Ads

Tuesday, August 28, 2018

Raja Pedang Jilid 006

Pada saat itu terdengar angin bertiup dan tubuh Kwa Tin Siong berkelebat. Orang gagah ini memegang pedang telanjang di tangannya, wajahnya yang muram nampak makin muram dan penuh kekhawatiran.

Ia bernapas lega melihat anaknya masih selamat disitu, lalu ia memandang sekilas kearah Beng San, baru kemudian ia memperhatikan wanita itu. Ia melihat seorang wanita cantik, sepasang matanya liar dan aneh, tangan kiri bermain-main dengan sehelai saputangan sutera beraneka warna, indah dan panjang.

Melihat sinar mata wanita ini, diam-diam Kwa Tin Siong terkejut sekali. Bukan mata orang biasa. Ia berlaku hati-hati, sekali lagi melirik kearah Kwa Hong untuk melihat keadaan anaknya. Setelah mendapat keyakinan bahwa anaknya tidak terluka hanya agak takut-takut, ia lalu menjuru kepada perempuan itu.

“Toanio (nyonya) dengan aku Kwa Tin Siong tidak pernah saling mengenal dan karenanya tidak ada permusuhan sesuatu, maka mohon Tanya ada maksud Toanio membawa anakku sampai kesini?”

Kwa Tin Siong bersikap hormat sekali karena dari cara nyonya ini tadi merampas anaknya tanpa ia dapat berdaya sama sekali sudah menunjukkan bahwa ia berhadapan dengan seorang yang memiliki kepandaian luar biasa sekali.

Wanita itu tersenyum mengejek, memandang tak acuh, menjawab lalu berkata kepada Beng San.

“Kau tadi dihina hayo balas!”

Akan tetapi mana Beng San mau membalas? Ia memang tidak merasa sakit hati kepada ayah dan anak itu. Apalagi Kwa Tin Siong amat baik kepadanya sedangkan kh dia hanya mendongkol saja. Maka dia menggeleng kepalanya tanpa berkata sesuatu.

Kwa Tin Siong mendongkol juga melihat lagak wanita ini yang sama sekali tidak memperdulikannya, jelas amat memandang rendah, maka ia lalu berkata lagi dengan hormat,

“Toanio, aku Kwa Tin Siong tidak mempunyai permusuhan, juga Hoa san pai tidak mempunyai permusuhan.”

Ia sengaja menyebut nama Hoa-san-pai agar perempuan ini tidak lagi memandang rendah kepadanya dan bersikap selayaknya orang kang ouw berurusan dengan sesama orang kang ouw.

“Tosu bau Lian Bu tak kenal mampus, tidak mampu mengajar anak muridnya.”

Wanita itu bicara seperti pada diri sendiri. Akan tetapi cukup membuat Kwa Tin Siong bangkit kemarahannya. Lian Bu Tojin adalah gurunya, juga adalah ketua Hoa san pai, seorang ciangbunjin (ketua partai) yang amat dihormati orang seluruh kang ouw. Maka perempuan ini menyebut namanya begitu saja ditambah sebutan tosu bau segala? Pedang di tangannya gemetar. Tiba-tiba Kwa Hong yang mengenal sikap ayahnya yang marah ini memperingatkan.

“Ayah, tadi aku tusuk dia tapi pedangku patah sebelum menyentuhnya!”

Kwa Tin Siong kaget. Tidak kaget karena pedang anaknya patah. Ia tahu bahwa kepandaian anaknya belum seberapa, tentu saja kalau melawan seorang tokoh pandai takkan ada artinya. Ia kaget karena mendengar pengakuan anaknya yang sudah menyerang wanita ini.

“Hong ji, jangan kurang ajar kau. Mari sini!” ia menyuruh anaknya mendekatinya agar lebih mudah melindungi kalau sampai terjadi pertempuran.

Akan tetapi selagi Kwa Hong hendak bergerak mendekati ayahnya, tampak wanita itu menggerakkan saputangan suteranya kearah Kwa Hong yang segera berdiri diam seperti patung. Hampir Kwa Tin Siong tak dapat mempercayai matanya sendiri. Ujung saputangan yang halus itu tampaknya tidak mengenai tubuh anaknya, namun …nyatanya anaknya telah kena ditotok jalan darahnya!

“Hi hi hi hi hi….. Hoa-san-pai….” Wanita itu tertawa mengejek.

Sesabar-sabarnya manusia, kalau anaknya diganggu dan nama partainya diejek seperti itu, takkan dapat menahan juga, Kwa Tin Siong berseru.

“Manusia sombong, bersiaplah kau menghadapi pedangku!” sebagai seorang laki-laki gagah tentu saja ia masih menahan diri, tidak mau menyerang seorang wanita yang hanya memegang sehelai saputangan.

Akan tetapi wanita itu menjawab halus.
“Pedangmu yang buruk dan ilmu silat Hoa-san-pai yang rendah mau bisa apakah terhadapku?”

“Hemmmm, sombong amat. Kalau begitu lihat pedangku!”

Kwa Tin Siong memutar pedangnya dan langsung menyerang dengan gerak tipu yang lihai dari Hoa-san Kiam-hoat, yaitu gerakan Tian-mo-po-in (Payung kilat sapu awan). Pedangnya berputar sampai merupakan payung yang berkilauan dan berkelebatan menyambar kearah wanita itu.





“Hi hi hi hi hi, kiam-hoat (ilmu pedang) buruk!” wanita itu dengan mudahnya miringkan tubuh menundukkan kepala untuk menghindari sabetan pedang.

Akan tetapi Kwa Tin Siong adalah seorang jago tangguh dari Hoa-san-pai. Gerakan-gerakannya amat mahir, sudah masak dan cepat sekali. Melihat bahwa serangan pertamanya takkan berhasil ia cepat sekali merubah gerakannya tanpa menarik kembali pedangnya.

Kini pedangnya itu meluncur dengan gerakan yang disebut Kwan-kong-sia-ciok (Kwan kong memanah batu). Cepat sekali pedangnya sudah meluncur menusuk kearah ulu hati lawan.

Kwa Tin Siong sudah mulai merasa kaget dan menyesal melihat agaknya lawannya tak mampu mengelak. Bukan maksudnya untuk membunuh orang maka gerakannya ia tahan dan perlambat sedapatnya. Akan tetapi sebelum ujung pedangnya menyentuh lawan, tepat seperti dikatakan Kwa Hong tadi, tiba-tiba menyambar sinar terang dari saputangan itu menyambar kearah pedang dan tangan.

“Krakkk!”

Semacam tenaga mujijat menghantam patah pedang di tangan Kwa Tin Siong. Orang she Kwa ini mempertahankan getaran hebat, tidak mau melepaskan pedangnya yang buntung. Akibatnya ia terpental mundur lima langkah dan muntahkan darah segar.

“Hi hi hi hi hi…, Hoa-san-pai…… belum kubalas menyerang kau sudah mundur, orang she Kwa.

“Sekarang terimalah seranganku!” wanita itu melangkah maju dan menggerakkan saputangannya

Kwa Tin Siong merasa bahwa ia berhadapan dengan orang sakti luar biasa atau sebangsa siluman maka dia menerima nasib, tak kuat melawan.

“Hek-hwa Kui-bo, jangan ganggu mereka!” tiba-tiba Beng San melompat dan menarik pakaian belakang wanita itu.


Hek hwa Kui bo menoleh, tersenyum dan mengejek,
“Mereka itu apamu sih, kau bela mati-matian.”

“Jangan bunuh, jangan ganggu… kalau tidak aku takkan suka lagi kepadamu!”

Ancaman ini agaknya berpengaruh juga, buktinya wanita itu menurunkan saputangannya. Yang kaget setengah mati adalah Kwa Tin Siong ketika dia mendengar disebutnya nama Hek-hwa Kui-bo oleh Beng San tadi.

Hek hwa Kui bo adalah nama seorang diantara empat orang tokoh terbesar di dunia persilatan! Menurut cerita gurunya, yang bernama Hek-hwa Kui-bo ini adalah seorang wanita yang cantik luar biasa dan usianya sudah lima puluh tahun lebih. Akan tetapi wanita ini… melihat bentuk tubuh dan wajahnya, kiranya takkan lebih dari tiga puluh tahun! Ia memandang lebih tegas dan melihat setangkai bunga hitam yang tadi tidak dia lihat tertancap di rambut kepala wanita itu!

“Jangan bunuh, jangan bunuh …..” Hek-hwa Kui-bo mengulang. “Ah, anak bagus, lain kali mereka mungkin yang akan menggangu dan membunuhmu. Hayo ikut!” tiba-tiba wanita itu menggerakkan saputangannya yang meluncur kearah Beng San.

Tahu-tahu ujung saputangan telah melibat pergelangan tangan anak itu dan Beng San merasa tubuhnya melayang di udara. Ia meramkan mata dan mendengar angin mendesir-desir di pinggir kedua telinganya.

Kwa Tin Siong menarik napas panjang ketika melihat perempuan itu berkelebat pergi membawa Beng San, lalu ia menyalurkan pernapasannya untuk memulihkan kekuatannya. Baiknya tadi ia mengurangi tenaga tusukannya, kalau dilakukan dengan sekuat tenaga, tentu sekarang dia telah menggeletak dengan jantung putus! Setelah lukanya yang tidak parah di dalam dada itu mendingan, baru dia berdiri dan membuka totokan pada diri anaknya.

“Ayah, siapakah perempuan siluman itu?”

“Hushhh, jangan kau sombong, Hong ji. Dia adalah seorang tokoh kang ouw yang malah lebih tinggi kedudukannya daripada sukongmu (kakek gurumu). Hayo kita melanjutkan perjalanan dan jangan banyak bertanya lagi.”

Pendekar yang amat gagah dan jarang menemui tandingannya ini segera mengajak anaknya pergi nampaknya gelisah sekali. Memang dia merasa gelisah dan juga aneh. Kenapa seorang tokoh seperti Hek-hwa Kui-bo yang sudah bertahun-tahun tidak pernah muncul di dunia kang ouw itu sekarang tiba-tiba turun gunung dan mengganggunya? Ia harus cepat-cepat kembali ke Hoa-san-pai dan menceritakan hal ini kepada suhunya.

**** 006 ****





No comments:

Post a Comment