Ads

Thursday, November 22, 2018

Rajawali Emas Jilid 042

Akan tetapi untuk membuat semua ini membutuhkan tenaga dan waktu. Dan kekhawatiran Cia Hui Gan tentang musuh-musuh besar Beng San ternyata terbukti ketika pembuatan jalan terowongan itu baru mulai dibuat!

Pada waktu itu matahari baru saja terbit dan penduduk kaki gunung sudah berkumpul dan mulai bekerja mengangkuti batu-batu yang dibutuhkan untuk pembuatan terowongan. Cia Hui Gan dan Cia Li Cu sedang mengatur pekerjaan dan berada di puncak, di tempat terbuka yang akan dibangun menjadi tempat tinggal mereka.

Beng San juga berada disitu, duduk di bawah sebatang pohon besar. Orang muda ini sekarang nampak sehat, wajahnya segar dan agak gemuk malah, akan tetapi sepasang matanya kehilangan cahaya yang biasanya bersinar tajam dan aneh. Sekarang malah kelihatan seperti orang bodoh. Pakaiannya bersih dan ia nampak tersenyum-senyum gembira memandang ke arah Li Cu. Ia merasa heran sekali mengapa orang-orang itu sibuk hendak membuat rumah, akan tetapi seperti biasa ia tidak mengganggu “isterinya”.

Di pagi hari yang sejuk ini timbul bermacam-macam pertanyaan di dalam otaknya yang tidak sehat. Kenapa isterinya menyebut “ayah” kepada orang tua yang katanya seorang ahli pedang berjuluk Bu-tek Kiam-ong bernama Cia Hui Gan? Ia sekarang sudah ingat bahwa ayah dari isterinya adalah Song-bun-kwi!

Tapi kenapa Song-bun-kwi malah tidak kelihatan? Memang aneh isterinya sekarang kelihatannya begitu mencinta padanya, akan tetapi kenapa amat berubah sehingga tidurpun mereka berpisah? Diam-diam ia merasa kecewa dan berduka, akan tetapi ia tidak berani membantah. Kalau isterinya marah dan meninggalkan dia, celaka!

Tiba-tiba terdengar kegaduhan hebat. Orang-orang berteriak-teriak dan ada yang memekik kesakitan, disusul gerengan seperti binatang buas mengamuk. Ada pula yang menjerit-jerit ketakutan disusul ketawa melengking.

Cia Hui Gan dan Li Cu kaget sekali dan cepat mereka memandang. Apa yang mereka lihat membuat keduanya berubah mukanya. Para pekerja lari cerai-berai dan malah ada yang sudah roboh karena amukan dua orang yang bukan lain adalah Song-bun-kwi Kwee Lun dan Kwa Hong!

Dengan gerakan-gerakannya yang luar biasa, kakek tua berpakaian putih ini menggereng-gereng dan kadang-kadang melengking seperti orang menangis sambil menghantam ke kanan kiri merobohkan para pekerja yang tidak sempat lari menjatukan diri. Lebih hebat mengerikan lagi adalah sepak terjang Kwa Hong yang duduk di atas rajawali emasnya dan menyambar-nyambar dari atas menyebar maut kepada para pekerja.

Kasihan sekali para penduduk kampung yang tidak memiliki ilmu kepandaian silat itu. Mereka berusaha lari menyelamatkan diri, namun hanya sedikit saja yang berhasil. Sebagiaan besar tak mampu lagi menyelamatkan diri dan terpaksa menjadi korban keganasan dua orang itu. Apalagi mereka hanyalah petani-petani yang tidak berkepandaian, andaikata mereka memiliki ilmu silat sekalipun belum tentu mereka akan dapat menghindarkan diri dari dua orang yang memiliki kepandaian dahsyat dan keganasan seperti iblis itu.

Melihat kejadian ini, tentu saja Bu-tek Kiam-ong Cia Hui Gan seperti dibakar dadanya. Kemarahannya tak dapat ia tahan lagi dan serentak ia lalu mencabut pedang dari belakang punggung, meloncat ke depan dan membentak keras,

“Iblis jahat Song-bun-kwi dan kau tentu siluman betina she Kwa murid Hoa-san-pai! Hari ini kalian berani datang ke Thai-san membunuhi orang-orang tak berdosa, aku Cia Hui Gan bersumpah akan membasmi kalian!”

Pedangnya lalu digerakkan dan secepat kilat ia menerjang kepada Song-bun-kwi. Kakek inipun sudah siap sedia cepat mengelak daripada sambaran sinar pedang yang luar biasa itu sambil memutar pedangnya sendiri untuk balas menyerang. Sementara itu Li Cu juga sudah melompat maju dan menggerakkan Liong-cu-kiam membantu ayahnya.

Akan tetapi dari atas terdengar suara ketawa mengikik dan menyambarlah sinar kehijauan lima buah banyaknya ke arah ayah dan anak itu. Cia Hui Gan dan Li Cu melompat ke samping sambil menggerakkan pedang menangkis. Terdengar suara keras dan bunga api muncrat menyilaukan mata.

Li Cu merasa betapa telapak tangannya tergetar maka diam-diam ia kaget bukan main. Alangkah kuatnya wanita yang naik burung rajawaii itu! Sambil tertawa-tawa Kwa Hong juga sudah meloncat turun dari atas punggung rajawali yang segera terbang dan hinggap diatas puncak pohon besar sambil mengeluarkan bunyi melengking nyaring. Empat orang musuh besar itu kini saling berhadapan, masih belum bergerak lagi setelah gebrakan pertama tadi.

Bagaimanakah Kwa Hong bisa datang bersama Song-bun-kwi di Puncak Thai-san? Hanya kebetulan saja. Ternyata bahwa Song-bun-kwi yang merasa sakit hati terhadap bekas mantunya itu tidak jauh meninggalkan Thai-san. Ia selalu menanti saat baik untuk menculik dan membunuh Beng San. Akhirnya pada pagi hari itu ia melihat Kwa Hong menunggang burung rajawali naik ke Thai-san, Giranglah hatinya karena ia dapat menduga bahwa kedatangan tokoh baru yang menggemparkan ini pasti akan memusuhi Beng San, maka ia segera menyusul naik dan melihat Kwa Hong menghajar para pekerja, iapun lalu turun tangan menyerbu.





Yang amat berat dihadapi bagi Song-bun-kwi hanya Bu-tek Kiam-ong, maka kalau ia mendapat kawan yang kosen, ia tidak takut. Sementara itu Kwa Hong sengaja datang ke Thai-san karena ia sudah mendengar tentang keadaan Beng San yang kehilangan kepandaiannya. Ia ingin sekali menyaksikan dan kalau betul demikian berarti ia akan dapat membalas sakit hatinya. Ketika, ia melihat Song-bun-kwi membantunya, ia tidak berkata apa-apa, malah tidak peduli sama sekali.

“Cia Hui Gan, kenapa kau begini tak tahu malu? Anak perempuanmu yang bermuka tebal itu telah melindunginya? Hemm, apakah begini saja orang yang berjuluk Kiam-ong? Ternyata hanya orang rendah…!” Kwa Hong memaki kalang-kabut.

Wajah Cia Hui Gan menjadi merah sekali, matanya bersinar-sinar memancarkan api kemarahan,

“Iblis wanita kau sebenarnya siapa dan apa maksudmu kesini?” bentaknya.

“He, perempuan muda, jangan kau sembarangan bicara!” Song-bun-kwi juga kaget mendengar ucapan Kwa Hong dan cepat memaki. “Beng San suami anakku, sekarang dirampas oleh anak orang she Cia, Kenapa kau berani mengakunya sebagai suami? Apakah kau orang yang dulu melahirkan anak di tempatku, ditolong oleh Bi Goat?”

Kwa Hong mengeluarkan suara ketawa mengejek.
“Kalian orang-orang tua tahu apa? Dengarlah baik-baik. Manusia bernama Tan Beng San itu, yang sekarang duduk disana seperti patung hidup, sebelum dia menikah dengah Kwee Bi Goat, dia sudah lebih dahulu menjadi ayah dari anakku. Akulah orang yang paling berhak atas dirinya, siapapun hendak menghalangi akan kubunuh mampus. Hee, Beng San! Hayo kau ikut denganku. Apakah kau tidak ingin menengok anakmu?”

Beng San hanya melongo, sama sekali ia tidak ingat lagi siapa adanya wanita yang bicara tidak karuan itu. Suara dan wajahnya serasa ia kenal baik, akan tetapi ia sudah lupa lagi kapan dan dimana. Beng San memijit-mijit keningnya, mengingat-ingat.

“Ho-ho, nanti dulu!” Song-bun-kwi berseru sambil tertawa mengejek. “Bukankah kau yang bernama Kwa Hong, anak murid Hoa-san-pai? Aku banyak mendengar tentang kau! Orang bilang bahwa kau telah menjadi isteri Koai Atong Si Bocah Tua gila. Kalau kau punya anak, tentulah anakmu dengan Koai Atong itulah! Kau murid Hoa-san-pai jangan banyak membohong disini.”

“Tutup mulutmu, tua bangka gila!” Kwa Hong membentak sambil mencabut pedang pusaka Hoa-san-pai. “Buka matamu dan lihat ini. Aku Ketua Hoa-san-pai, bukan murid lagi, tahu? Inilah pusaka Hoa-san-pai, berada di tangan Ketua Hoa-san-pai. Pedang pusaka ini kelak akan memenggal batang lehermu karena kau sudah berani berkurang ajar kepadaku. Sekarang hendak kupakai membasmi orang-orang yang berani merampas Beng San.”

“Ha-ha-ha, bagus, bagus! Keluarga Cia memang patut dibasmi. Mari kubantu kau!” kata Song-bun-kwi yang cerdik dan licin.

Semenjak tadi Cia Hui Gan hanya berdiri dengan muka sebentar pucat sebentar merah. Ia merasa susah dan malu sekali. Sebagai seorang tokoh kang-ouw yang kenamaan tentu saja ia tahu akan peraturan kang-ouw.

Dua orang yang datang ini memang berhak atas diri Beng San, yang seorang bekas kekasih Beng San, yang seorang lagi mertuanya malah. Memang dia dan puterinya berada di pihak yang salah. Akan tetapi mana bisa ia tidak membela Li Cu?

Tentu saja Li Cu maklum pula apa yang dipikirkan ayahnya, maka dengan gagah ia melangkah maju dan berkata lantang,

“Kalian bicara mau menang sendiri saja! Song-bun-kwi, sudah jelas bahwa kematian puterimu bukan karena kesalahan Beng San, melainkan karena Kwa-Hong yang merupakan kenyataan yang menghancurkan hatinya. Malah Beng San demikian mencinta puterimu itu sehingga kematiannya membuat Beng San kehilangan ingatannya. Dan kau, Kwa Hong, kau sungguh tak tahu malu, perbuatanmu dengan Beng San itu sudah menunjukkan betapa rendah watakmu. Hubunganmu dengan Beng San terjadi karena pengaruh racun, akan tetapi kau begitu tak bermalu untuk menyatakan Beng San adaiah suamimu!”

“Setan betina tutup mulutmu!” Kwa-Hong menjadi marah, mukanya menjadi merah dan matanya liar. “Suami atau bukan dia adalah ayah anakku. Sebaliknya engkau ini bukan apa-apanya mengapa membela mati-matian? Bukankah kau yang tergila-gila kepada Beng San?”

“Memang aku mencinta Beng San!” jawab Li Cu dengan suara tegas dan sikap gagah sambil mengedikkan kepala. “Aku mencinta Beng San dan aku berhutang budi kepadanya. Sebaliknya, dia menganggap bahwa aku adalah isterinya yang sudah meninggal. Demi cintaku, dan demi untuk membalas budi, aku hendak melindunginya dengan taruhan nyawa dan ragaku. Kalau kalian berdua manusia-manusia berhati iblis bermaksud membunuh atau menculiknya, kalian harus lebih dulu dapat membunuh aku!”

“Bagus, memang aku hendak membunuhmu!” Kwa Hong menjerit dan anak panah-anak panah pada ujung cambuknya menyambar.

“Trang-trang-trang!”

Li Cu menangkis dengan Liong-cu-kiam. Ujung tiga batang anak panah itu patah semua sedangkan yang duah buah tidak mengenai pedang pusaka sehingga terhindar daripada kerusakan.

Bukan main marahnya Kwa Hong melihat betapa dalam segebrakan saja senjatanya telah rusak oleh pedang lawan yang ternyata amat kuat itu. Ia mencabut Hoa-san Po-kiam dan menerjang lagi.

Li Cu menangkis lagi dan kali ini ia terhuyung mundur dengan tangan sakit-sakit. Pedang di tangan Kwa Hong sama sekali tidak rusak! Hal ini tidak aneh karena Hoa-san Po-kiam juga sebatang pedang pusaka yang ampuh.

Sementara itu Kwa Hong sudah menyerang lagi. Gerakannya dalam penyerangan amat aneh, menyambar-nyambar seperti gerakan seekor burung. Pedang Hoa-san Po-kiam meluncur ke arah tenggorokan Li Cu. Baru saja gadis ini hendak mengelak, ujung pedang itu sudah menyambar ke bawah membelah dada!

Li Cu kaget dan cepat menggunakan Liong-cu-kiam menangkis, akan tetapi lagi-lagi ujung pedang lawan tidak melanjutkan serangannya dan tahu-tahu tangan kiri Kwa Hong yang memukul dengan gerakan pukulan Jing-tok-ciang!

Li Cu benar-benar kaget sekali ketika tiba-tiba ada angin dingin, menyambar dari sebelah kanannya. Cepat ia mengelak namun karena serangan ini memang tidak tersangka-sangka olehnya, ia terdorong hawa pukulan Jing-tok-ciang dan kembali ia terhuyung-huyung. Pada saat itu pedang Kwa Hong sudah mengejar pula dengan tusukan-tusukan dan bacokan-bacokan maut yang amat sukar diketahui perubahannya.

“Li Cu, mundurlah!” kata Cia Hui Gan sambil meloncat maju.

Pedangnya menyambar mengeluarkan sinar kilat dan sekaligus ia telah berhasil mengancam pergelangan tangan Kwa Hong dengan gulungan sinar pedangnya yang hebat.

“Ayaaaa….!”

Kwa Hong berjengit sambil menarik tangannya ke belakang, juga melangkah mundur setindak, tidak melanjutkan desakannya kepada Li Cu.

“Ha-ha-ha, Raja Pedang tak tahu malu, mengeroyok seorang perempuan muda!” kata Song-bun-kwi sambil terjun ke dalam kalangan pertempuran.

Dengan Ilmu Pedang Yang-sin Kiam-sut ia segera menerjang Cia Hui Gan. Sementara itu, karena tadi kaget ketika pergelangan tangannya hampir putus oleh pedang Cia Hui Gan, Kwa Hong marah bukan main. Sambil mengeluarkan pekik melengking ia kini menerjang orang tua dari Thai-san itu sehingga dalam sekejap mata saja Bu-tek Kiam-ong Cia Hui Gan sudah dikeroyok dua oleb Kwa Hong dan Song-bun-kwi.

Cia-Hui Gan berjuluk Bu-tek Kiam-Ong (Raja Pedang Tanpa Tanding), ilmu pedang Sian-li Kiam-sut adalah ilmu pedang keturunan yang aseli dari pendekar sakti Ang I Niocu ratusan tahun yang lalu.

Semenjak ratusan tahun itu, Sian-li Kiam-sut boleh dibilang menjagoi diantara segala ilmu pedang. Sebetulnya, ilmu pedang ini masih bersumber dengan Im-yang Sin-kiam-sut atau boleh dikatakan cabangnya. Karena memiliki ilmu pedang ini yang sudah dilatihnya secara sempurna maka tidak heran apabila Cia Hui Gan merupakan jago pedang yang sukar dilawan.






No comments:

Post a Comment