Ads

Friday, October 12, 2018

Raja Pedang Jilid 107

Sebetulnya dugaan-dugaan mereka bahwa yang menolong mereka adalah dua orang rahasia dari pimpinan pejuang, adalah keliru. Penolong mereka pada waktu itu bukan lain adalah Beng San sendiri.

Seperti diketahui, pemuda ini juga ikut mengintai di ruangan itu dan melihat semua apa yang telah terjadi. Diam-diam Beng San siap sedia untuk membantu kedua orang saudara Phang itu, akan tetapi melihat bahwa keduanya cukup tangguh untuk melawan Kwee Sin dan Kim-thouw Thian-li, dia merasa tidak enak juga untuk membantu.

Ketika Kim-thouw Thian-li bersuit memanggil anak buahnya, Beng San cepat berkelebat menghadang dan dua belas orang anak buah Ngo-lian-kauw itu semua dia robohkan dengan totokannya yang lihai sebelum orang-orang itu sempat melihatnya!

Ketika kembali mengintai, Beng San terkejut melihat dua orang saudara Phang sudah roboh pingsan. Cepat dia mengambil dua buah kerikil dan disambitkan ke arah lampu penerangan sehingga padam. Di dalam gelap itulah Beng San cepat melompat masuk, merobohkan Kim-thouw Thian-li dan Kwee Sin, kemudian sekaligus dia membawa keluar tubuh Kwee Sin dan dua orang saudara Phang!

Kepandaian pemuda ini sudah demikian tingginya, tenaganya luar biasa besarnya sehingga dengan mudah saja dia dapat membawa tubuh tiga orang itu sambil berlari-lari dan berlompatan.

Setelah meletakkan tubuh dua orang saudara Phang ke atas rumput di kebun kelenteng, Beng San lalu cepat membawa Kwee Sin keluar dari kota raja dengan kecepatan luar biasa. Setengah malam suntuk dia berlari terus dengan cepat, tidak berani berhenti karena maklum bahwa kehilangan Kwee Sin pasti akan menggegerkan kota raja dan sudah pasti Kim-thouw Thian-li akan mengerahkan anak buahnya melakukan pengejaran

Setelah malam berganti pagi dia sudah berada jauh sekali dari kota raja dan barulah dia berhenti di dalam sebuah hutan. Kwee Sin diturunkan dan segera dibebaskan dari totokan.

Tapi Kwee Sin merasa tubuhnya lemas dan belum kuat berdiri. Dengan amat terheran-heran Kwee Sin melihat bahwa orang yang menculiknya hanyalah seorang pemuda yang berpakaian seperti seorang pelajar. Bukan main kagum dan herannya, apalagi ketika pemuda itu menjura di depannya sambil berkata.

“Harap Kwee-enghiong suka memaafkan aku yang secara paksa telah membawa kau keluar dari kota raja.”

“Siapakah kau? Dan apa maksudmu membawaku ke tempat ini?”

Beng San tersenyum.
“Agaknya Kwee-enghiong takkan mengenal aku, biarpun aku menyebutkan nama. Aku membawa Kwee-enghiong keluar dari kota raja tak lain dengan maksud membawamu ke Hoa-san-pai. Ketahuilah bahwa hampir saja Hoa-san-pai dan Kun-lun-pai mengadakan pertempuran hebat diantara ketua mereka, baiknya aku masih sempat mencegah mereka dan aku berjanji akan membawamu ke Hoa-san-pai. Urusan permusuhan antara kedua partai itu semua adalah kau yang menjadi biang keladinya, maka apabila kau dapat mengaku terus terang tentang semua kejadian yang lalu, kukira permusuhan itu dapat dilenyapkan dan akan ternyatalah bahwa sebetulnya bukan kau yang melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap orang-orang Hoa-san-pai.”

Kwee Sin makin terheran.
“Bagaimana kau bisa tahu akan semua itu? Pihak Hoa-san-pai sudah yakin bahwa aku yang membunuh ayah nona Liem, aku pula yang menyebabkan kematian dua orang dari Hoa-san Sie-eng, kenapa kau bisa katakan bahwa bukan aku yang melakukan pembunuhan-pembunuhan?”

“Aku mempunyai teman-teman di Pek-lian-pai dan dari mereka inilah aku mendengar kejadian yang sebenarnya.”

“Ah….. jadi kau….. kau ini juga seorang peju….. eh, seorang pemberontak?” tanyanya gagap.

Beng San tersenyum mendengar kata-kata pejuang itu segera diganti pemberontak.
“Itulah kesalahanmu, Kwee-enghiong. Kau terpikat oleh Kim-thouw Thian-li dan jatuh di bawah pengaruhnya sehingga kau membantu Kerajaan Mongol, memusuhi para pejuang yang kau anggap pemberontak. Sayang sekali….. sayang seorang gagah seperti kau dapat terjerumus sedemikian dalam. Aku bukan seorang anggauta Pek-lian-pai biarpun aku kagum akan perjuangan mereka. Aku melakukan penculikan atas dirimu ini hanya untuk mencegah agar Kun-lun-pai tidak saling serang dengan Hoa-san-pai.”

Kwee Sin sudah pulih tenaganya dan dengan gagah dia berdiri lalu berkata,
“Baiklah. Seorang laki-laki harus berani mempertanggung jawabkan kesalahan dan perbuatannya. Marilah, bawa aku ke Hoa-san-pai, biar aku akan menanggung semua hukuman yang akan dijatuhkan kepadaku.”





Dua orang ini lalu berjalan menuju ke Hoa-san-pai. Diam-diam Beng San masih mengagumi sikap Kwee Sin dan makin menyesallah dia kalau teringat betapa pendekar Kun-lun-pai ini roboh karena pengaruh kecantikan seorang wanita jahat seperti Ngo-lian-kauw itu.

Di lain fihak, Kwee Sin tiada habis terheran-heran kalau melihat Beng San. Seorang pemuda yang masih hijau, kelihatannya lemah-lembut dan seperti seorang ahli sastra, bagaimana dapat memiliki kepandaian sehebat itu? Apalagi sekarang setelah mereka melakukan perjalanan biasa, pemuda itu sama sekali tidak kelihatan memiliki kepandaian tinggi. Benar-benarkah pemuda ini yang telah menculiknya? Hampir dia tak dapat mempercayainya.

Pada malam kedua, ketika keduanya bermalam di sebuah hutan, Kwee Sin rnenggunakan kepandaiannya meloncat ke atas pohon besar.

“Hiante, hutan ini kelihatannya penuh binatang liar, lebih baik kita bermalam di atas pohon ini Saja agar tidak terancam keselamatan kita. Kau naiklah kesini.”

la sengaja hendak mencoba kepandaian pemuda yang dia sangsikan itu. Andaikata dugaannya keliru dan ternyata pemuda ini tidak memiliki kepandaian, untuk apa dia harus mengalah dan menerima begitu saja dibawa ke Hoa-san?

Beng San tersenyum dan menggeleng kepalanya.
“Lebih enak tidur di bawah sini. Kalau Kwee-enghiong ingin tidur di atas pohon, silakan.”

Setelah berkata demikian, Beng San merebahkan diri bersandar pohon dan tak lama kemudian saking lelahnya, dia sudah tidur pulas.

Kwee Sin penasaran. Benarkah bocah seperti ini memiliki kepandaian? Jangan-jangan hanya pandai lari cepat saja. Setelah dia mengaso dan mengumpulkan tenaga menjelang fajar dilihatnya Beng San masih tidur enak di bawah pohon. Kwee Sin lalu mengerahkan tenaganya, menggunakan ginkangnya yang sudah tinggi tingkatnya itu meloncat dari atas pohon, jauh ke cabang pohon lain yang berdekatan, lalu dengan cepat tanpa mengeluarkan suara dia berlari terus kembali ke kota raja!

Kurang lebih dua li dia berlari. Tiba-tiba dia berhenti dan memandang terbelalak ke depan. Kiranya di depannya, di tengah jalan itu, Beng San sudah berdiri sambil tersenyum dan menjura.

“Kwee-enghiong, seorang laki-laki sudah berjanji kenapa hendak ditariknya kembali?”

Merah muka Kwee Sin. Teranglah bahwa ilmu ginkang pemuda ini jauh melebihi tingkatnya sampai-sampai dia tidak tahu bagaimana pemuda itu bisa berada disitu, padahal tadi dia tinggalkah dalam keadaan pulas!

Akan tetapi karena dia merasa penasaran dan memang maksud hati yang sesungguhnya untuk menguji apakah orang muda ini cukup berharga memaksanya pergi ke Hoa-san, Kwee Sin lalu berseru keras.

“Orang muda, kau memaksaku pergi ke Hoa-san, apakah yang kau andalkan? Sebagai seorang gagah, tentu saja aku takkan menarik kembali kata-kataku bahwa aku berani mempertanggung jawabkan perbuatanku. Akan tetapi aku tidak berjanji untuk menuruti kehendakmu, kecuali kalau kau mampu mengalahkan aku!”

Setelah berkata demikian, Kwee Sin mengeluarkan pedangnya yang ternyata masih berada di sarung pedangnya, entah siapa yang menyarungkannya kembali ketika dia dibawa lari oleh pemuda itu.

Beng San agak kaget, tapi lalu maklum. Tentu saja sebagai seorang pendekar, Kwee Sin merasa malu kalau berkunjung ke Hoa-san-pai di bawah paksaan seseorang yang tidak diketahui sampai dimana kepandaiannya.

“Ah, Kwee-enghiong mengapa berkata demikian? Aku memang seorang yang tidak mempunyai kepandaian, akan tetapi demi menjaga keutuhan Kun-lun-pai dan Hoa-san-pai, aku sudah berjanji akan mencari dan membawamu ke Hoa-san-pai untuk mempertanggung-jawabkan semua perbuatanmu. Andaikata kau hendak menggunakan kekerasan membangkang, terpaksa akupun melupakan kebodohan sendiri!”

“Bagus! Aku memang hendak mencoba sampai dimana kepandaianmu maka kau berani hendak memaksa Pek-lek-jiu Kwee Sin sesuka hatimu.” Kwee Sin menggerakkan pedang hendak menyerang.

Pada saat itu terdengar suara seorang laki-laki,
“Nona, aku tidak ingin bertempur denganmu……”

Suara itu diikuti munculnya seorang pemuda yang berlari cepat ke tempat itu. Ketika pemuda ini melihat Beng San, segera dia berhenti berlari dan berkata girang.

“Saudara Beng San…..!”

Akan tetapi alangkah kagetnya dan girangnya ketika pemuda itu menoleh kearah Kwee Sin. Sejenak dia tertegun, lalu berseru gagap,

“Kau….. kau….. Kwee-susiok (paman guru Kwee)…..'”

Kwee Sin menunda serangannya dan menoleh.
“Eh, bukankah kau Lim Kwi?”

Di dalam suara pendekar Kun-lun ini terkandung keharuan dan kedukaan besar. Paman guru dan keponakan ini saling pandang penuh pertanyaan, penuh perasaan haru campur duka bingung tak tahu harus berkata apa. Pada saat itu terdengar seruan seorang wanita.

“Jahanam Bun, hendak lari kemana kau?”

Dan muncullah Thio Eng, gadis baju hijau yang berlari cepat mengejar Bun Lim Kwi. Begitu sampai disitu. tanpa menoleh lagi kepada orang-orang lain, Thio Eng segera menusukkan pedangnya ke arah dada Bun Lim Kwi.

Pemuda ini masih tertegun dalam petemuannya dengan paman gurunya, juga memang dia sudah merasa sedih sekali oleh kejaran Thio Eng, maka agaknya tusukan pedang itu tidak dihiraukannya lagi dan tentu akan mengenai sasaran.

“Traaanggg’.”

Pedang Thio Eng terpental oleh tangkisan Kwee Sin yang tidak membiarkan murid keponakannya yang dia cinta itu ditikam begitu saja oleh seorang gadis. Berkilat mata Thio Eng ketika dia memandang kepada Kwee Sin, kemudian dia mengerling ke arah Beng San.

Kaget dan heran wajah gadis ini ketika mengenal Beng San, akan tetapi hatinya sudah terlalu panas dan marah sehingga dia tidak mempunyai kesempatan lagi untuk menegur Beng San.

“Siapakah kau? Mengapa kau mencampuri urusanku dengan musuhku ini?”

Kwee Sin tersenyum mengejek.
“Nona cilik, ada urusan boleh diurus, kenapa kau begini galak hendak merenggut nyawa Lim Kwi? Ketahuilah, aku adalah paman gurunya, tak mungkin aku mendiamkannya saja melihat kau hendak membunuh dia.”

Sejenak gadis itu tertegun mendengar orang ini mengaku paman guru Bun Lim Kwi, lalu matanya bersinar-sinar.

“Bagus…..!” la menoleh kepada Beng San lalu berkata, “Tan-koko (kakak Tan), bukankah dia ini Kwee Sin? Dan mengapa kau berada disini pula?”

“Adik Eng, aku….. aku hendak mengundang dia ke Hoa-san-pai.”

Gadis itu teringat akan janji Beng San kepada ketua Kun-lun-pai dan Hoa-san-pai, lalu katanya gemas,

“Kurasa tidak baik kau berdekatan dengan paman dan keponakan jahat ini. Mereka bukanlah orang baik. Kwee Sin inipun bukan manusia baik-baik. Lebih baik kubinasakan sekalian!”

Kembali pedangnya berkelebat dan sebuah serangan yang amat cepat dan ganas menyambar ke arah Kwee Sin dan Lim Kwi secara beruntun. Hebat sekali serangan ini sehingga Kwee Sin terpaksa mundur sambil menangkis keras. Kembali pedang Thio Eng terpental.

“Adik Eng yang baik, jangan…… Jangan terburu nafsu, segala urusan dapat dirunding! Urusanmu dengan saudara Bu Lim Kwi tentu diketahui baik oleh Kwee-enghiong ini, lebih baik kita mendengarkan keterangannya.”






No comments:

Post a Comment