Ads

Wednesday, October 31, 2018

Rajawali Emas Jilid 007

Karena tak dapat mengenal ilmu silat apa yang dipergunakan oleh Kwa Hong untuk menghadapi serangan-serangan tongkat bambunya, kakek Ketua Hoa-san-pai itu menjadi penasaran sekali. Apalagi kalau diingat bahwa ia menyerang dengan menggunakan senjata walaupun hanya sebatang tongkat bambu, sedangkan bekas cucu muridnya itu bertangan kosong!

Alangkah akan malunya kalau ada orang mendengar bahwa dia, Ketua Hoa-san-pai, menggunakan senjata tongkatnya yang sudah terkenal, dalam belasan jurus tidak mampu merobohkan cucu muridnya sendiri yang bertangan kosong.

Mengingat ini, Lian Bu Tojin lalu berseru keras dan mengeluarkan ilmu silatnya yang paling tinggi, inti dari pada Ilmu Pedang Hoa-san Kiam-hoat yang karena sukarnya memang belum pernah ia turunkan kepada Kwa Hong. Hanya ayah Kwa Hong, murid pertama dari Hoa-san-pai, Hoa-san It-kiam Kwa Tin Siong saja yang pernah mempelajari ilmu pedang ini, tapi juga belum sempurna betul.

Bukan main hebatnya ilmu pedang ini. Biarpun dimainkan hanya dengan sebatang tongkat bambu, namun bahayanya bukan main. Tongkat bambu itu berubah menjadi segulung sinar yang menyambar-nyambar dan mengurung diri Kwa Hong dari segala jurusan.

Tadi Kwa Hong selalu dapat menghindarkan diri dari serangan bekas kakek gurunya karena ia memang sudah mengenal ilmu silat Hoa-san-pai dengan baik. Seperti juga Koai Atong, selama beberapa bulan didalam hutan ia telah berhasil mempelajari banyak gerakan dari burung rajawali emas itu dan bersama-sama Koai Atong yang memang amat cerdas dalam hal ilmu silat, mereka telah dapat mengambil intisari daripada gerakan-gerakan burung aneh itu sehingga dapat mempergunakan dalam pertempuran.

Akan tetapi yang dapat mereka petik dalam beberapa bulan ini hanya gerakan mengelak saja, itupun belum sempurna betul sungguhpun memang sudah amat hebat kalau dipergunakan dalam pertempuran.

Sekarang setelah Lian Bu Tojin mengeluarkan ilmu pedang yang menjadi inti daripada Hoa-san Kiam-hoat. Kwa Hong menjadi kaget. Tongkat bambu itu mengeluarkan hawa dingin dan membuat matanya berkunang. Baru ia tahu sekarang bahwa kakek gurunya ini, Ketua Hoa-san-pai memang tidak mempunyai nama kosong belaka.

la mengeluarkan pekik menyeramkan dan kini menggunakan segala ingatannya untuk meniru gerakan-gerakan dari burung rajawali emas. Bukan hanya gerakan untuk mengelak dari bahaya, juga sedikit-sedikit ia mulai menggunakan gerakan menyerang dari burung itu.

Kedua kakinya kadang-kadang melompat dan menerjang dalam tendangan-tendangan sebagai pengganti kedua kaki burung kalau mencakar dan menendang, kedua tangannya secara aneh dan tiba-tiba menghantam dari samping seperti gerakan sayap dan kadang-kadang menotok lurus dari depan seperti gerakan patuk burung.

Betapapun juga, Kwa Hong menjadi girang karena ia dalam beberapa puluh jurus gerakannya mengelak masih berhasil menyelamatkan dirinya dari ancaman senjata kakek itu. Akan tetapi, makin lama makin terasa olehnya betapa gulungan sinar itu makin menekan dan mengurung makin rapat sehingga tak mungkin lagi baginya untuk membalas, repot juga kalau harus mengelak terus dari sinar tongkat yang amat berbahaya itu.

“Koai Atong, bantu aku!” Akhirnya Kwa Hong tidak tahan dan minta bantuan temannya.

Koai Atong mengeluarkan suara melengking keras meniru suara lengkingan burung rajawali, kemudian tubuhnya yang tinggi besar itu menerjang maju Sambil mengirim pukulan Jing-tok-ciang ke arah tubuh kakek Ketua Hoa-san-pai.

Lian Bu Tojin terkejut juga ketika merasa ada angin dingin menyambar dahsyat dari samping. Cepat ia mengelak dan memutar tongkatnya menotok sekaligus ketiga tempat berbahaya di tubuh Koai Atong.

Namun sambil terkekeh Koai Atong mengelak duakali dan menangkis sekali tongkat bambu itu dengan sabetan lengannya dari samping. Lian Bu Tojin kaget ketika merasa betapa sabetan itu mengandung tenaga yang amat dahsyat dan lebih-lebih lagi kagetnya ketika melihat bahwa ujung tongkat bambunya telah remuk!

“Keparat, hari ini pinto harus memberi hajaran kepada kalian berdua!”

Lian Bu Tojin berseru sambil mencabut keluar pedang pusakanya. Cahaya menyilaukan berkelebat ketika pedang pusaka itu tercabut. Inilah pedang pusaka Hoa-san-pai (Hoa-san Po-kiam) yang menjadi tanda kekuasaan.

Semenjak Hoa-san-pai didirikan, pedang ini turun-temurun berada di tangan para ketua Hoa-san-pai. Biasanya pedang pusaka ini hanya dipergunakan untuk upacara-upacara peringatan untuk menghormati para ketua Hoa-san-pai semenjak dahulu, dan jarang sekali dipakai untuk bertempur. Akan tetapi kali ini karena menghadapi lawan berat dan pula harus menjaga nama baik Hoa-san-pai, Lian Bu Tojin tidak ragu-ragu lagi untuk menghunusnya dan mempergunakannya.





Memang pada hakekatnya tingkat ilmu kepandaian dua orang itu, Koai Atong dan Kwa Hong masih jauh di bawah tingkat Lian Bu Tojin. Kalau tadi Koai Atong berhasil membunuh gurunya adalah karena Giam Kong Hwesio sama sekali tidak pernah mengira bahwa muridnya sudah mendapatkan kepandaian yang demikian anehnya, padahal menurut tingkat, tentu saja Koai Atong masih belum dapat menyamai gurunya.

Biarpun Koai Atong dan Kwa Hong mendapatkan ilmu yang amat mujijat, yaitu dari gerakan burung rajawali emas itu, namun mereka baru berlatih beberapa bulan saja, pula hanya mempertahankan diri maka merekapun hanya kuat sekali dalam hal ini.

Untuk balas menyerang ternyata ilmu kepandaian mereka masih belum dapat menyamai tingkat Lian Bu Tojin. Apalagi sekarang mereka berdua bertangan kosong menghadapi Lian Bu Tojin yang marah dan yang bersenjatakan pedang pusaka Hoa-san-pai yang ampuh sekali itu.

Biarpun mereka dapat selalu menghindar daripada sambaran pedang, namun untuk membalas benar-benar merupakan hal yang amat sulit. Kalau dibiarkan saja terus menghadapi gulungan sinar pedang yang menyilaukan mata ini, akhirnya tentu seorang diantara mereka akan terluka terbunuh.

“Kim-tiauw-heng! Hayo bantu kamil” Tiba-tiba Kwa Hong berteriak dan mengeluarkan suara bersuit nyaring.

Lian Bu Tojin terkejut ketika tiba-tiba ia melihat sinar kuning emas berkelebat dari atas dan tahu-tahu ia sudah diserang bertubi-tubi oleh sepasang cakar, sebuah patuk dan sepasang sayap.

Serangan ini hebat luar biasa, akan tetapi sebagai seorang ahli, ia tidak menjadi gugup, malah memusatkan gerakan pedangnya menjadi sebuah lingkaran menghantam ke arah burung rajawali itu.

Hebatnya, biarpun tadinya menyerang dengan dahsyat, begitu menghadapi serangan maut dari pedang pusaka itu, burung rajawali ini dapat secara aneh dan cepat sekali merubah gerakannya dan sekali melejit ia dapat menyelinap diantara gulungan sinar pedang dan berhasil menyelamatkan diri lalu terbang berputaran di atas kepala Lian Bu Tojin, menanti kesempatan baik untuk menyerang lagi.

“Kim-tiauw-heng, kau rampas pedangnya!” kembali Kwa Hong berseru.

Lian Bu Tojin mengira bahwa ucapan ini hanya gertakan saja. Ia tidak mengenal rajawali emas. Burung itu lain dengan burung-burung biasa. Agaknya dahulu pernah dipelihara orang sakti maka burung ini mudah sekali menangkap perintah manusia.

Begitu mendengar seruan ini, ia lalu menyambar-nyambar dan sekarang ia benar-benar berusaha merampas pedang, memukulkan kedua sayapnya kearah kepala Lian Bu Tojin disusul cengkeraman-cengkeraman kedua kakinya kearah pedang pusaka Hoa-san-pai!

Barulah terkejut hati Lian Bu Tojin. Menghadapi dua orang murid murtad itu sudah merupakan hal yang bukan ringan karena mereka memiliki ilmu mengelak yang benar-benar membuat ia sukar merobohkan mereka. Sekarang ditambah lagi seekor burung yang demikian dahsyat serangannya, benar-benar ia mengeluh didalam hatinya.

Ketika dengan gerakan-gerakan aneh Kwa Hong dan Koai Atong maju mendesaknya sedangkan burung itu tiada hentinya menyambar-nyambar di atas kepalanya, mau tak mau Lian Bu Tojin berseru,

“Celaka….!”

Karena kemarahannya ditujukan kepada Kwa Hong, maka dengan nekat orang tua ini lalu mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk menyerang Kwa Hong. Biarlah aku mati asal aku dapat lebih dulu membunuhnya agar nama baik Hoa-san-pai dapat dipertahankan, pikir kakek ini.

Serangannya hebat sekali. Biarpun Kwa Hong sudah mempergunakan gerakan yang ia pelajari dari rajawali emas, dengan gesit menggeser kesana kemari, namun kemana saja ia bergerak, ujung pedang pusaka itu selalu mengikutinya dan mengarah bagian-bagian tubuhnya yang paling berbahaya!

Ketika mendapatkan kesempatan baik Lian Bu Tojin mempercepat gerakannya, tanpa mempedulikan lagi bagian tubuhnya yang lain terbuka untuk masuknya serangan, ia menerjang dan maju menusuk leher Kwa Hong dengan sebuah tikaman maut!

Kwa Hong menjerit ngeri, namun masih ingat untuk menggerakkan kakinya secara aneh sambil melempar diri kekiri. Namun ujung pedang di tangan Lian Bu Tojin masih terus mengejar lehernya.

Pada saat itu Koai Atong menghantam dari samping dengan pukulan Jing-tok-ciang. Keras sekali pukulan ini dan tubuh Lian Bu Tojin sampai tergoyang-goyang, namun tetap saja pedangnya ditusukkan terus. Andaikata ia tidak terpukul oleh Jing-tok-ciang begitu kerasnya, tentu nyawa Kwa Hong tak dapat diselamatkan lagi.

Sekarang karena pukulan yang hebat ini, tangannya tergetar dan tusukan pedangnya meleset dan hanya menancap di pundak Kwa Hong. Gadis itu menjetit kesakitan dan pada saat itu dari atas menyambar bayangan kuning emas, kemudian sebuah sayap besar menghantam kepala Lian Bu Tojin.

Kakek ini biarpun sudah terluka parah oleh pukulan Koai Atong, masih dapat mengangkat tangan kiri menangkis. Hantaman sayap demikian hebatnya, sama sekali tidak terduga oleh Lian Bu Tojin sampai tubuhnya terlempar empat meter lebih dan tahu-tahu pedangnya yang ia pakai menusuk Kwa Hong tadi telah berpindah ke dalam paruh si Rajawali Emas!

Kwa Hong cepat mengambil pedang pusaka itu dari paruh burungnya, lalu ia terhuyung-huyung maju sambil mendekap pundaknya yang mengucurkan darah. Adapun Koai Atong ketika melihat Kwa Hong terluka dan berdarah, menjadi marah sekali. Sambil memekik keras ia menubruk maju hendak menyerang Lian Bu Tojin lagi.

Namun kakek ini sudah duduk bersila mengatur napas karena luka di dadanya akibat pukulan Jing-tok-ciang amat hebatnya. Agaknya ia takkan dapat menghindarkan bahaya maut lagi kalau Koai Atorig menyerangnya.

“Jangan bunuh dia!” tiba-tiba Kwa Hong membentak, Koai Atong kaget dan menahan pukulannya, dengan heran ia mundur memandang Kwa Hong.

Kwa Hong yang kelihatan menyeramkan karena pundaknya mengucurkan darah yang membasahi bajunya itu, tersenyum dengan muka pucat, lalu berkata,

“Jangan bunuh dia, enak benar kalau dia mampus. Biar dia menderita, biar dia tahu rasanya bagaimana kalau orang terhina, bagaimana rasanya tangan dibikin buntung.”

Sambil berkata demikian tiba-tiba tangannya yang memegang pedang bergerak menyabet dan…, tangan kanan Lian Bu Tojin sebatas pergelangannya terbabat buntung!

Kakek itu membuka matanya, menarik napas panjang lalu berdiri. Dengan tangan kirinya ia memijat beberapa tempat di lengan kanannya untuk menghentikan jalan darah sehingga darahnya tidak mengucur terus. Kemudian ia memandang ke arah Kwa Hong dengan sinar mata yang berubah seakan-akan kilat menyambar sehingga untuk sejenak Kwa Hong tertegun dan terkesima. Betapapun juga, pengaruh yang keluar dari sinar mata itu rnembangkitkan kenangan lama dan membayangkan pengaruh kakek itu atas dirinya bertahun-tahun yang lalu.

Koai Atong tertawa,
“Heh-heh, tosu tua, kau datang bersama hwesio itu, kalau pergi jangan lupa membawa temanmu itu bersama!”

Maksud Koai Atong dengan kata-kata ini bukan sekali-kali untuk mengejek atau menggoda, melainkan dengan maksud hati hendak menyenangkan Kwa Hong.

Lian Bu Tojin tidak berkata apa-apa dan ucapan Koai Atong ini menguntungkan Kwa Hong karena seketika sinar mata kakek itu menjadi biasa kembali. Lian Bu Tojin lalu memungut buntungan tangannya dari atas tanah, kemudian dengan lengan kiri ia memanggul tubuh Giam Kong Hwesio lalu berjalanlah ia cepat meninggalkan tempat itu.

Benar-benar hebat sekali Ketua Hoa-san-pai ini. Lukanya akibat pukulan Jing-tok-ciang dari Koai Atong tadi hebat bukan main, ditambah lagi tangan kanannya buntung, namun sedikitpun ia tidak pernah merintih, malah masih dapat pergi cepat sambil memondong jenazah Giam Kong Hwesio dan membawa buntungan tangannya!

Kejadian ini cukup hebat sehingga untuk beberapa lama Kwa Hong termenung, baru kemudian ia merawat luka pada pundaknya. Diam-diam Kwa Hong girang sekali karena sekarang terbukti bahwa latihan-latihan yang mereka lakukan dengan ilmu silat yang gerakannya mengambil intisari gerakan rajawali emas itu benar-benar tadi telah memperlihatkan kehebatannya.

**** 007 ****





No comments:

Post a Comment