Ads

Wednesday, October 10, 2018

Raja Pedang Jilid 105

Nyonya tersenyum dan memandang tajam.
“Tentu saja kami tahu dimana murid Kun-lun-pai itu yang sekarang sudah menjadi pembantu pemerintah dan bekerja sama dengan orang-orang Ngo-lian-kauw. Akan tetapi, pada saat seperti sekarang ini, dimana tenaga semua rakyat dibutuhkan untuk perjuangan menghalau penjajah, bagaimana Ji-wi masih ada kesempatan untuk mencampuri segala urusan pribadi?"

“Keliru…… keliru pendapat seperti itu!”

Phang Tui yang sejak tadi membiarkan kakaknya bicara mewakili mereka berdua, sekarang berkata dengan sungguh-sungguh.

“Hoa-san-pai dan Kun-lun-pai bertengkar terus sampai-sampai tidak ada waktu membantu kita. Semua ini gara-gara si Kwee Sin seorang. Kami berdua berpendapat bahwa apabila kami dapat menangkap Kwee Sin, mati atau hidup dan membawanya ke Hoa-san, tentu fihak Hoa-san maupun fihak Kun-lun akan menghabisi permusuhan mereka dan apabila dua golongan itu sudah berdamai lalu suka membantu kita, bukankah pekerjaan ini juga merupakan pekerjaan yang amat berguna bagi perjuangan?”

Nyonya Liong mengangguk-angguk sedangkan dua orang temannya juga menyatakan kebenaran ucapan Phang Tui.

“Jadi ji-wi berkeras hendak menangkap Kwee Sin lebih dulu.”

Ketika dua orang kakek petani itu mengangguk, Nyonya Liong lalu berkata,
“Baiklah kalau begitu. Tempat tinggal Kwee Sin adalah di gedung ke lima sebelah barat perempatan jembatan Naga, rumah yang di atasnya ada hiasan ukiran naga. Harap ji-wi berhati-hati karena selalu dia bersama dengan ketua Ngo-lian-kauw yang berkepandaian tinggi. Ji-wi kerjakan dulu maksud hati ji-wi, setelah itu baru kita mengadakan pertemuan lagi, tiga hari kemudian pada waktu seperti ini dan bertempat disini pula dan pada waktu itulah saya akan menyampaikan tugas-tugas baru bagi ji-wi. Nah, selamat berpisah.”

Mereka berpisah dan keluar dari rumah secara diam-diam. Hanya nyonya Liong dan Kang-jiu Bouw Hin yang berpakaian tentara itu keluar secara biasa saja, dari pintu depan tanpa ada yang menaruh curiga.

Ketika dua orang saudara Phang itu melompat ke dalam gelap keluar dari tembok yang mengelilingi rumah, mereka baru melihat seseorang berkelebat di dekat mereka. Mereka kaget, akan tetapi bayangan itu berbisik,

“Selamat sampai bertemu kembali, ji-wi Phang-twako.”

Ternyata bayangan itu adalah si pengemis tadi, yaitu Kim-mouw-sai Lim Seng yang cepat meloncat ke kiri dan menghilang di dalam gelap. Dua orang saudara Phang itu kagum karena ginkang dari orang she Lim itu ternyata hebat juga.

Lima orang rahasia yang berkumpul dan mengadakan pertemuan rahasia di malam hari itu sama sekali tidak tahu bahwa semenjak tadi gerak-gerik mereka telah diintai oleh Beng San. Pemuda ini dalam usahanya untuk mencari Kwee Sin, telah pula sampai di kota raja dan kebetulan sekali bermalam di rumah penginapan sederhana itu.

Malam tadi secara kebetulan dia yang berada di kamarnya mendengar desir angin yang hanya terdengar oleh seorang yang memiliki Iweekang setinggi dia. la kaget dan tahu bahwa ada orang mempergunakan ilmu ginkang bergerak di luar rumah, maka cepat dia keluar dari kamarnya secara diam-diam dan melihat dua bayangan berkelebat, yaitu bayangan dua orang saudara Phang.

Demikianlah, secara diam-diam dia mengintai dan mendengar segala percakapan yang dilakukan oleh lima orang itu. Hatinya kagum bukan main ketika mendapat kenyataan bahwa lima orang itu adalah pejuang-pejuang, orang-orang gagah seperti Tan Hok yang rela mengorbankan nyawa demi perjuangan bangsa menghalau penjajah. Akan tetapi, lebih girang lagi hatinya karena tanpa sengaja dia mendapat petunjuk dimana dia bisa mencari Kwee Sin.

Malam berikutnya Beng San sudah mengikuti lagi perjalanan dua orang saudara Phang yang menuju ke rumah gedung Kwee Sin seperti yang telah ditunjuk oleh nyonya Liong pada kemarin malam. la mengenal dua orang ini sebagai tamu terhormat di Hoa-san-pai, maka diam-diam dia tidak mau mengganggu mereka.

“Betapapun juga, mengajak Kwee Sin ke Hoa-san-pai adalah tugasku,” pikirnya. “Aku yang sudah berjanji dan akulah yang harus memenuhi janji itu.”

Dengan ginkang mereka yang sudah tinggi, dua orang saudara Phang itu dapat memasuki halaman rumah gedung itu dengan mudah. Mereka melompati pagar tembok dan merasa girang karena ternyata rumah gedung ini tidak ada yang menjaga. Di lain saat mereka sudah mengintai ke sebuah kamar dimana duduk seorang laki-laki yang tampan dan gagah, berusia tiga puluh tahun lebih, wajah yang tampan itu angker dan agung, sedang menulis sesuatu di atas meja.





Tak jauh dari situ duduk pula seorang perempuan cantik berpakaian mewah, memandang kepada laki-laki itu sambil tersenyum dan mengebut-ngebut tubuhnya dengan sebuah kipas.

Laki-laki itu bukan lain adalah Pek-lek-jiu Kwee Sin, orang termuda dari Kun-lun Sam-hengte, jago muda Kun-lun-pai yang telah mengakibatkan keributan antara Hoa-san dan Kun-lun. Adapun perempuan cantik yang pesolek dan bersikap genit itu bukan lain adalah Ngo-lian-kauwcu (ketua Ngo-Lian kauw) yang berjuluk Kim-thouw Thian li (Dewi Kepala Emas) dan yang oleh Kwee Sin dikenal dengan nama Coa Kim Li gadis yang telah merayu dan merobohkan hatinya

“Sin-ko (kanda Sin)”, Kim-thouw Thian-li berkata dengan suara merdu, “Malam ini kau harus menemani aku. Di rumah amat sunyi, jangan kau sibuk dengan pekerjaanmu. Tak usah kau membanting tulang para pembesar sampai hong-siang (kaisar) sendiri cukup maklum betapa besarnya jasamu kepada pemerintah.”

“Aku banyak pekerjaan, Li-moi (adik Li). Biarlah besok siang kalau aku pulang dari kantor, aku akan mengunjungi rumahmu. Kau seorang ketua perkumpulan besar seperti Ngo-lian-kauw, bagaimana bisa kesepian?” Kwee Sin tertawa dan menunda tulisannya.

“Biarpun ada seribu orang teman, mana bisa dibandingkan dengan kau?” Coa Kim Li berkata genit lalu menarik bangkunya mendekat.

Pintu kamar terketok dari luar. Cepat-cepat Kim-thouw Thian-li menjauhkan lagi bangkunya. Ketika pelayan masuk Kwee Sin sudah bersikap keren seperti tadi.

“Kwee-ciangkun, di luar ada Lee-siocia (nona Lee) mohon menghadap Ciangkun (Panglima),” pelayan itu dengan sikap hormat dan tanpa mengangkat muka memberi laporan.

“Baik, minta nona Lee masuk ke ruangan ini,” jawab Kwee Sin. Pelayan itu memberi hormat dan mengundurkan diri keluar dari ruangan.

“Huh, Sin-ko, awas kau kalau di belakangku kau berani main gila dengan nona muda itu!” tiba-tiba Kim-thouw Thian-li berkata lirih, matanya bersinar penuh cemburu.

Kwee Sin tersenyum pahit.
“Kim Li-moi apa-apaan cemburu ini? Kau tahu aku bukan….. bukan mata keranjang dan kau tahu pula bahwa Lee-siocia adalah seorang yang mendapat kepercayaan semua panglima di kota raja, juga lihai ilmu silatnya. Pertemuanku dengan dia tentu hanya berhubung pekerjaan, mengapa kau menyangka yang bukan-bukan? Dia datang, kau pun disini, boleh kau saksikan sendiri apa yang hendak dia sampaikan kepadaku!”

“Huh, biar dia lihai, siapa takut padanya? Dan siapa sudi bertemu dengannya? Melihat mukanya yang muda, jangan-jangan timbul seleraku untuk mencakar mukanya! Aku akan bersembunyi di belakang pintu, awas kau, sekali saja kau dan dia main gila, kalian akan kubunuh!”

Dengan gerakan cepat sekali tubuhnya berkelebat menghilang di balik pintu samping. Kwee Sin menarik napas lega, wajahnya nampak girang dan tersenyum ketika pintu depan terbuka dan seorang nona berpakaian kuning berjalan masuk.

“Nona Lee, kau membawa kabar penting apakah?” Kwee Sin menyambut kedatangan nona ini dengan suara nyaring. “Apakah kali ini kau diutus oleh Pangeran Souw? Ataukah Tan-ciangkun yang mengutusmu?”


Nona berpakaian kuning itu amat dikenal di kalangan atas kota raja. Dia bernama Lee Giok, puteri seorang bangsawan di kota raja. Usianya baru sembilan belas tahun, wajahnya yang cantik itu nampak muram dan seperti diliputi kesedihan, matanya tajam dan gagang pedang menonjol di pinggangnya. Biarpun ia masih muda, namun ia sudah terkenal sebagai seorang yang amat berjasa dalam menindas kaum pemberontak berkat ilmu silatnya yang tinggi dan otaknya yang cemerlang.

Menghadapi pertanyaan Kwee Sin, nona itu menghela napas, memandang kepada Kwee Sin dengan matanya yang tajam, lalu katanya perlahan,

“Kwee ciangkun, kalau memang Kim-thouw Thian-li sudah berada disini, mengapa ia bersembunyi dan mengintai? Kuharap Ciangkun suka mempersilakan dia keluar karena kedatanganku ini toh bukan hendak mengadakan pertemuan yang bukan-bukan!”

Tentu saja Kim-thouw Thian-li kaget sekali. Akan tetapi diapun seorang wanita yang cerdik. Dengan tenang ia muncul dari balik pintu dan tertawa.

“Hebat benar kecerdikan nona Lee! Tadi memang saudara Kwee dan aku sengaja hendak menguji kecerdikanmu yang sudah lama kudengar dibicarakan orang, kiranya benar-benar kau cerdik. Hanya aku yang tolol, tidak ingat bahwa kepergianku dari sini meninggalkan ganda harum. Ehm, benar lihai!”

Diam-diam nona itu, Lee Giok terkejut juga. la dipuji cerdik, akan tetapi ketua Ngo-lian-kauw itu dengan sendirinya telah pula membuktikan bahwa otaknya tidak kalah cerdiknya. Memang tepat sekali kata-katanya tadi, dia dapat mengetahui bahwa Kim-thouw Thian-li baru saja meninggalkan ruangan itu karena tercium olehnya bau harum seperti yang biasa ia cium kalau ia bertemu dengan ketua Ngo-lian-kauw itu.

Setiap orang wanita sudah tentu memiliki kesukaan masing-masing tentang wangi-wangian yang dipakainya dan wangi-wangian yang dipakai oleh Kim-thouw Thian-li mempunyai bau yang khas.

“Kwee-ciangkun, kedatanganku tidak lain hanya untuk menyampaikan peringatan kepadamu. Ada berita sampai kepadaku bahwa pada waktu ini di kota raja datang dua orang saudara Phang dari Hun-lam yang sengaja mencari Kwee-ciangkun dan hendak memaksa Kwee-ciangkun, mati atau hidup, ikut pergi ke Hoa-san.”

Berubah wajah Kwee Sin mendengar berita ini.
“Nona, apakah kau maksudkan Phang Khai dan Phang Tui Sepasang Naga dari Hun-lam?” katanya setengah berbisik.

Nona itu mengangguk, wajahnya nampak makin murung lalu ia membalikkan tubuh berkata.

“Tugasku sudah selesai, Ciangkun. Aku tak dapat lama-lama disini, khawatir kalau-kalau membuat orang lain mendongkol saja.”

Tanpa melirik kepada Kim-thouw Thian-li yang disindirnya itu, nona ini segera keluar dari ruangan itu dengan langkah ringan dan cepat sekali.

“Hi-hi-hi, baru mendengar ada dua orang tua bangka dari Hun-lam datang saja, kau kelihatan gelisah?” kata Kim-thouw Thian-li.

”Li-moi, jangan kau anggap ringan dua orang kakek itu. Nama besar Phang-hengte (kakak beradik Phang) dari Hun-lam sudah lama kudengar. Aku memang tidak takut, hanya sebab-sebab mengapa mereka hendak menangkapku inilah yang menggelisahkan hati.”

“Sin-ko, mengapa kau begini bodoh? Mudah sekali diduga. Mereka tentulah bergabung dengan para pemberontak maka hendak memusuhimu, atau mungkin sekali mereka itu disuruh oleh perempuan she Liem yang tak tahu malu itu untuk….”.

“Li-moi, kau berjanji takkan menyebut-nyebut namanya!” Tiba-tiba Kwee Sin berkata, jidatnya berkerut tak senang.

“Hi-hi-hi, sudahlah. Hanya dua ekor anjing tua dari Hun-lam itu untuk apa diributkan? Biarkan mereka datang, masih ada aku disini, mereka bisa berbuat apa terhadap dirimu?”






No comments:

Post a Comment