Ads

Wednesday, November 7, 2018

Rajawali Emas Jilid 022

Memang segala hal yang terjadi di dunia ini sudah ditentukan dan diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan manusia hanya memandangnya sebagai hal yang “kebetulan” saja.

Demikian pula dengan munculnya Beng San malam-malam di rumah Thio Ki. Sungguh kebetulan sekali. Begitu melihat keadaan yang tidak sewajarnya Beng San mencari tahu dan terlihatlah olehnya pertempuran yang terjadi di atas genteng. Sayang ia agak terlambat sehingga tidak terlihat olehnya ketika Lee Giok terculik oleh Giam Kin.

Sekarang melihat bahwa Li Cu yang tadinya terdesak hebat oleh pengeroyokan guru dan murid itu dengan nekat mengejar, hatinya menjadi gelisah. la sudah mengenal baik kelihaian Hek-hwa Kui-bo dan muridnya yang curang dan amat licin itu, penuh tipu daya dan muslihat busuk. Maka ia berkuatir kalau-kalau Cia Li Cu yang biarpun amat lihai namun tentu kalah licin itu akan terjebak.

Segera Beng San menggerakkan kaki hendak mengejar pula. Akan tetapi tiba-tiba ia mendengar suara mengeluh kesakitan tak jauh dari tempat ia berdiri. Ketika ia menghampiri, ia melihat Thio Ki rebah dalam keadaan terluka. Segera Beng San memondongnya dan membawanya turun ke bawah.

Di ruangan dalam, di bawah penerangan lampu, Beng San memeriksa luka Thio Ki. Memang hebat, akan tetapi tidak amat berbahaya. Di Puncak Min-san, sedikit banyak Beng San mempelajari ilmu pengobatan dari mertuanya, yaitu Song-bun-kwi Kwee Lun, maka di dalam perjalanannya iapun membawa obat-obat manjur untuk mengobati luka-luka pukulan dan racun. Setelah ia menotok jalan darah, mengurut dan memberi obat, Thio Ki dapat bangun dan duduk kembali.

“Saudara Beng San….” katanya mengeluh, “baiknya engkau datang…. tapi bagaimana dengan isteriku….? Bagaimana dengan Adik Cia Li Cu?”


“Isterimu? Aku tidak melihatnya tadi. Ketika aku datang, Nona Cia sedang bertempur, dikeroyok dua oleh Hek-hwa Kui-bo dan muridnya.”

Thio Ki meloncat berdiri.
“Celaka! Dan kau tidak melihat isteriku? Tidak pula melihat Giam Kin?”

Beng San menggeleng kepala dan Thio Ki segera menjatuhkan diri diatas pembaringan.

“Celaka….. celaka sekali… tentu Lee Giok telah diculik oleh penjahat iblis itu….”

Beng San adalah seorang yang amat cerdik. Sekilas saja ia sudah dapat menduga apa yang telah terjadi. Tentu Giam Kin menawan Lee Giok. Pantas saja tadi Li Cu sama sekali tidak rnenghiraukannya dan terus mengejar. Kiranya gadis Thai-san itu hendak menolong sucinya. la mengambil keputusan cepat.

“Dengar, Thio-twako. Kedatanganku inipun membawa berita penting sekali. Sekarang kita harus bertindak tegas dan cepat. Ketahuilah, Hoa-san-pai telah dirusak oleh sumoimu, Kwa Hong. Gurumu terbunuh, Kwa Hong menduduki Hoa-san-pai. Sekarang sudah pergi dan Hoa-san-pai dalam keadaan kacau tidak ada yang mengurus. Sutemu Kui Lok dan adikmu Thio Bwee juga diusir oleh Kwa Hong. Maka, biarpun kau terluka, kau sekarang juga harus ke Hoa-san-pai, kau urus Hoa-san-pai baik-baik sambil beristirahat dan menyembuhkan lukamu. Obat ini kau bawa, kau minum sehari sebungkus. Tentang isterimu dan Nona Li Cu, biarlah aku mewakilimu melakukan pengejaran. Sudah mengertikah kau?”

Wajah Thio Ki sebentar pucat sebentar merah. Tak disangkanya bahwa akan terjadi hal yang demikian hebat, tidak saja yang menimpa keluarganya sendiri, malah Hoa-san-pai tertimpa malapetaka lebih parah lagi. Ia hanya bisa mengangguk-angguk, karena selain Beng San, siapakah yang akan dapat menolong isterinya?

“Sudah, aku pergi!” kata Beng San dan sekali berkelebat orang muda itu sudah lenyap dari depan Thio Ki, membuat orang ini kagum bukan main.

Thio Ki juga tidak mau berlama-lama di rumah, pada keesokan harinya pagi-pagi ia sudah pergi memaksa diri menuju ke Hoa-san-pai.

Cia Li Cu yang melakukan pengejaran, tidak melihat lagi adanya Giam Kin dan tidak tahu kemana sucinya dibawa lari oleh manusia iblis itu. Maka karena yang lari di depannya hanyalah Hek-hwa Kui-bo dan muridnya, mau tidak mau ia hanya bisa mengikuti dua orang itu.





Dia tidak mau turun tangan terhadap Hek-hwa Kui-bo dan muridnya karena tujuan utamanya adalah untuk menolong sucinya, maka diam-diam ia hanya mengikuti dari jauh karena ia mengira bahwa dua orang itu tentu akan membawanya ke tempat Giam Kin yang menculik Lee Giok.

Sungguh di luar dugaan Li Cu sama sekali bahwa tujuan perjalanan dua orang guru dan murid itu sama sekali berlawanan dengan jalan yang ditempuh oleh Giam Kin yang menculik Lee Giok!

Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li berlari menuju ke selatan, ke tempat tinggal Kim-thouw Thian-li, yaitu di Propinsi An-hui, di lembah Sungai Huai. Semenjak para pejuang berhasil merobohkan pemerintah Mongol, ibu kota lalu dlpindahkan ke Nan-king. Diam-diam Kim-thouw Thian-li juga lalu memindahkan pusat perkumpulannya, yaitu Ngo-lian-kauw, ke lembah Sungai Huai, tidak jauh dari kota raja baru ini, di sebelah baratnya.

Perkumpulannya berpusat di sebelah utara kota Ho-pei. Guru dan murid ini memang tadinya hanya bermaksud membunuh Lee Giok dan Thio Ki, dibantu oleh Giam Kin. Sekarang mereka sudah berhasil melukai Thio Ki dan juga Lee Giok telah diculik oleh Giam Kin, berarti usaha mereka itu sudah berhasil baik sekali biarpun mendapat tantangan dari orang-orang pandai seperti Cia Li Cu dan Tan Beng San.

Setelah mengikuti perjalanan Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li selama lima hari, mulailah hati Li Cu menjadi gelisah dan curiga. Apalagl ketika ia mendapat kenyataan bahwa guru dan murid itu sekarang tidak lari lagi dan agaknya melakukan perjalanan dengan tidak tergesa-gesa. Ia merasa amat kuatir tentang diri sucinya. Ia mengambil keputusan bahwa kalau hari itu dua orang yang diikutinya tidak membawanya kepada Giam Kin, ia akan menerjang dengan nekat dan memaksa mereka mengaku kemana sucinya itu dibawa pergi.

Akan tetapi, lewat tengah hari itu. Hek-hwa Kui-bo dan muridnya tiba di sebuah dusun kecil di pinggir Sungai Huang-ho (Sungai Kuning). Alangkah mendongkolnya hati Li Cu ketika ia mendengar dua orang itu hendak menyewa perahu untuk pergi ke pantai Kui-feng.

Jelas bahwa dua orang ini hendak terus melakukan perjalanan ke selatan. Diam-diam ia menyelidiki dusun itu dan bertanya-tanya kepada para tukang perahu kalau-kalau dalam beberapa hari ini disitu lewat seorang laki-laki muda muka pucat membawa seorang wanita muda. Ia mendapat jawaban bahwa tidak ada orang-orang yang ditanyakannya itu. Maka mulailah Li Cu mengerti bahwa ia telah salah kira. Agaknya dua orang yang diikutinya ini sama sekali tidak menuju ke tempat Giam Kin!

“Hek-hwa Kui-bo, tunggu dulu!” begitu bentaknya sambil berlari mendekati ketika ia melihat dua orang guru dan murid itu hendak naik ke dalam perahu.

Nenek itu menoleh dan tersenyum mengejek,
“Bocah bandel! Kau mengikuti kami selama lima hari terus-menerus, mau apa sih?”

Bukan main mendongkol dan kagetnya hati Li Cu. Nenek ini benar-benar lihai dan bermata tajam. Akan tetapi Kim-thouw Thian-li yang menoleh dengan terheran-heran agaknya tidak tahu akan perbuatannya mengikuti mereka siang malam itu.

“Hek-hwa Kui-bo, sahabatmu Giam Kin si iblis busuk itu telah menculik Enci Lee Giok. Aku mengikutimu untuk menanyakan dimana suciku itu dibawa pergi.”

Hek-hwa Kui-bo tersenyum mengejek,
“Kalau kau ada kemampuan, carilah sendiri, peduli apa aku dengan nasib sucimu?”

“Kalau begitu, sebelum kubunuh iblis she Giam itu, lebih dulu kau dan muridmu akan kubasmi!” bentak lagi Li Cu sambil mencabut pedangnya.

Pada saat itu, mendadak terdengar suara bersuit keras sekali datangnya dari tengah sungai yang lebar itu. Para tukang perahu dan nelayan yang berada di darat segera rnenjatuhkan diri berlutut menghadap ke arah sungai. Keadaan sunyi senyap, sampai-sampai tiga orang yang tadinya akan bertempur itu ikut pula menengok ke arah suara tadi. Li Cu juga menunda penyerangannya dan memandang ke tengah sungai.

Sebuah perahu besar sekali dan mewah berada ditengah sungai dan dari kejauhan tampak beberapa orang di atas perahu itu memandang ke darat. Kemudian terdengar suara yang nyaring bergema, suara yang penuh dengan tenaga khi-kang, sehingga bisa sampai di darat dengan jelas.

“Ho-hai Sam-ong (Tiga Raja Sungai dan Laut) mengundang Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li untuk berkunjung ke tempat kediamannya!” Suara ini bergema di permukaan air sungai.

Li Cu tidak pernah mendengar nama Tiga Raja Sungai dan Laut ini, rmaka ia tidak ambil peduli. Akan tetapi tidak demikian dengan Hek-hwa Kui-bo dari Kim-thouw Thian-li. Hek-Hwa Kui-bo adalah seorang tokoh besar di selatan, maka sudah tentu saja ia mengenal nama besar Ho-hai Sam-ong. Kalau dia boleh dibilang merupakan tokoh nomor satu di dunia persilatan bagian daratan sebelah selatan, kiranya nama Ho-hai Sam-ong adalah nama tokoh nomor satu pula di bagian sungai dan laut!

Demikian pula Kim-thouw Thian-li sudah mengenal nama besar ini yang sudah amat terkenal dan amat berpengaruh, karena Ho-hai Sam-ong dianggap sebagai pemimpin dari sekalian bajak sungai dan bajak laut di daerah selatan ini.

Sebuah perahu kecil meluncur cepat sekali ke pinggir sungai dan di ujungnya berkibar sebuah bendera dengan gambar tiga macam binatang air yang menyerupai buaya, naga dan ikan cucut. Pendayungnya hanya dua orang akan tetapi melihat betapa perahu itu cepat bukan main meluncurnya, dapat diketahui bahwa dua orang itu adalah orang-orang ahli.

“Tamu-tamu yang diundang silakan turun ke perahu!” seorang diantara dua pendayung itu berkata.

Mereka adalah dua orang laki-laki yang usianya mendekati empat puluh tahun, bertubuh tegap dan bermuka keras.

Hek-hwa Kui-bo berpaling kepada muridnya, dan berkata sambil tersenyum,
“Sam-ong sudah begitu baik hati mengundang kita, tak baik kalau kita menolaknya.”

Setelah berkata demikian ia meloncat dengan gerakan ringan sekali ke atas perahu kecil itu, diikuti oleh Kim-thouw Thian-li. Perahu itu sama sekali tidak bergoyang ketika kedua kaki Hek-hwa Kui-bo tiba disitu, dan hanya bergoyang sedikit ketika Kim-thouw Thian-li menyusul gurunya.

“Hek-hwa Kui-bo, jangan harap bisa pergi sebelum memberi tahu dimana adanya Giam Kin!” Li Cu membentak marah dan ikut pula melompat dengan gerakan indah dan cepat.

“Kau sudah bosan hidup!”

Hek-hwa Kui-bo menyambut dengan serangan pedangnya ketika tubuh Li Cu masih berada di udara. Akan tetapi Li Cu memang sudah siap sedia, pedang Liong-cu-kiam sudah di tangannya dan pedang ini ia putar sedemikian rupa mendahului tubuhnya sehingga serangan Hek-hwa Kui-bo tertangkis dengan suara nyaring dan… ujung pedang Hek-hwa Kui-bo telah patah!

Sementara itu, Li Cu sudah mendarat di atas perahu, siap menghadapi pengeroyokan Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li.

Pada saat itu, kembali terdengar suitan keras dari perahu besar di tengah sungai. Dua orang pendayung perahu kecil yang sudah menggerakkan perahu itu meluncur ke tengah, segera berhenti mendayung dan berkata,

“Nona muda inipun menjadi tamu undangan yang terhormat. Sam-wi (kalian bertiga) tidak boleh bertempur!”

Akan tetapi, mana Li Cu sudi mendengarkan omongan ini? Sekarang bukan guru dan murid itu yang menyerangnya, sebaliknya dia yang cepat menggerakan pedang menyerang.

Gadis ini sudah nekad sekali dalam usahanya untuk memaksa mereka memberi tahu dimana adanya Giam Kin yang menculik Lee Giok, Padahal perahu itu amat kecil dan kiranya akan terguling kalau dipakai untuk bertempur.

Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li yang berdiri berdampingan, terpaksa menyambut serangan ini dan dua orang tukang perahu itu menjadi bingung dan marah.






No comments:

Post a Comment