Ads

Thursday, October 18, 2018

Raja Pedang Jilid 116

“Ha-ha-ha, malu kan? Kalian saling cinta, siapa tidak tahu akan hal ini? Haiii…..! Lian Bu Tojin, kau tosu tua bangka sudah buta, tidak tahu dua orang muridmu main gila di belakangmu?”

Tapi ia terpaksa menghentikan kata-katanya karena serangan hebat yang dilakukan Kwa Tin Siong.

Ucapan Kim-thouw Thian-li yang nyaring ini hebat akibatnya. Lian Bu Tojin yang ketika itu sedang bertanding mati-matian melawan Hek-hwa Kui-bo, seketika tergetar tubuhnya dan ketika dia menengok ke arah Kwa Tin Siong, dia kurang keras menangkis serangan kebutan saputangan sutera yang digerakkan oleh Hek-hwa Kui-bo.

“Plakkk!”

Ujung saputangan menghantam dadanya dan Lian Bu Tojin terhuyung mundur dengan muka pucat, akan tetapi sambil menahan napas kakek ini masih dapat terus melompat ke dekat Kim-thouw Thian-li yang masih mendesak Kwa Tin Siong dengan golok dan dengan mulut yang melontarkan kata-kata menghina tentang dia dan sumoinya.

Lian Bu Tojin menggerakkan tangan kirinya memukul ke depan. Kim-thouw Thian-li berusaha mengelak, namun terlambat

“Dukkk!”

Punggungnya kena digempur, tubuhnya mencelat terguling-guling dan roboh tak bergerak. Darah merah mengalir dari mulut perempuan ini. Lian Bu Tojin dengan mata mendelik menghadapi Kwa Tin Siong.

“Tin Siong, betulkah kau….. kau….. betulkah apa yang diucapkan siluman tadi? Betul kau….. kau mencinta Sian Hwa?” tanyanya, suaranya yang biasanya lemah lembut itu kini kaku parau dan kemarahannya memuncak.

Kwa Tin Siong selama hidupnya tak pernah membohong kepada suhunya. Dengan kepala tunduk dia menjawab,

“Teecu memang cinta kepada Sumoi, Suhu. Akan tetapi cinta yang bersih….. tidak seperti yang dimaksud oleh siluman itu…..”

Tiba-tiba terdengar suara ketawa mengejek.
“Ha-ha-ha, cinta kasih antara laki-laki gagah dan perempuan cantik, mana bisa bersih-bersihan? Ha-ha-ha-ha-ha, pintar juga Kwa Tin Siong! Dari pada sumoinya tidak laku menjadi perawan tua….. ha-ha-ha-ha-ha duda dan perawan tua, sudah cocok!”

Bukan main hebatnya penghinaan ini yang keluar dari mulut Giam Kin.
“Blukkk!”

Dalam kemarahannya, Bun Lim Kwi mempergunakan kesempatan Giam Kin memecah perhatiannya untuk melontarkan penghinaan ini, berhasil memukul pundak Giam Kin dengan tangan kirinya. Inilah pukulan Pek-lek-jiu dan andaikata orang lain yang terpukul pasti akan roboh binasa.

Akan tetapi Giam Kin adalah orang yang sudah memiliki kepandaian tinggi. Pukulan ini benar merobohkannya, akan tetapi sambil roboh dia sempat menyambitkan segenggam jarum-jarum halus ke arah Bun Lim Kwi. Jago muda Kun-lun-pai ini dahulu ketika bertempur melawan Thio Eng pernah roboh dan hampir tewas oleh jarum-jarum berbisa ini, maka dengan kaget dia melompat jauh untuk menghindar sambil berseru kepada Thio Bwee dan Kwa Hong.

“Jiwi Lihiap, awas!”

Baiknya jarum-jarum itu memang tidak disambitkan ke arah dua orang nona yang ikut mengeroyok Giam Kin ini maka mereka tidak terancam oleh senjata rahasia yang jahat itu.

Sementara itu Kwa Hong yang juga mendengar ucapan-ucapan keji dari Kim thouw Thian-li tadi, sekarang berdiri dengan muka pucat dan mernandang ke arah ayahnya yang ditegur oleh Lian Bu Tojin dan ke arah bibi gurunya yang masih rebah pingsan,

Adapun Lian Bu Tojin ketika mendengar pengakuan dari Kwa Tin Siong dan kemudian mendengar ucapan Giam Kin, tubuhnya menjadi limbung.

“Huaaak?”





Dari mulutnya tersembur darah segar, inilah akibat pukulan selendang sutera Hek-hwa Kui-bo tadi. Kemudian orang tua ini menggerakkan pedang pusaka Hoa-san-pai lalu dibacokkan ke arah tubuh Liem Sian Hwa yang menggeletak di atas tanah.

“Suhu..,..! Ampunkan Sumoi….”

Kwa tin Siong menubruk maju, menghalangi tubuh sumoinya. Lian Bu Tojin kaget dan menahan pedangnya, namun karena dia sudah terluka gerakannya kurang kuat dan pedang itu tetap masih membacok ke arah lehernya. Terpaksa Kwa Tin Siong menangkis dengan tangan kirinya.

“Crakkk!”

Pedang pusaka Hoa-san-pai yang amat tajam dan ampuh itu tanpa ampun lagi membabat putus lengan kiri Kwa Tin Siong sebatas pergelangan tangan! Kwa Tin Siong masih terus berjongkok, memondong tubuh Liem Sian Hwa dengan tangan kanannya, berdiri lalu berjalan pergi terhuyung-huyung dengan langkah limbung. Tapi cepat sekali dia sudah lari turun gunung.

“Ayah…..!”

Kwa Hong menjerit dan hendak mengejar, akan tetapi tiba-tiba iapun roboh terguling. Ternyata dalam keadaan kacau itu, selagi semua orang mencurahkan perhatian kearah peristiwa itu, Giam Kin sudah meloncat maju dan menotoknya roboh.

Kejadian ini seperti menjadi tanda bahwa pertempuran di mulai lagi. Bun Lim Kwi menggerakkan pedang menyerang Giam Kin, dibantu Thio Bwee dan kembali mereka bertempur.

“Berani kau melukai muridku!”

Hek-hwa Kui-bo yang tadi maju menolong Kim-thouw Thian-li yang terluka oleh pukulan Lian Bu Tojin, sekarang melayang maju menyerang ketua Hoa-san-pai itu. Akan tetapi Lian Bu Tojin sudah menderita luka batin yang hebat, sekarang kakek ini malah duduk bersila dan meramkan matanya.

Agaknya kakek Hoa-san-pai ini sudah menderita kesedihan terlalu besar karena persoalan murid-muridnya sehingga kini dia sengaja menanti pukulan maut lawannya tanpa mau membela diri.

Pada saat itu, terdengar sorak-sorak gemuruh di sekeliling tempat pertempuran dan tiba-tiba muncullah ratusan orang gagah perkasa yang dipimpin oleh seorang tinggi besar. Semua orang menjadi kaget sekali bahkan Hek-hwa Kui-bo sendiri sampai menahan pukulannya.

Akan tetapi setelah menengok dan melihat bahwa yang datang adalah orang-orang yang biasanya disebut pejuang atau yang oleh pemerintah dianggap pemberontak, Hek-hwa Kui-bo mengeluarkan dengus menghina dan ia melanjutkan pukulannya.

“Lian Bu Tojin, bersiaplah untuk mampus!”

Pedangnya menusuk ke arah dada sedangkan ujung selendang sutera menotok ke arah ubun-ubun kepala Lian Bu Tojin. Dua serangan mematikan yang agaknya akan menamatkan nyawa ketua Hoa-san-pai. Akan tetapi pada saat itu dua sinar hitam menyambar.

“Trang!”

Pedang di tangan Hek-hwa Kui-bo terpukul ke samping sedangkan sinar hitam kedua menyambar kearah siku kirinya, membuat tangan kirinya menjadi lemas dan hawa Iweekang yang tersalur ke arah selendang itu lenyap dan selendangnya berubah lemas seperti kain biasa. Sekaligus sambaran dua benda hitam yang ternyata hanya dua buah kerikil itu telah melumpuhkan serangan maut Hek-hwa Kui-bo dan menolong nyawa Lian Bu Tojin!

Hek-hwa Kui-bo kaget dan marah sekali, cepat memutar tubuh dan ia berhadapan dengan seorang pemuda yang bukan lain adalah Beng San. Pemuda ini tersenyum kepadanya.

“Apakah selama ini kau baik-baik saja, Hek-hwa Kui-bo?”

Hek-hwa Kui-bo tertegun dan meragu. Serasa ia mengenal muka pemuda ini, akan tetapi kalau diingat akan kepandaian pemuda ini yang luar biasa tadi ia ragu-ragu dan merasa tidak pernah mengenal seorang pemuda dengan kepandaian demikian hebatnya.

“Kau siapakah?”

“Hek-hwa Kui-bo, lupakah kau kepadaku? Ingatlah akan pelajaran Thai-hwee, Siu-hwee dan Ci-hwee…..”

“Ah, kau Beng San siluman cilik…..” dengan marah Hek-hwa Kui-bo teringat akan kitab Im-yang Sin-kiam. “Bagus, kau serahkan Yang-sin Kiam-sut kepadaku!”

Berbareng dengan bentakan ini ia lalu menyerang dengan pedangnya. Beng San mengelak dan melihat bahwa nenek itu menyerangnya dengan Ilmu Pedang Im-sin-kiam, tentu saja dengan mudah dia dapat menghindarkan diri. Akah tetapi karena dia sendiri tidak bersenjata, sukar juga baginya untuk balas menyerang nenek yang hebat kepandaiannya itu sehingga dia hanya main mundur, mengelak ke kanan kiri, meloncat ke sana kemari.

Sementara itu, rombongan orang gagah yang ternyata dipimpin oleh Tan Hok itu sudah menggempur pasukan pemerintah sehingga perang tanding menjadi makin ramai. Akan tetapi keadaannya sekarang berubah sama sekali. Kalau tadi para tosu Hoa-san-pai melakukan perlawanan sia-sia dan banyak diantara mereka roboh binasa, sekarang keadaannya berbalik.

Tidak saja para anggauta Pek-lian-pai yang datang ini rata-rata memiliki kegagahan dan kepandaian, juga jumlah mereka jauh lebih besar dan pasukan pemerintah ditekan hebat dan terdesak betul-betul. Sebentar saja banyak serdadu Mongol roboh dan yang lainnya mulai lemah semangat.

Pertempuran yang hebat dan seru adalah pertempuran antara Pek Gan Sian-su dan Siauw-ong-kwi. Dua orang tokoh besar ini benar-benar memiliki kepandaian hebat. Mereka tidak mempunyai permusuhan pribadi, akan tetapi seperti sudah sering kali terjadi, apabila dua orang tokoh besar bertempur dan saling mengeluarkan kepandaian, mereka tidak mau saling mengalah.

Mereka bertempur sejak permulaan tadi sampai sekarang, tak pernah berhenti dan sudah mengeluarkan kepandaian masing-masing sampai dua ratus jurus lebih. Betapapun juga, ilmu kepandaian Pek Gan Siansu adalah ilmu yang bersumber pada ilmu bersih dan asli keturunan Kun-lun-pai, maka dasar yang amat kuat.

Sebaliknya, Siauw-ong-kwi mendapatkan kepandaiannya dari kumpulan bermacam ilmu silat dan baginya tidak ada pilihan apakah ilmu silat itu kotor maupun bersih sifatnya, semua dipelajari sejak muda dan dari kumpulan ilmu-ilmu silat inilah dia menciptakan ilmu silatnya sendiri yang ganas dan lihai, yaitu dengan senjata kedua ujung lengan bajunya yang panjang.

Mungkin karena kalah murni sumber ilmu kepandaiannya, maka setelah lewat dua ratus jurus, perlahan-lahan Siauw-ong-kwi mulai terdesak oleh sinar pedang Pek Gan Sian-su yang hebat itu. Terpaksa dia diam-diam harus mengakui bahwa Ilmu Pedang Kun-lun Kiam-sut benar lihai sekali.

“Ha-ha-ha, Pek Gan Siansu, ilmu pedang Kun-lun benar-benar bukan omong kosong saja. Kulihat barisan pemberontak sudah menyerbu, terpaksa aku tidak suka melayanimu lebih lama lagi. Nanti saja di pertemuan mendatang kita lanjutkan untuk menentukan siapa sebenarnya Raja Pedang!”

“Siauw-ong-kwi, kau terlalu memuji. Kepandaianmu juga pinto lihat banyak lebih lihai daripada dulu. Dalam pertemuan di Thai-san nanti kiranya pinto takkan kuat menghadapimu.”

Ucapan kakek Kun-lun-pai ini memang dengan sejujurnya. Tadi dia dapat menindih lawannya dengan ilmu pedangnya yang lebih murni dan lebih kuat, akan tetapi dalam hal tenaga dan keuletan, kalau pertempuran dilanjutkan, dia pasti akan kalah oleh Siauw-ong-kwi yang belasan tahun Jebih muda itu.

Siauw-ong-kwi lalu melesat ke arah muridnya. Giam Kin yang pada saat itu sudah terdesak hebat oleh Bun Lim Kwi yang dibantu oleh Thio Bwee. Sekali kebutkan ujung lengan bajunya, Siauw-ong-kwi telah membuat pedang Lim Kwi dan Thio Bwee terpental ke belakang, malah Thio Bwee terhuyung beberapa tindak sedangkan Lim Kwi yang lebih tinggi ilmunya hanya tergetar tangannya. Namun sudah cukup untuk memberi kesempatan kepada Giam Kin untuk meloncat ke belakang dan menyusul gurunya lari pergi.

Hek-hwa Kui-bo masih mengejar-ngejar Beng San dengan Ilmu Pedang Im sin-kiam. Makin penasaran hatinya karena belum juga ia dapat merobohkan pemuda ini. Sebetulnya, jangankan merobohkan, ujung pedangnya malah belum pernah mencium ujung baju pemuda itu yang dengan gesit melompat ke sana ke mari dengan gerakan tidak karuan seperti orang ketakutan, namun setiap lompatannya merupakan kelitan yang amat sempurna dan tepat untuk menghindari serangan-serangan jurus Im-sin Kiam hoat.






No comments:

Post a Comment