Ads

Friday, November 9, 2018

Rajawali Emas Jilid 029

Sungguh pun tingkat ilmu silat dua orang pengeroyok baru ini tidak berada di atas Ho-hai Sam-ong, namun mereka ini sudah merupakan tambahan tenaga yang lumayan. Betapapun juga, benar-benar Beng San kali ini memperlihatkan dirinya yang sesungguhnya dan sekaligus memperlihatkan bahwa ilmu Silat Im-yang Sin-kiam-sut yang menjadi ciptaan mendiang Pendekar Sakti Bu Pun Su benar-benar adalah ilmu yang luar biasa di dunia ini.

Ilmu silat ini mendasarkan gerakan-gerakannya kepada dua puluh tujuh puw (gerak kaki) yang diilhami oleh kedudukan ji-cit-seng (dua puluh tujuh bintang), luar biasa banyaknya dan setelah memiliki ilmu silat ini, dengan mudah orang akan menghadapi serangan lawan yang bagaimana lihaipun, karena mengandalkan pergerakan langkah kaki tentu akan dapat menyelamatkan diri.

Selain memiliki ilmu yang amat tinggi, juga Beng San adalah seorang yang pada dasarnya memang cerdik luar biasa dan sekali melihat saja ia sudah dapat mencatat apa yang dilihatnya di dalam otak. Biarpun ilmu silat pedang yang dimainkan oleh Koai-sin-kiam Oh Tojin adalah ilmu pedang selatan yang tak dikenalnya, apalagi ilmu pedang yang dimainkan Lu Khek Jin juga ilmu pedang peperangan yang asing baginya, namun sekali melihat ia sudah dapat menangkap intisari pergerakannya sehingga selanjutnya, biarpun dikeroyok lima, Beng San masih sempat membalas dengan serangan-serangan yang luar biasa menggunakan kipasnya!

Setelah mendapat kesempatan baik, ia mendesak Ho-hai Sam-ong yang sudah berkunang-kunang pandangan matanya itu dan secepat kilat kipasnya mengebut disusul menotok dengan ujung gagang gading itu dua kali.

Tepat sekali mengenai tulang lengan kanan Lui Cai Si Bajul Besi sehingga orang tertua dari Ho-hai Sam-ong ini memekik kesakitan, dayungnya terlepas dari pegangan lalu sambil menyumpah-nyumpah karena kesakitan ia terputar-putar menggunakan tangan kiri menggosok-gosok tempat yang tadi tertotok gagang kipas. Sakitnya bukan kepalang, kiut-miut rasanya seperti ribuan jarum menusuk-nusuk tulangnya.

Gerakan Beng San yang ke dua tepat menyerempet ruyung Thio Ek Sui Si Cucut Mata Merah, lalu melejit dan menotok tulang kering di kaki kiri Si Cucut ini.

“Aduh… aduh… kakiku….!”

Thio Ek Sui adalah seorang yang sudah biasa bertempur dan terluka baginya bukan apa-apa. Akan tetapi rasa nyeri yang sekarang menyerangnya membuat ia berkaok-kaok kesakitan, berjingkrak-jingkrak seperti monyet belajar menari sambil memegangi kaki kirinya yang diangkat ke atas.

Pada saat itu, tambang di tangan Kiang Hun meluncur dan tahu-tahu sudah melibat tubuh Beng San! Terdengar jerit tertahan. Yang menjerit ini adalah Li Cu karena merasa ngeri melihat betapa pemuda yang hendak menolongnya itu akhirnya tertawan oleh tambang yang lihai dari Kiang Hun Si Naga Sungai Seperti juga yang telah ia alami ketika ia dikeroyok Ho-hai Sam-ong ini.

Kiang Hun nampak girang, mengedut tambangnya dengan maksud mempererat libatan. Tapi mendadak Beng San mengeluarkan suara aneh dan… makin ditarik tambang itu makin terlepas dan akhirnya terlihat oleh pemiliknya bahwa tambang itu sudah terputus-putus menjadi beberapa potong!

Agaknya karena mengingat akan kebaikan gadis yang mukanya sama dengan Kiang Hun ini maka Beng San mengampuni Kiang Hun dan tidak melukainya. Ia dapat menduga bahwa antara gadis cilik pemilik kipas itu dengan Kiang Hun pasti ada hubungan keluarga.

“Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li, kalau kalian tidak membantu sekarang, tunggu kapan lagi?” tiba-tiba Beng Kui berseru kepada dua orang wanita itu. “Bukankah kalian menjadi pembantu-pembantu Ho-hai Sam-ong?”

Sebetulnya Hek-hwa Kui-bo, apalagi Kim-thouw Thian-li, merasa enggan untuk bertempur melawan Beng San yang begitu lihai. Akan tetapi seruan ini mendesak mereka ke pojok. Tentu Ho-hai Sam-ong akan mendapat kesan buruk kalau mereka tinggal diam saja. Sambil melotot ke arah Beng Kui kedua orang ini mencabut senjata masing-masing dan meloncat ke gelanggang pertempuran, mengeroyok Beng San, yang disambut oleh orang muda ini dengan tenang saja.

“Kau hanya bisa menyuruh orang lain saja maju, apakah kau sendiri takut terhadap adikmu ini?”

Hek-hwa Kui-bo sambil menyerang Beng San berseru kepada Beng Kui dengan suara keras dengan maksud agar semua orang mendengarnya.

Memang Beng Kui sudah bertekad bulat untuk membunuh saja adik kandungnya yang ia anggap selalu membikin malu dan membikin kacau rencana. Adiknya itu telah merusak kehidupan seorang gadis, yaitu Kwa Hong. Sekarang setelah mengacau Thai-san dan menikah dengan puteri seorang penjahat seperti Song-bun-kwi, tahu-tahu muncul dan mencampuri urusannya, malah hendak membela Li Cu. Tentu dengan maksud rendah pula.





Daripada mempunyai adik kandung seperti ini, bukankah lebih aman dan baik kalau dibinasakan saja? Setelah berpikir demikian, Beng Kui lalu mencabut pedang Liong-cu-kiam yang panjang dengan tangan kanan, sedangkan Liong-cu-kiam pendek milik Li Cu memang sudah ia pegang di tangan kiri. Dengan sepasang pedang ampuh ini ia lalu menyerbu sambil berseru nyaring,

“Beng San, kau tidak mentaati perintahku untuk pergi, agaknya memang sudah bosan hidup!”

Serbuannya hebat sekali, apalagi ia segera mainkan Sian-li Kiam-sut yang lihai dan lebih-lebih hebat lagi karena yang ia pergunakan adalah sepasang Liong-cu-kiam. Sepasang pedang itu berubah rnenjadi dua gulung sinar yang berkeredepan menyambar-nyambar kearah Beng San dan menyerang dari segala jurusan!

Beng San terkejut dan diam-diam mengakui kelihaian kakak kandungnya ini, akan tetapi berbareng hatinya perih dan juga marah. Ia dahulu amat merindukan kakak kandungnya, lalu setelah bertemu ia merasa kagum sekali melihat kakak kandungnya sebagai seorang patriot yang gagah.

Tapi…. sekarang kakaknya itu dengan sepasang pedang pusaka menerjang untuk membunuhnya! Dari perih hati ia menjadi marah dan cepat ia menghadapi serbuan ini. Sekarang Beng San dikeroyok lima orang lagi setelah Ho-hai Sam-ong mengundurkan diri untuk mengatur napas dan memulihkan tenaga, Akan tetapi diantara lima orang itu, yang paling hebat serangannya adalah Beng Kui.

Andaikata hanya menghadapi Beng Kui seorang, biarpun pemuda ini menggunakan sepasang Liong-cu-kiam dan dia sendiri hanya bersenjata kipas, kiranya Beng San takkan dapat terdesak. Akan tetapi sekarang disitu ada Hek-hwa Kui-bo yang mainkan Im-sin Kiam-sut bersama muridnya yang juga cukup lihai, ditambah pula dengan Koai-sin-kiam Oh Tojin dan Lu Khek Jin maka penyerbuan Beng Kui benar-benar telah mendesak Beng San dan membuat ia meloncat kesana kemari dan menggerakkan kipas untuk melindungi dirinya.

Pedang pendek di tangan kiri Beng Kui bergerak setengah lingkaran ke arah leher, lalu disusul dengan tusukan pedang panjang dari bawah ke atas. Gerakan ini selain aneh juga tidak terduga, cepat bukan main mengejutkan Beng San. Cepat pemuda ini menangkis dengan kipasnya dan… “brettt” kipas itu terobek oleh ujung pedang panjang. Baiknya Beng San cepat melompat sambil berjungkir balik, tangan kirinya dari jauh memukul ke arah dada kakaknya itu.

Beng Kui merasai adanya sambaran angin yang mengandung hawa panas sekali, membuat ia kaget dan menarik kembali pedangnya sambil mundur dua langkah, Kesempatan ini dipergunakan oleh Beng San untuk melompat turun lagi dan mainkan kipasnya yang sudah robek untuk melindungi tubuh dari datangnya banyak senjata yang menyerangnya.

Akan tetapi sekarang ia mulai tampak terdesak. Sayangnya bahwa yang berada di tangannya bukanlah pedang, melainkan sebuah kipas mainan yang kecil, maka ilmu pedangnya Im-yang Sin-kiam-sut tidak dapat dimainkan sehebat-hebatnya.

Hal terdesaknya Beng San ini memang tidak aneh. Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut adalah ilmu pedang ajaib yang dahulu menjadi milik pendekar wanita Ang I Niocu, hebatnya bukan kepalang dan tidak dapat diketahui rahasianya oleh orang luar. Adapun Beng San sendiri, biarpun dia telah memiliki tenaga ajaib dan mempunyai ilmu pedang yang lebih tinggi tingkatnya, namun ia masih muda dan kurang pengalaman. Sekarang menghadapi Beng Kui yang dibantu oleh empat orang lain yang semuanya adalah ahli-ahli tingkat tinggi, tentu saja ia merasa repot juga.

“Brettt!” kembali kipasnya pecah, kali ini terkena tusukan pedang pendek di tangan kiri Beng Kui.

Beng San marah bukan main, cepat ia menggerakkan kipas dengan tangan kanannya, diputar setengah lingkaran sedangkan tangan kirinya menyelonong ke belakang, tepat menghantam pundak kiri Koai-sin-kiam Oh Tojin yang sedang lengah.

“Aduh….!!”

Oh Tojin menjerit kesakitan, tulang pundak kirinya terlepas sambungannya. Akan tetapi dengan marah ia malah makin maju menerjang ganas dengan pedangnya.

Sementara itu, ketika Beng San memusatkan perhatian menyerang Oh Tojin dengan maksud merobohkan lawannya seorang, tiba-tiba sinar pedang di tangan Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li meluncur, satu ke arah kepala dan yang kedua kearah perutnya.

Baiknya pemuda ini sudah mahir sekali akan gerakan-gerakan Im-sin Kiam-sut, maka cepat ia menggeser kaki ke kiri sekali dua kali sehingga terhindarlah ia dari ancaman ini. Tidak disangkanya sama sekali bahwa pada saat ia terdesak itu, Beng Kui sudah menerjangnya lagi dengan sepasang pedangnya yang dahsyat dan pada saat yang hampir berbareng, dari kanan kiri Oh Tojin dan Lu Khek Jin menerjang pula!

“Digunting” oleh empat buah pedang yang hebat ini benar-benar keadaan Beng San kepepet sekali.

Gerakan pedang Oh Tojin dan Lu Khek Jin ia ikuti dan dapat ia duga kemana arahnya, maka dengan mudah ia segera dapat mengambil keputusan bagaimana harus mengelak, akan tetapi serangan sepasang pedang Beng Kui yang belum ia kenal betul gerakan-gerakannya, ia benar-benar menjadi bingung. Dua kali menggerakkan pundak dan kaki ia menghindarkan diri dari serangan Oh Tojin dan Lu Khek Jin, akan tetapi penerjangan Beng Kui sukar ia hindarkan karena tidak tahu bagaimana perkembangannya. Ia hanya menggunakan kipasnya menangkis.

“Brettt!”

Kini bajunya, di pundak terbabat, berikut sedikit kulit dan dagingnya. Darah mengucur banyak sekali membasahi bajunya. Baiknya ia tadi masih berlaku cepat dan menggerakkan pundak, kalau tidak tentu sebelah pundak berikut lengan kirinya akan terbabat putus!

Keringat dingin keluar dari jidat pemuda ini, bukan karena sakitnya, melainkan saking kaget melihat kehebatan ilmu pedang lawannya ini. Sementara itu, saking gembiranya melihat hasil serangan tadi, Beng Kui menyerang makin hebat, dibantu oleh empat orang kawannya. Malah sekarang Ho-hai Sam-ong juga sudah siap untuk mengeroyok pula. Sayangnya senjata mereka adalah senjata-senjata panjang dan berat, sehingga untuk pengeroyokan begitu banyak orang kurang praktis dan mereka hanya melihat-lihat untuk mencari lowongan baik.

Sepasang pedang Beng Kui menyambar-nyambar, berkilauan dan amat ganasnya. Sedangkan Beng San masih terus terdesak sambil mulai menaruh perhatian untuk memecahkan gerakan penyerangan kakak kandungnya yang menghendaki kematiannya ini.

“Awas Beng San! Pedang pendek dari kiri berbalik ke kanan, pedang panjang menyerang ke atas. Kemudian yang pendek mengancam lambung kanan, yang panjang berbalik ke bawah membabat kaki!”

Suara ini mengagetkan Beng Kui, tapi menggirangkan hati Beng San. Itulah suara Li Cu yang masih terbelenggu di kursi, akan tetapi gadis ini yang tentu saja mengenal baik pergerakan ilmu pedang yang dimainkan Beng Kui, sekarang memberi petunjuk kepada Beng San!

Tadinya Li Cu memang tidak pedulikan Beng San karena pengaruh ucapan Beng Kui yang menjelek-jelekkan Beng San sebagai pengrusak wanita. Akan tetapi melihat kagagahan Beng San yang dikeroyok terus-menerus oleh sekian banyaknya musuh tangguh, kemudian melihat Beng San terluka oleh pedang Beng Kui tanpa bersambat, timbul perasaan kasihan dalam dada Li Cu. Betapapun juga, sudah pasti bahwa Beng San datang untuk menolongnya. Sedangkan berita tentang “kebusukan” Beng San masih belum terbukti. Mana bisa ia membiarkan Beng San tewas? Lagipula, kalau Beng San tewas, nasibnya sendiri sudah pasti akan celaka di tangan kakak seperguruan atau bekas tunangannya itu. Kalau Beng San dapat menolongnya keluar dari situ, kiranya belum tentu ia celaka di tangan Beng San.

“Li Cu, tutup mulutmu!”

Beng Kui membentak marah dan tentu saja ia segera merubah gerakan penyerangannya yang sudah “didahului” oleh teriakan Li Cu tadi. Kembali Beng San bingung menghadapi perkembangan jurus-jurus penyerangan baru ini sementara dia sedang sibuk menghadapi pengeroyokan empat orang yang lain.

“Yang pendek hanya pura-pura mengancam kepala, yang bergerak yang panjang. Awas ujung siku kiri yang hendak dibabat pedang panjang. Kemudian pendek dan panjang akan menyerang dari atas bawah bergantian, itupun jebakan saja, yang harus dijaga babatan pedang pendek ke leher dibarengi babatan pedang panjang ke pinggang!”






No comments:

Post a Comment