Ads

Saturday, December 15, 2018

Rajawali Emas Jilid 083

Seorang diantara tujuh jagoan pengawal Pangeran itu melompat maju, dan orang ini usianya sudah lewat lima puluh tahun, mukanya merah dan matanya jelas membayangkan bahwa dia adalah seorang pemarah dan sombong. Dia inilah yang terkenal dengan julukan Sin-toa-to (Golok Besar Sakti) bernama Liong Ki Nam. Di daerah Selatan namanya sudah amat terkenal dan ilmu goloknya memang hebat, boleh dibilang belum pernah ia menemui tandingan. Watak orang ini memang paling berangasan dari teman-temannya, maka melihat sikap tiga orang muda dan mendengar jawaban Kun Hong tadi, ia segera memaki,

“Bocah! Kau diberi hati makin melonjak, Pangeran telah berlaku baik hati dan menghormat, kau malah makin besar kepala. Kau berani membantah perintah Pangeran, berarti memberontak! Apakah kau sudah bosan hidup?”

Sementara itu, Pangeran Kian Bun Ti nampak kesal, lalu berkata kepada tujuh orang jagoannya,

“Harap para busu membereskan ini, aku menanti kabar.”

Tanpa menoleh lagi kepada Kun Hong atau kepada dua orang dara remaja itu, Pangeran ini membalikkan tubuh dan dengan langkah yang membayangkan keagungan seorang calon kaisar, Pangeran ini memasuki rumah gedung.

Setelah Pangeran itu pergi, tosu rambut panjang, Thian It Tosu, mendekati Kun Hong dan berkata dengan suara halus,

“Orang muda, harap kau pikirkan baik-baik dan jangan membawa kemauan sendiri yang tidak wajar. Ingatlah, semua orang muda, bahkan yang tua-tua sekalipun, diseluruh negeri akan mengiri kalau melihat peruntunganmu yang amat bagus ini. Kau diangkat menjadi pembesar dalam istana dan dua orang keponakanmu dapat merebut hati Pangeran Mahkota. Siapa tahu kelak kalau Pangeran telah menjadi kaisar, dua orang keponakanmu itu akan tetap menjadi kekasih, tentu kau akan diangkat menjadi menteri!”

Kun Hong tersenyum lemah dan menggerakkan kepala.
“Tidak bisa, To-tiang. Sama sekali aku tidak bermaksud membantah Pangeran, apalagi memberontak. Akan tetapi sungguh-sungguh aku tidak bisa menerima jabatan karena aku memang tidak suka menjadi pembesar. Adapun tentang persoalan jodoh, kedua orang keponakanku ini mempunyai orang tua-orang tua, bagaimana aku berani melancangi mereka?”

“Eh, bocah goblok. Kau masih berkepala batu?” Sin-toa-to Liong Ki Nam lagi-lagi membentak dengan mata melotot. “Tidak usah banyak cerewet, pilih mana. Kau dan dua orang nona ini menurut dan menerima kemuliaan ataukah kalian ditangkap dan dijebloskan dalam penjara, mungkin dihukum penggal kepala!”

Tentu saja Kun Hong tidak takut mendengar ancaman maut ini. Baginya, tidak ada di dunia ini sesuatu yang dapat menimbulkan takut dalam hatinya asalkan ia yakin akan kebenarannya. Dan dalam hal ini ia sama sekali tidak merasa telah melakukan sesuatu kesalahan. Ia menarik napas panjang dan berkata,

“Belum pernah aku mendengar tentang pinangan dan pemberian anugerah yang bersifat paksaan. Baru saja dua orang keponakanku telah menolong pangeran dari bahaya maut akibat penyerangan dua orang jahat, akan tetapi sekarang dua orang keponakanku hendak dipaksa menjadi selir dengan ancaman hukuman penjara kalau tidak mau menurut. Benar-benar di tempat yang mewah ini tidak dikenal lagi kebenaran dan keadilan!”

Tujuh orang jagoan itu tertawa, agaknya geli mendengar ucapan ini, Malah Thian It Tosu lalu berkata,

“Orang muda, kau benar-benar seperti katak dalam tempurung, berlagak pintar akan tetapi bodoh. Kau tidak tahu sampai dimana kekuasaan Pangeran Mahkota. Beliau adalah calon kaisar tahukah kau? Mana bisa orang jahat sembarangan hendak menyerang dan membunuh beliau? Kau kira kedua keponakanmu tadi menolong Pangeran dari penyerangan orang jahat? Ha-ha. Sebenarnya hanya karena Pangeran yang suka melihat dua orang gadis ini, ingin menguji sampai dimana tinggi kepandaian kedua Nona ini.”

Tosu itu bertepuk tangan dan dari luar berlari datang dua orang yang lalu menjatuhkan diri berlutut di depan tujuh orang jagoan itu. Ketika Kun Hong dan dua orang keponakannya memandang, mereka ini kaget sekali karena mengenal bahwa dua orang yang baru datang ini bukan lain adalah… dua orang “penjahat” yang tadi menyerang Pangeran dan dihajar oleh Li Eng dan Hui Cu!

Kun Hong bengong, dan tahulah ia sekarang bahwa kiranya Pangeran hanya ingin menguji kepandaian dua orang keponakannya. Selagi ia kebingungan mengingat urusan sulit yang dihadapinya, terdengar Li Eng membentak keras dan mencabut pedangnya.

“Aturan mana semua ini? Biar Pangeran sekalipun, tidak boleh memaksa orang lain sesuka hatinya. Kami tidak sudi menuruti kehendak Pangeran, habis kalian ini mau apa?”





Dengan gagah gadis ini berdiri tegak dengan pedang di tangan kanan dan sabuk sutera ditangan kiri, memasang kuda-kuda dan perbuatannya ini segera diturut oleh Hui Cu.

“Li Eng, jangan….” Kun Hong mencegah.

“Paman Hong, betapapun baik dan sabar hati orang, tak mungkih bisa memenuhi kehendakmu, mau diperhina oleh orang lain. Kita menolak paksaan mereka dan kalau mereka hendak menggunakan kekerasan, boleh dilihat. Orang-orang dari Hoa-san-pai bukanlah sebangsa pengecut yang takut mati demi membela kebenaran!”

Suara Lie Eng penuh semangat dan baru kali ini terhadap Kun Hong ia bicara keras dan sungguh-sungguh.

“Kalian tidak boleh membunuh orang!” kata pula Kun Hong ketika melihat dua orang dara remaja itu sudah siap dengan pedang mereka dan tujuh orang jagoan itupun tampaknya sudah siap untuk turun tangan.

“Kalau orang lain hendak mencelakakan kita, masa kita harus diam saja? Kalau orang lain hendak membunuh kita, masa kita harus mandah saja?” kata pula Li Eng penasaran.

“Lebih baik dibunuh daripada membunuh!” Kun Hong tetap membantah.

Sementara itu, tujuh orang jagoan itu saling pandang dan mereka ini rata-rata memandang rendah kepada Li Eng dan Hui Cu. Harus diketahui bahwa tujuh orang ini adalah tokoh-tokoh besar yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Mereka bukanlah jago-jago biasa macam dua orang yang tadi pura-pura menyerang Pangeran, melainkan tokoh-tokoh yang benar-benar termasuk ahli silat kelas tinggi.

Tiat-jiu Souw Ki yang bermuka hitam dan tinggi besar adalah seorang bajak tungal yang dahulu namanya malah lebih tenar daripada nama Ho-hai Sam-ong, tiga raja bajak di Huang-ho itu. Sesuai dengan nama. julukannya, Tiat-jiu berarti Kepalan Besi, tenaga luar dari tubuhnya hebat sekali, kepalan tangannya juga sekeras besi sehingga orang kata sekali pukul ia mampu membikin remuk kepala seekor harimau. Di samping kedahsyatan pukulan tangannya ini, iapun seorang ahli bermain silat ruyung dengan ruyung bajanya yang besar dan berat.

Thian It Tosu adalah seorang tosu yang tingkatnya sudah tinggi di perkumpulan Ngo-lian-kauw, boleh dibilang merupakan tangan kanan dari Ketua Ngo-lian-kauwcu Kim-thouw Thian-li. Thian-It Tosu ini selain ilmu silatnya tinggi, tenaga dalam di tubuhnya amat kuat, juga sebagai seorang tosu ia mahir ilmu sihir dari Ngo-lian-kauw.

Semenjak dahulu (baca cerita Raja Pedang) perkumpulan Ngo-lian-kauw ini memang selalu mencari kesempatan baik untuk menempel pihak yang menang, merupakan perkumpulan yang bersifat plin-plan. Sekarang, melihat betapa Pangeran Kian Bun Ti merupakan satu-satunya orang terkuat untuk menjadi calon pengganti Kaisar, perkumpulan ini tidak menyia-nyiakan kesempatan, lalu menempel Pangeran ini malah Thian It Tosu sendiri sebagai tokoh besar Ngo-lian-kauw masuk menjadi pengawal Pangeran Kian Bun Ti.

Orang ketiga dan keempat dari tujuh jagoan istana ini adalah sepasang saudara kembar dari Ho-pak. Dua orang yang usianya empat puluh lima tahun ini mempunyai muka yang sama bentuknya sehingga orang luar akan sukar untuk membedakan mereka kalau saja muka mereka tidak berbeda warnanya. Bu Sek, yang tua bermuka kuning sedangkan Bu Tai yang kedua, bermuka merah.

Mereka berdua ini terkenal dengan sebutan Ho-pak Siang-sai (Sepasang Singa dari Ho-pak) dan ilmu pedang mereka amat terkenal sebagai ilmu pedang warisan dari keluarga Bu yang sudah turun-temurun menjadi panglima perang. Apalagi kalau sepasang saudara kembar ini maju bersama, ilmu pedang mereka menjadi ilmu pedang pasangan yang amat sukar dilawan, karena sebagai saudara kembar, mereka tidak saja memiliki persamaan dalam segala gerak-gerik, juga mereka mempunyai hubungan rasa yang amat erat sehingga permainan ilmu pedang mereka dapat digabung menjadi satu seolah-olah hanya seorang saja yang mainkan dua buah pedang.

Orang kelima adalah seorang kakek yang memegang sebuah tongkat bengkok, tongkat hitam yang terbuat dari kayu yang aneh dan kelihatan seperti sebatang tongkat pengemis. Kakek ini pendiam dan kelihatan selalu seperti orang yang kurang semangat dan mengantuk, sama sekali tidak patut kalau disebut seorang jagoan. Usianya sudah enam puluh lima tahun lebih.

Akan tetapi jangan dikira bahwa dia itu kurang bersemangat atau lemah. Kalau orang mendengar namanya, apalagi orang-orang kang-ouw tentu akan kaget setengah mati karena dia ini bukan lain adalah Bhong-lo-koai yang terkenal disebut Koai-tung (Tongkat Gila). Ilmu tongkatnya, untuk bagian tenggara tidak ada yang dapat menandingi!

Orang keenam adalah orang yang paling berangasan dan sombong, yaitu si ahli golok Sin-toa-to Liong Ki Nam. Usianya sudah lima puluh tahun akan tetapi ia terkenal pemarah dan bertenaga besar. Juga dia ini memiliki ilmu golok tunggal yang tidak dikenal asal-usulnya. Dahulunya Sin-toa-to Liong Ki Nam ini adalah seorang guru silat bayaran. Akan tetapi ternyata ia hanya memeras uang dari orang-orang kaya dan tidak pernah menurunkan ilmunya yang terkenal, yaitu ilmu goloknya. Ia hanya menurunkan ilmu silat pasaran saja sehingga tak pernah ia mempunyai murid yang berarti.

Betapapun juga, tidak ada orang berani mengganggu murid-muridnya itu, karena biarpun Si Murid ini tidak memiliki kepandaian berarti, sebaliknya Liong Ki Nam ini betul-betul seorang yang tangguh dan kosen, sukar dikalahkan.

Akhirnya ia ditarik oleh Pangeran Kian Bun Ti dan dijadikan pengawal. Orang ketujuh adalah orang yang paling kuat, usianya sudah enam puluh tahun lebih dan dialah yang paling aneh diantara tujuh jagoan ini. Orangnya tinggi kurus, sudah tua tapi pakaiannya selalu serba merah!

Melihat mukanya yang terus-menerus tersenyum-senyum dan kalau bicara lucu, orang lain takkan menyangka bahwa dia seorang tokoh yang dihormati di istana. Kiranya lebih patut kalau ia dianggap orang yang miring otaknya. Akan tetapi kalau ada yang mendengar namanya, yaitu Ang-moko (Setan Merah), orang akan bergidik mengingat akan kekejaman orang ini yang dapat membunuh orang sambil tersenyum-senyum seperti orang menyembelih ayam saja!

Jangan dikira bahwa Ang-moko ini tidak lihai dan kalah oleh enam orang yang lain itu. Biarpun ia tidak pernah kelihatan membawa senjata namun ilmu kepandaiannya ternyata malah paling tinggi diantara mereka yang berada disitu. Dan dalam hal kekejaman dan ketenaran namanya dia hanyalah di bawah tokoh-tokoh seperti Song-bun-kwi, Siauw-ong-kwi, Swi Lek Hosiang dan Hek-hwa Kui-bo, yaitu empat besar di dunia persilatan!

Demikianlah kedaan tujuh orang pengawal atau pembantu Pangeran Kian Bun Ti, maka juga tidaklah terlalu mengherankan apabila mereka ini sebagai tokoh tua memandang rendah kepada Li Eng dan Hui Cu yang masih belum ada nama. Kemenangan dua orang dara ini atas diri dua orang yang tadi pura-pura menyerang Pangeran, tidaklah berkesan apa-apa kepada mereka karena tingkat kepandaian dua orang inipun hanya patut menjadi murid mereka.

Mendengar ucapan Li Eng dan melihat sikap dua orang gadis yang menantang itu, Sin-toa-to Liong Ki Nam yang berangasan itu tak dapat menahannya lagi. Ia melangkah maju dan membentak,

“Bocah cilik, kalian sombong sekali! Lebih baik lekas kau berlutut dan mentaati perintah Pangeran, jangan sampai membuat guru besarmu ini marah dan kehabisan kesabaran, lalu turun tangan kepadamu.”

Li Eng adalah seorang yang juga memiliki kekerasan hati. Dengan mata berkilat ia memandang Liong Ki Nam, lalu mengeluarkan dengus mengejek dan berkata,

“Keledai sombong! Keluarkan golok babimu itu, kutanggung dalam beberapa jurus kau akan minta ampun kepadaku!”

Berdiri alis Liong Ki Nam.
“Keparat, gadis liar! Kau tidak tahu siapa aku? Akulah Sin-toa-to Liong Ki Nam! Golok saktiku ini kalau sudah kucabut harus membikin melayang jiwa orang, dan kau berani menyebutnya golok babi?”

“Hi-hik, mungkin untuk menyembelih babi juga kurang tajam. Entah kalau untuk memotong leher ayam. Eh, manusia sombong, tentu sudah banyak jiwa ayam kau bikin melayang dengan golokmu itu, ya? Asal jangan ayam tetangga masih boleh juga,” Li Eng melampiaskan kemarahannya dengan cara mengejek dan menghina.






No comments:

Post a Comment