Ads

Thursday, November 22, 2018

Rajawali Emas Jilid 043

Akan tetapi sekarang ia dikeroyok dua oleh dua orang lawan yang bukan orang sembarangan. Song-bun-kwi Kwee Lun adalah seorang tokoh kenamaan, malah tokoh nomor satu dari barat yang selain memiliki ilmu silat yang tinggi dan sakti, juga telah mendapatkan ilmu silat pedang Yang-sin Kiam-sut.

Di dunia kang-ouw jarang ada yang dapat menandinginya. Adapun orang kedua biarpun tidak ternama dan hanya merupakan murid Hoa-san-pai, akan tetapi Kwa Hong sekarang sama sekali tidak boleh disamakan dengan Kwa Hong dahulu ketika menjadi murid Hoa-san-pai. Kwa Hong telah mempelajari ilmu dari Koai Atong, terutama Jing-tok-ciang dan di samping ini yang membuat ia sekarang sekaligus berubah menjadi seorang yang luar biasa adalah ilmu silat yang ia petik bersama Koai Atong dari gerakan-gerakan rajawali emas yang sekarang menjadi teman dan binatang tunggangannya.

Li Cu maklum bahwa kepandaian dua orang ini hebat sekali. Ketika ia ingat bahwa pedang di tangan Kwa Hong ternyata sebatang pedang pusaka yang ampuh, ia kuatir kalau-kalau ayahnya akan terdesak dan rusak pedangnya. Maka ia segera berseru,

“Ayah, kau pergunakan Liong-cu-kiam ini!”

Karena Cia Hui Gan juga seorang yang bermata awas dan tadi dapat melihat betapa pedang Kwa Hong dapat menandingi Liong-cu-kiam, ia tidak mau banyak sungkan lagi. Diterimanya pedang Liong-cu-kiam pendek itu dengan tangan kirinya, lalu ia berseru,

“Li Cu, bawa Beng San pergi dari sini. Biar aku menandingi dua iblis jahat ini!”

Akan tetapi Li Cu sendiri adalah seorang pendekar yang berhati baja, mana dia sudi meninggalkan ayahnya terancam bahaya dan melarikan diri?

“Tidak, Ayah. Mati hidup aku harus bersamamu, aku harus membantumu. Berikan pedangmu kepadaku!”

“Jangan, Li Cu. Untuk menghadapi dua ekor manusia binatang ini aku sendirian sanggup. Kau bawa pergi Beng San, selamatkan dia lebih dulu!”

Li Cu ragu-ragu dan sejenak ia berdiri memandang, betul saja, biarpun dikeroyok dua, sepasang pedang di tangan ayahnya itu benar-benar hebat, merupakan dua gulung sinar pedang yang berlainan warna, menyambar-nyambar laksana naga di angkasa raya.

Ilmu pedang ayahnya benar-benar sudah sampai di puncaknya. Hebat bukan main sampai Li Cu dalam suasana tegang itu menjadi kagum akan keindahan Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut yang dimainkan ayahnya.

Andaikata Song-bun-kwi dan Kwa Hong mengeroyoknya tidak menggunakan pedang, kiranya takkan mungkin Cia Hui Gan kuat mempertahankan diri. Tingkat kepandaian Song-bun-kwi tidak lebih bawah daripada tingkatnya sendiri, adapun wanita muda itu benar-benar memiliki ilmu silat yang aneh dan mujijat sekali.

Baiknya kedua orang itupun bermain pedang, sedangkan senjata pedang adalah permainan Cia Hui Gan semenjak kecil, yang menjadi keahliannya sehingga ia dijuluki Raja Pedang, maka menghadapi permainan pedang kedua lawannya, Hui Gan merasa lebih mudah untuk tidak saja mempertahankan diri, malah mendesak dengan jurus-jurus yang lihai.

Selagi Li Cu berdiam bimbang, tiba-tiba terdengar suara bentakan orang,
“Li Cu, kau benar-benar membikin malu aku yang menjadi kekasihmu!” Li Cu kaget sekali karena tiba-tiba muncul Tan Beng Kui bersama Hek-hwa Kui-bo!

Hek-hwa Kui-bo segera menghunus pedang dan menyerbu ke dalam pertempuran sambil berseru kepada Song-bun-kwi,

“Hi-hi-hi, tua bangka keparat, jangan kau perlihatkan sendiri kelihaian Yang-sin-kiam. Mana lebih hebat dengan Im-sin-kiam ilmuku?”

Seperti kita ketahui dalam cerita Raja Pedang, kalau Song-bun-kwi dapat merampas kitab pelajaran Ilmu Pedang Yang-sin-kiam, adalah Hek-hwa Kui-bo ini berhasil merarnpas kitab pasangannya, yaitu yang mengandung pelajaran Ilmu Pedang Im-sin-kiam!

Dengan munculnya ahli Im-sin-kiam ini, boleh dibilang Cia Hui Gan menghadapi pasangan ilmu Pedang Im-yang Sin-kiam-Sut yang hebat bukan main. Tentu saja ilmu pedang ini tidak sehebat kalau dimainkan oleh satu orang seperti Beng San sebelum ia kehilangan ingatannya. Betapapun juga, dalam gebrakan-gebrakan pertama saja sudah terlihat betapa Cia Hui Gan menjadi sibuk menghadapi serangan-serangan pasangan dari dua orang tokoh ilmu silat kelas tinggi itu!





Li Cu kaget bukan main melihat kedatangan bekas suheng dan tunangannya beserta Hek-hwa Kui-bo itu. Ini berarti bertambahnya pihak lawan yang amat tangguh. Juga di samping kekuatirannya, ia menjadi marah sekali kepada Beng Kui.

Tanpa banyak cakap lagi ia segera menerjang bekas tunangannya itu dengan pukulan-pukulan maut. Ia merasa menyesal sekali bahwa ia masih belum sempat mengambil pedang lain setelah Liong-cu-kiam dipinjamkan kepada ayahnya.

“Ha-ha, Li Cu. Kau tak tahu malu, melarikan laki-laki. Hah, perbuatan rendah dan hina,”

“Tutup mulut dan jangan mencampuri urusanku!” bentak Li Cu makin marah dan memperhebat serangannya.

Akan tetapi dengan mudah Beng Kui dapat mengelak. Memang tingkat kepandaian Beng Kui lebih tinggi daripada kepandaian Li Cu, apalagi memang dahulu seringkali ia melatih ilmu silat kepada bekas sumoinya ini, maka gerakan-gerakan Li Cu ia sudah hafal benar.

Tiba-tiba Beng San datang berlari-lari dengan maksud hendak melerai mereka berdua yang sedang bertanding. Sejak tadi ia mendengarkan semua percekcokan dengan pikiran bingung dan hati berdebar. Ia menganggap mereka semua itu juga “isterinya”, bicara tidak karuan.

Selagi ia mengerahkan pikirannya untuk menyelami maksud semua percakapan yang ganjil itu, tiba-tiba muncul Tan Beng Kui dan di dalam kebingungannya ternyata ia masih dapat ingat dan kenal kepada kakak kandungnya ini. Sekarang kakak kandungnya itu bertempur melawan isterinya, tentu saja ia menjadi makin bingung dan cepat lari menghampiri untuk mencegah.

“Kui-ko… jangan berkelahi dengan dia. Dia itu isteriku!” tegurnya sambil menggerakkan kedua tangan ke atas untuk mencegah.

“Aha, sudah menjadi isterinya, ya? Sejak kapan?” Beng Kui mengejek sambil memandang kepada Li Cu,


Gadis ini menjadi merah mukanya, akan tetapi ia mengedikkan kepala dan menjawab lantang,

“Kalau betul kau mau apa? Bukan urusanmu!”

“Bi Goat, dia ini adalah kakak kandungku, jangan kau bertengkar kepadanya,” kata pula Beng San, suaranya penuh permohonan.

“Ha-ha-ha-ha, menjadi isteri seorang gila”

Beng Kui tertawa dan mengejek lagi, kemudian tiba-tiba tangannya menghantam ke depan, tepat mengeriai dada Beng San,

“Blukk!”

Tubuh Beng San terlempar sampai beberapa meter jauhnya dan jatuh terguling. Akan tetapi ia segera bangun kembali dan bertanya dengan mata terbelalak heran.

“Kui-ko, kenapa kau memukulku?” tanyanya berulang-ulang sambil melangkah maju lagi.

Beng Kui tadinya girang karena kini mendapat kenyataan bahwa adik kandungnya yang dahulu lihai itu sekarang benar-benar telah kehilangan kepandaiannya. Tadinya ketika mendengar berita ini ia masih ragu-ragu. Ketika tadi ia mendengar Beng San mengaku Li Cu sebagai isteri dan menyebutnya “Bi Goat”, ia tahu bahwa adiknya benar-benar telah kehilangan ingatan.

Akan tetapi hal ini belum berarti kehilangan kepandaian, maka untuk mencobanya ia cepat memukul. Pukulan ini cepat dan tak terduga-duga sehingga Li Cu sendiri tidak sempat mencegah. Giranglah hati Beng Kui melihat pukulannya tepat dan membuat adik yang ditakuti itu terlempar dan bergulingan, akan tetapi ia kaget bukan main melihat Beng San bangun lagi dan tidak apa-apa.

Padahal pukulannya tadi ia lakukan dengan pengerahan tenaga Iwee-kang. Ia tidak tahu bahwa tenaga Iwee-kang dan hawa murni di tubuh Beng San masih ada dan secara otomatis bergerak melindungi bagian yang terpukul. Ia mengira bahwa Beng San masih lihai seperti dulu.

Akan tetapi melihat sikap Beng San dan mendengar pertanyaan yang berkali-kali itu ia dapat menduga bahwa Beng San masih dilindungi oleh hawa murni di tubuhnya, tapi takkan dapat mempergunakan hawa dan tenaganya untuk menyerang karena semua ilmu telah dilupakannya.

Sementara itu Li Cu marah bukan main melihat Beng San dipukul tadi. Juga ia merasa kuatir kalau-kalau Beng San terluka parah, biarpun ia melihat Beng San sudah bangkit kembali dan malah mendekati Beng Kui. Karena kuatir kalau Beng Kui memukul lagi, Li Cu mendahuluinya dan menyerang hebat. Beng Kui tertawa-tawa dan segera melayaninya. Adapun Beng San berteriak-teriak mencegah mereka bertempur.

Hati Li Cu gelisah bukan main. Biarpun ia sedang berhantam dengan Beng Kui, namun ia dapat menangkap dengan pendengaran telinganya yang tajam bahwa keadaan ayahnya mulai terdesak hebat. Hal ini mengguncangkan hatinya dan mengacaukan gerakan kaki tangannya.

“Beng Kui anak durhaka! Lepaskan Li Cu!” tiba-tiba Cia Hui Gan berteriak keras. “Li Cu, bawa Beng San pergi jauh-jauh!”

Akan tetapi kata-katanya itu disambut dengan ketawa mengejek oleh Beng Kui, Cia Hui Gan tidak berdaya menolong puterinya karena tiga orang lawannya makin hebat mendesaknya.

Rupanya karena maklum bahwa mereka menghadapi lawan yang amat tangguh, Hek-hwa Kui-bo dan Song-bun-kwi dapat bekerja sama dan mempergunakan Yang-sin Kiam-sut dan Im-sin Kiam-sut untuk mengeroyok jago pedang itu. Sedangkan Kwa Hong dengan ilmu silatnya yang tidak karuan namun dahsyat sekali, terus melancarkan serangan-serangan maut.

Li Cu makin gelisah dan kesempatan ini dipergunakan dengan baik oleh Beng Kui. Sebuah tendangan pada sambungan lutut membuat Li Cu roboh dan susulan totokah membuat gadis itu ‘tidak dapat bergerak pula,

“Jangan pukul isteriku….!”

Beng San berseru dan menubruk Li Cu, akan tetapi iapun segera lemas tak dapat bergerak karena ditotok oleh Beng Kui pada dua jalan darahnya yang penting. Kemudian sambil tertawa-tawa Beng Kui mengempit tubuh Li Cu dan Beng San, lalu dibawa pergi lari cepat dari tempat itu.

“Beng Kui… keparat….! Lepaskan Li Cu….!”

Cia Hui Gan membentak dan pedang di tangan kanannya meluncur cepat mengejar bayangan Beng Kui. Orang muda ini maklum akan kehebatan ilmu melempar pedang dari gurunya, ia menjadi pucat dan kaget sekali. Cepat ia mengelak dan merendahkan tubuh, namun tetap saja pundaknya tertusuk pedang dari belakang dan Beng Kui sambil menjerit kesaktian mempercepat larinya. Tubuh Li Cu dan Beng San masih dikempitnya dan pedang itupun masih menancap di pundaknya.

Masih untung bagi Beng Kui bahwa pada saat itu Kwa Hong, Hek-hwa Kui-bo dan Song-bun-kwi mendesak Cia Hui Gan sehingga Raja Pedang ini tidak sempat lagi untuk mengejarnya. Malah kini keadaan Cia Hui Gan terdesak hebat karena di tangannya hanya terdapat sebatang pedang pendek, yaitu pedang Liong-cu-kiam karena pedangnya sendiri tadi telah disambitkan ke arah Beng Kui dalam usaha mencegah bekas murid itu menculik puterinya.

Hal ini ditambah lagi oleh hatinya yang risau memikirkan puterinya, maka permainan pedang Cia Hui Gan menjadi agak kalut dan kurang kuat bagian pertahanannya. Kesempatan yang baik ini dipergunakan oleh tiga orang pengeroyoknya untuk menghujankan serangan pedang. Raja Pedang itu kurang cepat dan kulit lambungnya tergores pedang di tangan Kwa Hong. Darah mengucur dan membasahi bajunya.






No comments:

Post a Comment