburu datang, Tan-twako, kalau tidak…..”

Tan Hok memandang ke arah tubuh-tubuh yang malang melintang di tanah itu, menarik napas panjang.

”Anjing-anjing Mongol itu benar-benar keji dan sayang sekali tidak dari dulu-dulu Hoa-san-pai ikut berjuang. Lebih sayang lagi semua ini gara-gara murid Kun-lun-pai yang roboh di bawah pengaruh kecantikan wanita…..” la menuding ke arah mayat Kwee Sin.

“Jangan kau bicara sembarangan!” Thio Bwee tiba-tiba meioncat dan memandang Tan Hok dengan marah. “Apa kau kira dan orang-orang Pek-lian-pai saja yang patriotik dan gagah? Paman Kwee Sin biarpun kelihatan bersalah, akan tetapi sebetulnya semua itu dia lakukan demi menjalankan tugasnya sebagai seorang pejuang. Dia adalah pemimpin di kota raja, terkenal dengan sebutan Si-enghiong…..”

“Apa…..??” Tan Hok membelalakkan matanya. “Dia….. dia itu Si-enghiong? Si-enghiong dan Ji-enghiong adalah orang-orang yang memimpin gerakan kami disana….. orang-orang kepercayaan Ciu-taihiap! Betulkah ini…..?”

Pek Gan Siansu berkata,
“Siancai….. siancai…..” ia menarik napas panjang. “Sungguh bangga hati tua ini mendengar bahwa Kwee Sin ternyata adalah seorang pejuang besar. Bangga dan sedih serta malu bahwa dia telah begitu buta sehingga tidak dapat mengenal murid sendiri! Ah, Kwee Sin….. Kwee Sin….. tidak berharga pinto menjadi gurumu…..”





Tiba-tiba Thio Bwee berseru
“Eh, mana dia? Mana dia Ji-enghiong…..?”

Tan Hok makin kaget.
“Apa? Ji-enghiong juga disini? Mana dia?”

Semua orang mencari-cari dan mengingat-ingat, akan tetapi mereka tadi tidak melihat lagi adanya nona Lee Giok atau yang disebut Ji-enghiong oleh Kim-thouw Thian-li.

“Betulkah Ji-enghiong tadi disini? Siapakah dia?” tanya lagi Tan Hok terheran-heran, sedangkan Beng San juga tertegun mendengar terbukanya rahasia ini, ingin benar dia mendengar keterangannya pula.

Lian Bu Tojin berdiri perlahan, lalu memandang Tan Hok dan teman-temannya yang berdiri di belakangnya. Melihat tadi Beng San berpelukan dengan Tan Hok, ketua Hoa-san-pai ini bertanya,

”Beng San, siapakah tuan ini?”

Beng San menjura.
“Totiang, dia ini adalah teman teecu yang gagah perkasa. Namanya Tan Hok dan dialah pemimpin pasukan gerilya Pek-lian-pai yang patriotik.”

Lian Bu Tojin mengangguk-angguk,
“Ah, kiranya. Tan-enghiong. Terima kasih atas bantuanmu. Agaknya Tan-enghiong mengenal dua orang pemimpin di kota raja yang disebut Ji-enghiong dan Si enghiong.”

“Tentu saja mengenal, Totiang. Hanya? mengenal nama, akan tetapi dua orang tokoh itu adalah termasuk atasan saya, Kiranya Si-enghiong adalah murid Kun lun-pai, sungguh menggembirakan sekali dan sekaligus pandangan kami berubah terhadap Kun-lun-pai. Akan tetapi…. siapakah yang mengatakan bahwa dia adalah Si-enghiong?”

“Tak dapat diragukan lagi, pasukan pemerintah tadi menyerbu kesini justeru untuk menangkap Ji-enghiong dan Si-enghiong. Si-enghiong adalah…. murid Pek Gan Siansu, Kwee Sin. Adapun Ji-enghiong, menurut pengakuan tadi adalah seorang nona muda bernama Lee Giok yang sekarang entah pergi kemana karena agaknya tadi menghilang ketika terjadi pertempuran.”

Mendengar ini, Tan Hok segera bersama teman-temannya dengan penuh penghormatan mengangkat jenazah Kwee Sin lalu merawat dan mengurusnya penuh penghormatan sebagaimana layaknya seorang pemimpin.

Juga para tosu Hoa-San-pai mengurus mayat-mayat dan orang-orang yang terluka. Dalam hal ini, Lian Bu Tojin membuktikan keluhuran pribudinya dengan memerintahkan anak muridnya untuk mengurus juga mayat-mayat serdadu Mongol, bahkan mengobati mereka yang luka dan membiarkan mereka pergi dengan aman.

Beng San yang tidak melihat murid-murid Hoa-san-pai, mengajukan pertanyaan kepada Thio Bwee,

“Adik Bwee, kenapa aku tidak melihat Hong-moi dan dua orang saudaramu Thio Ki dan Kui Lok? Dan kemana pula perginya Kwa-lo-enghiong dan bibi gurumu?” Ditanya begini, tiba-tiba Thio Bwee menangis lagi dan tidak dapat menjawab.

Lian Bu Tojin yang menjawab,
“Beng San, hari ini Hoa-san-pai mengalami kehancuran. Kwa Hong, Thio Ki, dan Kui Lok tertawan musuh dan ditangkap. Adapun Kwa Sin Tiong dan Sian Hwa, eh, mereka juga lari dalam kekacauan tadi.'”

Mendengar ini, berubah muka Beng San.
“Hong-moi tertawan musuh? Juga saudara Thio Ki dan Kui Lok? Ah, celaka biar kuusahakan pertolongan…..” Beng San lari turun dari puncak.

“Lim Kwi, kau bantulah dia!” bisik Pek Gan Siansu.

“Saudara Beng San, tunggu!” Tubuh Lim Kwi melesat mengejar Beng San. Juga Tan Hok meloncat dan mengejar. “Adik Beng San, tunggu dulu…..!”

Akan tetapi aneh sekali, biarpun Beng San kelihatannya hanya lari biasa saja sedangkan dua orang yang mengejarnya ini meloncat dan menggunakan ilmu lari cepat, sebentar saja tubuh Beng San sudah lenyap dan tidak mereka ketahui kemana arah larinya. Terpaksa Tan Hok dan Lim Kwi kembali ke puncak.

“Lian Bu totiang,” kata Tan Hok dengan suara menghibur orang tua yang kelihatan berduka itu. “Harap Totiang jangan khawatir. Adik Beng San bukanlah orang biasa, tentu dia akan berusaha sekuat tenaga untuk menolong murid-murid Hoa-san-pai yang tertawan itu.”

“Andaikata dia tak berhasil, percayalah, saya akan mengerahkan teman-teman untuk pergi menolong mereka. Sekarang sudah jelas bahwa murid Kun-lun-pai telah menjadi pemimpin pejuang, yaitu mendiang Kwee-enghiong. Dan sekarang Hoa-san-pai telah dimusuhi penjajah, maka tidak ada jalan lain kecuali melanjutkan cita-cita Kwee-enghiong. Alangkah baiknya kalau mulai sekarang Hoa-san-pai dan Kun-lun-pai membantu perjuangan rakyat.”

Mendengar ucapan pemimpin gerilya Pek-lian-pai yang gagah bersemangat ini, Lian Bu Tojin dan Pek Gan Siansu saling pandang. Lian Bu Tojin menarik napas panjang dan berkata.

“Sebetulnya, semenjak rakyat memberontak terhadap penindasan pemerintah penjajah, kami semua anggauta Hoa-san-pai sudah merasa simpati dan bahkan pinto sendiri sudah memberi perintah kepada para anak murid supaya membantu perjuangan. Siapa kira pinto kena diakali oleh Pangeran Souw Kian Bi yang secara pengecut dahulu telah menculik dua orang cucu muridku. Akan tetapi, dengan adanya penyerbuan hari ini, jelas bahwa mereka memusuhi kami dan kami sekarang akan mengerahkan semua tenaga untuk membantu perjuangan mengusir penjajah-penjajah Mongol dari tanah air.”

“Bagus, Lian Bu toyu!” seru Pek Gan Siansu girang. “Aku sendiri harus menebus kesalahan dan kebodohanku karena tidak dapat mengenal Kwee Sin, mulai sekarang Kun-lun-pai juga akan menggabungkan diri dengan para pejuang.

Bukan main girangnya hati Tan Hok mendengar ini. Segera dia menjura dengan hormat lalu menceritakan keadaan perjuangan, sampai dimana kemajuan gerakan barisan rakyat dan bagian mana yang kiranya membutuhkan bantuan dari dua partai persilatan itu.

**** 117 ****





No comments:

Post a Comment