Ads

Monday, December 24, 2018

Rajawali Emas Jilid 101

Ia telah tiba di dalam hutan malam tadi dan dari jauh ia sudah melihat kuil tua yang dijadikan tempat pertemuan orang-orang yang memusuhi Tan Beng San. Berdebar hatinya melihat beberapa orang di depan kuil dan mendengar suara pertengkaran.

Cepat ia menyusup-nyusup diantara pohon dan semak-semak mendekati tempat itu. Alangkah kaget dan herannya ketika ia melihat pemuda pesolek sombong itu berdiri di depan kuil berhadapan dengan sembilan orang yang semalam telah ia lihat di dalam kuil. Ia merasa kuatir sekali karena dapat menduga bahwa akhirnya sembilan orang penjahat itu toh akan mengganggu juga pemuda yang mereka anggap sebagai seorang anak murid Thai-san-pai.

Yang membuat Kun Hong mendongkol adalah melihat sikap pemuda itu sendiri. Di hadapan sembilan orang yang terkenal sebagai tokoh-tokoh kang-ouw dengan nama-nama menyeramkan, mengapa masih tersenyum-senyum dengan bibir yang selalu mengejek? Alangkah sombongnya!

Biarpun hatinya menjadi gemas dan ingin ia melihat pemuda pesolek macam ini menerima hajaran keras, namun mengingat bahwa pemuda itu boleh jadi benar-benar orang Thai-san-pai, tak enak kalau ia harus membiarkan saja pemuda itu dalam bahaya. Diam-diam Kun Hong bersiap sedia, kalau nanti melihat pemuda itu terancam, pasti ia akan keluar dan membantunya. Sementara itu, ia mencari persembunyian yang lebih dekat dan menonton.

Orang pendek gemuk bermuka kanak-kanak yang mengepalai rombongan sembilan orang itu terdengar berkata sambil tertawa,

“Orang muda, apakah niatmu menghadang kami disini? Siapakah kau?”

Pemuda itu dengan lagak sombong mengerutkan kening menjawab,
“Kong Houw perut gendut, tak usah kau berpura-pura lagi. Kau tahu bahwa aku datang dari Thai-san-pai, akulah anak murid Thai-san-pai.”

“Kau kenal namaku??” Si Gendut itu berseru kaget.

“Hemm, siapa tidak mengenal nama busukmu? Kau tokoh tertua dari Lam-thian Si-houw, di selatan menjadi momok yang ditakuti rakyat. Akan tetapi jangan kira Thai-san-pai takut kepadamu!”

Kang Houw melirik kepada teman-temannya, kemudian ia tertawa lagi dengan muka ramah dan berkata,

“Aha, kiranya saudara ini adalah orang Thai-san-pai. Bagus sekali, kalau begitu kita adalah orang-orang sendiri. Saudara muda, ketahuilah bahwa kami sembilan orang ini adalah orang-orang yang mengagumi ketuamu, Raja Pedang Tan-tai-hiap dan kami sengaja hendak pergi ke Thai-san untuk memberi selamat dan hormat atas pendirian Thai-san-pai. Harap kau orang muda jangan salah duga.”

Orang muda itu mencibirkan bibirnya, suatu kebiasaan yang memanaskan perut Kun Hong karena gerakan ini benar-benar membuat orang menjadi gemas dan mendongkol!

“Kang Houw perut gendut! Siapa sudi membeli daganganmu? Kalian hanya pura-pura saja hendak memberi selamat kepada Thai-san-pai, akan tetapi kalian sebetulnya adalah maling-maling kecil yang sudah mengilar begitu mengingat akan barang-barang sumbangan yang berada di meja penerimaan di Thai-san-pai! Siapa yang tidak tahu akan hal itu? Hemm, kalian ini sama dengan tikus-tikus kecil yang mau coba-coba meraba kumis harimau.”

Berubahlah sikap sembilan orang itu mendengar kata-kata ini, juga Kun Hong yang berada di tempat persembunyiannya tercengang keheranan. Bagaimana pemuda itu bisa tahu akan hal ini? Hatinya berdebar penuh dugaan. Jangan-jangan bayangan yang bergerak cepat seperti iblis malam tadi adalah dia ini! Mungkinkah pemuda sombong ini memiliki kepandaian begitu tinggi?

“Twako, ternyata dia mata-mata seperti yang kami sangka. Menghadapi bocah seperti ini perlu apa banyak bicara? Twako, biarlah kami berdua membereskannya disini, siapa yang akan tahu?” kata Kam Ki Hoat.

Ketika melihat Kang Houw si gendut muka kanan-kanak itu mengangguk perlahan, Kam Ki Hoat berkata kepada adiknya,

“Mari kita tamatkan setan ini.”

Dengan sikap mengancam dan menakutkan, kedua orang tinggi besar yang kelihatan amat kuat itu menghampiri pemuda yang tubuhnya kecil dan kelihatan lemah itu.

“Bocah yang telalu lebar telinganya, terlalu besar matanya dan terlalu lebar mulutnya! Bersiaplah menghadap raja akhirat!” teriak Kam Ki Hoat.





Kun Hong memandang tajam, akan tetapi melihat sikap yang tenang sekali dari pemuda itu, ia merasa yakin bahwa pemuda itu belum terancam bahaya, maka ia hanya memegangi dua buah batu kecil di kedua tangannya, siap menolong.

Pemuda itu benar-benar amat tenang menghadapi dua orang yang tinggi besar dan mengancamnya itu. Dengan tersenyum mengejek ia berkata,

“Dua ekor monyet besar menjual lagak. Siapa takut gertakanmu?”

Kam Ki Hoat dan Kam Siong berseru keras, dengan berbareng mereka maju menerjang dari kanan kiri. Kam Ki Hoat menggunakan gerakan Harimau Menerkam Domba, kedua tangannya meluncur kearah leher pemuda itu untuk memukul patah atau mencengkeramnya.

Dari kiri Kam Siong menggunakan gerakan Kilat Menyambar Batu, kedua tangannya yang terkepal sebesar kepala orang itu memukul bergantian kearah lambung dan ulu hati lawan.

Sekaligus pemuda itu diserang dari kanan kiri kearah atas dan bawah tubuhnya, dengan penyerangan yang dahsyat dan penuh tenaga yang amat kuat. Anehnya, pemuda itu diam saja tak bergerak, seakan-akan tidak tahu bahwa dia diserang orang dari kanan kiri!

Akan tetapi, ketika empat buah tangan itu sudah mendekati tubuhnya, tiba-tiba tubuhnya berkelebatan, tangan kakinya bergerak dan… dua orang saudara Kam itu berteriak kesakitan. Apa yang terjadi? Ternyata serangan Kam Hoat malah mengancam leher Kam Siong sedangkan pukulan-pukulan Kam Siong mengancam ulu hati dan lambung kakaknya!

Mereka kaget dan berusaha menarik kembali serangan, akan tetapi tetap saja masih saling menggebuk yang membuat keduanya terpental dan jatuh terduduk, saling memandang dengan mata melotot heran. Adapun pemuda itu masih berdiri di tempat tadi, tersenyum penuh ejekan yang memanaskan perut.

Tujuh orang lainnya yang melihat ini, menjadi terbelalak, terheran-heran karena mereka tidak dapat melihat nyata gerakan pemuda itu, tahu-tahu dua orang saudara Kam sudah saling memukul sendiri. Gilakah dua orang saudara Kam itu? Ataukah memang tadi gerakan mereka itu keliru dan justeru saling bertentangan?

Hanya Kun Hong yang diam-diam kagum sekali juga kaget karena ternyata olehnya bahwa pemuda itu benar-benar seorang yang pandai sekali. Sekarang makin besar dugaannya bahwa bayangan hitam tadi tentulah pemuda ini pula orangnya. Ia tidak mengenal gerakan Si Pemuda ketika menjatuhkan kedua lawan tadi, akan tetapi dapat mengikuti dengan pandang matanya dan ia tahu bahwa pemuda itu menggunakan kelincahannya dan ilmu “menggunakan sedikit tenaga meminjam tenaga lawan”, sambil mengelak cepat sekali ia menggencet kaki kedua lawannya bergantian selagi kedua lawan itu menyerang, melejit ke kanan mendorong Kam Ki Hiat ke depan sehingga tak dapat dicegah lagu kedua saudara itu berubah arah penyerangan mereka dan terjadi saling gebuk sendiri!

Tentu saja Kam Ki Hoat dan Kam Siong marah sekali, juga malu karena terang-terangan mereka tadi dipermainkan oleh pemuda itu. Sambil mengeluarkan gerengan seperti macan kelaparan, keduanya menerjang kembali dari kanan kiri.

Kam Ki Hoat mengeluarkan ilmu tendangan yang jarang dapat dihadapi lawan, tendangan geledek yang akan dapat menumbangkan sebatang pohon besar. Sedangkan dari kiri Kam Siong juga mengeluarkan ilmu pukulannya, pukulan geledek yang akan dapat meremukkan kepala seekor harimau! Pendeknya, sekali ini dua orang saudara ini hendak menghancurkan tubuh pemuda kurus itu dari atas dan bawah agar menjadi hancur dan lumat seperti tahu dicacah!

Seperti juga tadi, pemuda itu kelihatannya tenang dan sama sekali tidak bergerak dari tempatnya. Kini tujuh orang penjahat lainnya memandang penuh perhatian. Takkan salah lagi, pikir mereka, sekarang pemuda ini pasti akan mampus!

Hanya Kun Hong yang diam-diam tersenyum karena timbul kekaguman dan kepercayaan besar dalam hatinya terhadap kelihaian pemuda ini. Ia juga memandang penuh perhatian, ingin sekali melihat dengan cara bagaimana pemuda ini akan mengalahkan lawan-lawannya. Dan ia kembali kagum sekali melihat cara pemuda itu berkelebat mengelak sambil mengerahkan ginkangnya, menyelinap diantara pukulan dan tendangan.

Ketika kaki Kam Ki Hoat menyambar lewat, tangan kirinya bergerak menangkap tumit lawan dan mendorong, dan pada saat yang hampir bersamaan, pukulan geledek Kam Siong juga meluncur lewat, tangan kanannya bergerak menangkap pergelangan tangan itu dan mendorong.

Akibatnya… tubuh Kam Ki Hoat terlempar ke atas sampai tiga meter sedangkan tubuh Kam Siong terdorong ke depan berjungkir-balik dan terguling-guling sampai lima enam meter!

Kedua orang ini agak nanar, menggerak-gerakkan kepala dengan mata menjuling dan berkunang-kunang. Beberapa lama kemudian keduanya dapat merangkak bangun dan kemarahan mereka memuncak. Tampak benda berkilat ketika kedua orang saudara Kam ini mencabut golok mereka yang besar, tajam dan meruncing.

“Bocah iblis, rasakan pembalasanku!” Kam Ki Hoat berteriak sambil lari menerjang.

“Mampus, kau setan!” Kam Siong juga berseru marah sambil memutar-mutar goloknya menyerang.

Agak kuatir juga hati Kun Hong melihat betapa dua orang tinggi besar itu mainkan golok yang demikian tajamnya. Mengerikan sekali. Apalagi karena ia dapat melihat bahwa ilmu mereka bermain golok agaknya lebih lihai daripada ilmu pukulan mereka. Bagaikan kilat menyambar-nyambar, dua batang golok itu menyerang dari kanan kiri, sedangkan pemuda itu tetap saja bertangan kosong, tidak mau mencabut pedangnya dan malah enak-enak saja menanti datangnya dua batang golok yang mengancamnya!

Penyerangan maut kali ini akibatnya hebat sekali. Tujuh orang penjahat itu sampai terbelalak mata mereka saking kaget dan herannya. Hanya tampak dua tubuh saudara Kam yang tinggi besar itu seperti bola-bola ditendang melayang ke arah pohon besar, disusul melayangnya dua benda gemerlapan dan tahu-tahu dua orang saudara Kam itu telah tergantung di batang pohon dengan leher baju terpantek pada batang itu oleh golok mereka sendiri!

Agaknya pemuda yang aneh dan luar biasa itu secara cepat bukan main telah berhasil melontarkan tubuh mereka kearah pohon sambil merampas golok, kemudian menggunakan golok-golok itu sebagai golok terbang yang langsung memantek dua orang tinggi besar itu melalui leher baju mereka. Kini tubuh dua orang itu tergantung, kedua kaki mereka bergerak-gerak dan mereka kelihatan ketakutan sekali karena golok mereka sendiri begitu dekat dengan leher!

Kun Hong mengerutkan keningnya. Hatinya memang girang sekali melihat bahwa pemuda ini walaupun sombong, kiranya tidak kejam dan tidak mau menbunuh atau melukai berat kepada lawan. Akan tetapi diam-diam ia mulai ragu apakah perlu ia membantu karena melihat gerakan-gerakan tadi, terutama ketika menyambit dengan golok-golok itu, ia sangsi apakah dia sendiri becus melakukannya.

Kun Hong sangsi apakah dia sendiri mampu mengalahkan pemuda yang benar-benar luar biasa ini. Tak terasa lagi dua buah batu yang tadi dipegangnya dalam persiapan menolong, terlepas dari tangannya dan ia menonton lagi dengan penuh perhatian dan dengan hati tertarik.

Tiba-tiba dua bayangan orang melesat kearah pohon itu dan cepat sekali dua bayangan itu telah melayang turun lagi sambil mengempit tubuh kedua saudara Kam dan memegang golok yang tadi memantek dua orang ini pada pohon.

Hebat gerakan itu, sekaligus melayang, mencabut golok dan mengempit orang sambil melayang turun kembali. Kiranya dua orang ini adalah dua orang diantara Hui-liong Sam-heng-te. Setelah menurunkan kedua orang saudara Kam itu, tiga orang kakak beradik Si Naga Terbang ini maju menghampiri pemuda tadi.

Sikap mereka tenang akan tetapi pandang mata mereka penuh ancaman. Tiga orang ini berusia empat puluh tahun lebih, bertubuh kurus-kurus sesuai dengan keahlian mereka, yaitu ilmu meringankan tubuh yang membuat mereka dijuluki Naga Terbang. Mereka ini adalah kakak beradik she Cong berasal dari daerah Kang-lam dan nama mereka sudah amat terkenal di dunia kang-ouw sebagai ahli-ahli ginkang dan ahli pedang yang jarang bandingnya.

Pemuda itu tersenyum.
“Ah, pantas kalian dijuluki Hui-liong (Naga Terbang), hanya sayang bahwa julukan itu terlalu muluk untuk tiga saudara maling kecil. Sayang orang-orang yang sudah memiliki kepandaian sebaik itu merusak nama sendiri dan menjadi maling-maling tak tahu malu.”

Tiga orang itu kaget juga. Pemuda ini kelihatannya masih hijau, akan tetapi ternyata sudah mengenal nama mereka. Apakah karena nama mereka yang sudah terlalu populer. Akan tetapi berbareng mereka juga merasa marah sekali dimaki sebagai maling-maling kecil.

“Bocah bermulut lancang! Kami Hui-liong Sam-heng-te bukanlah maling-maling kecil, keparat!”






No comments:

Post a Comment