Ads

Monday, October 15, 2018

Raja Pedang Jilid 112

“Ada keperluan apakah kau datang kesini?”

Suara yang angkuh dan dingin, makin seram karena suasana di ruangan itu remang-remang dan dingin, lagi sunyi. Beng San mengangkat muka. Dilihatnya orang yang dianggap kakak kandungnya itu duduk di kursi menghadapi meja besar di ruangan yang kosong, pakaiannya dari sutera biru, matanya bersinar-sinar dan mulutnya menyeringai seperti orang mengejek dan memandang rendah.

Sejenak Beng San tak dapat berbicara, berdiri tegak di depan meja. Kemudian setelah saling berpandangan, ia berkata,

“Kau….. bukankah kau kakakku Tan Beng Kui? Bukankah aku ini adik kandungmu? Kui-ko, dimana ayah dan ibu? Apa yang telah terjadi padaku waktu aku kecil.”

Suara Beng San mulai menggetar saking terharunya. Sikap dingin kakaknya tidak mengecilkan hatinya, tidak mengusir keharuannya bertemu dengan kakaknya ini.

“Aku tidak mempunyai adik seperti kau'” jawaban ini terdengar dingin dan amat mengagetkan hati Beng San. “Pergilah, kau jangan menggangguku.”

Beng San menjadi marah, mukanya berubah merah.
“Kenapa kau hendak menyangkal? Kenapa hendak membohong dan merahasiakan? Aku yakin bahwa kau adalah kakakku Beng Kui. Kui-ko, apakah kau sudah lupa? Bukankah di punggungmu ada dua tahi lalat? Apa kau lupa bahwa jidat ayah ada goresan bekas luka dan lupa betapa lemah lembut ibu kita? Kui-ko…..”

“Diam!”

Beng Kui menggebrak meja sambil bangkit berdiri. Sepasang matanya memancarkan api kemarahan.

“Andaikata dahulu aku mempunyai seorang adik, maka adikku itu sudah mati di air bah. Lebih baik mempunyai adik mati dibawa banjir daripada seorang pengacau yang goblok, seorang yang tolol akan tetapi bersikap pintar sendiri, membiarkan dirinya terseret dalam pemberontakan jahat. Sudahlah, kau pergi dari sini, aku tidak kenal kau!”

“Tapi….. tapi, aku…..” Beng San tergagap, “….. aku ingin mengetahui dimana ayah ibuku,….”

Hampir dia menangis karena sikap kakaknya ini benar-benar diluar dugaannya. Teringatlah dia ketika dahulu di Hoa-san-pai kakaknya inipun membuang ludah ketika melihat dia.

“Sudah mati semua… mati ditelan Sungai Huang-ho…;.”

Bercucuran air mata dl kedua pipi Beng San yang sekarang menjadi pucat.
“Dimana….. dikuburnya? Aku….. aku ingin menyambangi makam mereka….. ingin bersembahyang….. ah, ayah ibu..,.,”

Kini suara Beng Kui juga terdengar serak dan menggetar,
“Di dekat Kiu-liong-kiauw di Shan-si…..”

Mendengar suara kakaknya ini, makin terharulah Beng San. la melangkah maju.
“Kui-ko….. kakak kandungku…,. tak maukah kau memelukku…..?”


Pada saat itu terdengar suara penjaga dari luar,
“Pangeran Souw datang hendak berkunjung kepada Tan-ciangkun!”

“Pergilah!” kata Beng Kui. “Kau hanya mengacau dan merusak kedudukanku. Aku tidak mau kenal kau lagi. Pergi sekarang, melalui pintu belakang ini, jangan kau datang lagi, kalau nekat, akan kutangkap dan kujatuhi hukuman sebagai pemberontak!”

Seketika menjadi panas hati Beng San. Tak disangkanya kakak kandungnya sejahat ini moralnya.





“Kau….. anjing Mongol, kau sudah membunuh para orang gagah di rumah penginapan dan kau mengancam hendak membunuh adik kandung sendiri?”

“Tutup mulutmu dan pergilah! Siapa sudi bicara dengan segala macam pemberontak! Pergi!”

Dengan dada panas seperti hendak dibakar rasanya, Beng San melangkah pergi melalui pintu yang ditunjuk tadi. Begitu keluar, dia tiba di taman belakang dan seorang penjaga sudah siap mengantarnya keluar. Setelah tiba di tempat gelap, dengan kepandaiannya Beng San menyelinap dan meloncat masuk lagi, langsung dia melayangkan tubuhnya naik ke atas genteng dan dilain saat dia telah mengintai ke dalam ruangan dimana tadi kakaknya menyambut kedatangannya. la melihat Pangeran Souw Kian Bi tertawa-tawa memasuki ruangan itu, disambut penuh kehormatan oleh Tan Beng Kui.

“Ha-ha-ha, Tan-ciangkun, kenapa kau main kucing-kucingan? Bukankah dia itu adik kandungmu yang betul-betul dan yang selama bertahun-tahun ini kau cari-cari?”

Pangeran itu tertawa.
“Alangkah lucunya kalau kuingat bahwa ketika kecilnya dulupun aku pernah melihatnya. Ha-ha-ha, tolol tapi berani adikmu itu, sayang….. dia mau diperalat oleh pemberontak-pemberontak.”

“Hemmm, siapa sudi mempunyai adik macam dia? Pangeran, satu kali ini saja aku mengampuni dia karena mengingat keturunan akan tetapi kalau lain kali dia berani muncul, di dalam hatiku aku sudah menganggap dia seorang anggauta pemberontak, bukan adik lagi. Lain kali tanganku sendiri akan menggunakan pedang memenggal lehernya.”

“Bagus! Tentu saja aku sudah ketahui semua isi hati dan kesetiaanmu terhadap pemerintah, Ciangkun. Sekarang mari kita bicarakan hal penting. Kau tentu tahu bahwa usahaku dengan pasukan melakukan pengejaran atas diri Kwee-ciangkun yang dilarikan orang-orang Pek-lian-pai tidak berhasil. Tadinya kusangka adikmu yang tolol itu yang berubah lihai dan melarikannya, eh, kiranya dia masih berada disini. Jadi terang kalau di belakangnya ada tokoh-tokoh Pek-lian-pai. Maka aku lalu mengerahkan lima orang perwira membawa sepasukan yang kuat, dibantu oleh dua cianpwe (orang tua gagah), pergi menyusul ke Hoa-san. Perbuatan kekerasaan menculik Kwee-ciang-kun yang sudah menjadi perwira ke Hoa-san, cukup dijadikan alasan bahwa Hoa-san-pai hendak membantu pemberontak.”

Tan Beng Kui mengangguk-angguk.
“Bagus sekali tindakan Pangeran. Akan tetapi kenapa tidak memimpin sendiri atau setidaknya mewakilkan kepadaku untuk membereskan urusan besar itu.”

Souw Kian Bi tertawa bergelak, menyambar cawan arak yang dibawa masuk pelayan lalu diminumnya sekali teguk.

“Ha-ha-ha, untuk urusan itu sudah cukup ditangani dua cianpwe itu. Lebih penting sekali adalah urusan disini, yang terjadi di depan mata kita, Ciangkun.”

“Urusan apakah itu?”

“Tan-ciangkun, kita benar-benar telah dipermainkan musuh. Dari surat-surat yang kudapatkan di tubuh mata-mata pemberontak itu, jelas bahwa di kota raja ini penuh dengan jaringan mata-mata yang dipimpin oleh dua orang yang disebut-sebut sebagai Ji-enghiong (Pendekar ke dua) dan Si-enghiong (Pendekar ke empat). Ternyata dua orang tokoh mata-mata yang ini sudah berada disini bertahun-tahun lamanya.”

“Aku pun sudah mengetahui tentang surat itu. Akan tetapi apakah surat-surat itu dapat dipercaya? Kenapa tidak disebutkan siapa orangnya dan dimana rumahnya? Pangeran, jangan-jangan surat itu hanyalah siasat untuk membingungkan kita saja.”

Pangeran itu menggeleng-geleng kepalanya.
“Hemmm, tidak sesederhana itu wawasanku, Ciangkun. Tadinya aku sendiripun menganggap demikian, akan tetapi setelah kurenungkan dan kuhubung-hubungkan semua kejadian yang lalu, aku malah hampir yakin bahwa aku tahu siapa adanya Ji-enghiong dan Si-enghiong pemimpin mata-mata itu.”

“Bagus sekali kalau begitu. Biarpun baru dugaan, lebih baik tangkap dulu orangnya, paksa supaya mengaku. Apa sukarnya?” Tan Beng Kui berkata cepat dengan girang.

“Hemmm, kiranya kau masih belum dapat menduga siapa mereka itu? Benar-benar aku heran kalau kau yang biasanya amat cerdik ini tidak dapat menduga siapa adanya Ji-enghiong dan Si-enghiong itu?”

“Dalam hal ini aku harus mengakui kekuranganku, Pangeran. Siapakah dua orang tokoh pemberontak itu? Harap suka memberitahukan dan biarlah aku akan turun tangan sendiri menangkap mereka.”

“Seorang diantaranya adalah Kwee Sin.”

“Apa…..??” Wajah Beng Kui berubah sekali dan dia benar-benar terkejut mendengar ini.

“Pangeran, harap kau jangan main-main!”

“Tidak, Ciangkun. Dugaanku tak mungkin keliru, seorang diantara mereka itu, entah Ji-enghiong entah Si-enghiong, adalah Kwee Sin. Dan yang seorang lagi, sudah tentu adalah Lee Giok…..”

“Tidak mungkin!” Beng Kui sampai melompat dari bangkunya, kemudian dia tertawa bergelak. “Souw-taijin benar-benar main-main kali ini. Lee-siocia adalah puteri keluarga bangsawan Lee yang sudah terkenal, juga dia membantu kita. Mana bisa dia dituduh kepala mata-mata? Ah, aku mana bisa percaya akan hal ini?”

“Tuduhanku bukan hanya serampangan saja, Tan-ciangkun, tapi berdasarkan perhitungan. Selama ini segala rahasia kita bocor sehingga gerakan para pemberontak dapat cepat dan makin mengancam kedudukan kita. Akan tetapi kejadian kali ini, coba Ciangkun pikir. Kwee Sin lenyap, katakanlah diculik musuh-musuhnya akan tetapi kenapa nona Lee Giok terlihat menyamar sebagai seorang nenek dan mengadakan pertemuan dengan dua orang kakek yang mencoba untuk menculik Kwee Sin, kemudian nona Lee Giok malah diam-diam menghilang dari kota raja? Dan menurut penyelidikan, nona Lee Giok mengejar Kwee Sin ke Hoa-san.”

“Begitukah? Tapi, bisa jadi kalau nona Lee Giok bermaksud menolong Kwee Sin dari tangan para pemberontak.”

Souw Kian Bi tertawa.
“Betul ada kemungkinan itu, akan tetapi biarlah kita sama lihat saja. Aku sudah mengutus pasukan itu menyusul dan membawa mereka berdua kembali ke kota raja, kalau perlu menghancurkan Hoa-san-pai”

“Hoa-san-pai adalah partai yang kuat, banyak terdapat orang pandai disana dan Lian Bu Tojin sendiri memiliki kesaktian yang tinggi. Mana bisa dihancurkan begitu saja oleh sebuah pasukan?” tanya Tan Beng Kui.

“Ha-ha-ha, kau tidak tahu siapa adanya dua orang cianpwe itu? Seorang adalah Hek-hwa Kui-bo dan orang kedua adalah Siauw-ong-kwi Locianpwe. Ha-ha-ha, apakah mereka itu tidak cukup kuat untuk menghancurkan Hoa-san-pai?”

“Hebat! Benar-benar aku takluk kepadamu, Pangeran. Bagaimana kau dapat menarik dua orang locianpwe itu untuk membantu kita menumpas Hoa-san-pai?”

Souw Kian Bi tertawa girang, jarang dia bisa mendapat pujian Tan Beng Kui yang biasanya amat cerdik dan banyak membuat jasa itu.

“Baiklah aku berterus terang kepadamu, Hek-hwa Kui-bo dapat ditarik karena permintaan muridnya, Kim-thouw Thian-li…..”

“Hemmm, tentu kekasih Kwee Sin itu, bukan? Bagus!”

“Selain kekasih Kwee Sin, Kim-thouw Thian-li dengan Ngo-lian-kauw yang dipimpinnya, harus diakui sudah amat banyak jasanya terhadap kita, apalagi dalam hal mengadu domba golongan-golongan pemberontak. Adapun Siauw-ong-kwi Locianpwe, biarpun dia orang pertapa yang aneh, namun dia berasal dari utara, tentu saja suka membantu kita, apalagi ditangisi muridnya yang ingin mendapatkan seorang gadis anak murid Hoa-san pai.”

“Kau maksudkan si Raja Liar Giam Xin itu, Pangeran?”

“Siapa lagi kalau bukan dia?” Souw Kian Bi tertawa. “Siluman cilik itu telah tergila-gila kepada murid Hoa-san-pai yang bernama Thio Bwee. Ha-ha-ha!”

Tan Beng Kui juga tertawa sehingga dua orang berpangkat ini tertawa bergelak. Suara ketawa mereka memenuhi ruangan itu. Beng San dengan hati gemas dan kaget cepat pergi dari situ untuk menyusul ke Hoa-san.

Hoa-san-pai terancam bahaya besar, pikirnya. Dia harus cepat pergi ke Hoa-san untuk membantu Hoa-san-pai dari kehancuran. Juga kalau betul apa yang dia dengar dari Souw Kian Bi tadi bahwa Kwee Sin adalah seorang pemimpin pasukan mata-mata pejuang, dia harus menyelamatkannya.

Diam-diam Beng San bingung, juga terharu. Betulkah Kwee Sin seorang pejuang? Malah menjadi pemimpin di kota raja, di “mulut harimau”? Dan nona muda Lee Giok itu? Betulkah dia pemimpin pejuang pula? Ah, rasanya tak masuk di akal.

**** 112 ****





No comments:

Post a Comment