Ads

Sunday, January 6, 2019

Rajawali Emas Jilid 132

Kun Hong sudah berdiri di tengah kamar, tunduk kemalu-maluan dan di belakangnya berdiri empat orang muda yang tadi menanti diluar kamar, sedangkan Li Cu kinipun sudah duduk di pinggir pembaringan.

Dengan malu-malu dan merendah Kun Hong menjawab,
“Paman sakit, aku berusaha merawat, hal seperti ini harap Paman jangan dibesar-besarkan. Andaikata saya yang menderita sakit, saya yakin Paman juga tentu akan merawat saya. Tentang ilmu pengobatan, saya membaca dari kitab-kitab pengobatan Toat-beng Yok-mo.”

Beng San dan isterinya saling pandang penuh keheranan. Toat-beng Yok-mo adalah seorang tokoh jahat, seorang manusia berhati iblis yang selalu membunuh setiap orang yang berobat kepadanya. Bagaimana putera Ketua Hoa-san-pai ini dapat membaca kitab-kitab pengobatannya?

Kalau sekali membaca terus ingat hal ini tidak aneh bagi Beng San karena dia sendiripun seorang yang amat cerdas dan sanggup sekall membaca terus ingat. Akan tetapi, hanya membaca saja, bagaimana sanggup melakukan pengobatan-pengobatan yang membutuhkan tenaga Iwee-kang?

“Hiante, keteranganmu itu cukup, memang Yok-mo adalah seorang ahli pengobatan yang tiada keduanya di dunia ini. Akan tetapi caramu mengerahkan Iwee-kang membantu penyaluran tenaga dalam padaku, hemmm, apakah itu kau pelajari pula dari kitab-kitab Yok-mo? Aku tahu betul Iwee-kang Hoa-san-pai tidak begitu, malah Iwee-kang yang kau salurkan tadi sejalan atau sesumber dengan Iwee-kang Thai-san-pai. Sukakah kau memberi keterangan?”

Kun Hong menjadi bingung, tidak tahu harus menjawab bagaimana. Ia tidak suka berbohong, akan tetapi juga tidak berani membuka rahasia gurunya yang sudah tidak ada dan yang tak pernah dilihatnya itu. Karena itu ia hanya menundukkan muka tak dapat menjawab. Melihat ini, Li Cu memandang suaminya, berkedip yang hanya diketahui oleh mereka berdua, lalu berkata,

“Hal itu kukira tidaklah aneh betul. Aku mendengar bahwa kepandaian Yok-mo sebetulnya adalah warisan yang terjatuh di tangannya, yaitu warisan dari Yok-ong (Raja Obat), adapun Iwee-kang dari Yok-ong ini kabarnya sesumber dengan Iwee-kang dari Pendekar Sakti, nenek moyang perguruan kita.”

Beng San mengangguk-angguk dan tidak bertanya lebih lanjut. Pada saat itu Cui Bi berlari masuk membawa arak hangat.

“Hong-ko, ini araknya!” katanya penuh kegembiraan dan memandang kepada pemuda itu dengan sinar mata mesra.

Akan tetapi ketika melihat semua orang berada disitu dan semua orang termasuk ibu dan ayahnya, memandangnya, ia menjadi sadar dan dengan malu-malu ia meletakkan mangkok arak diatas meja, lalu menghampiri ayahnya.

“Ayah, kau sudah sembuh betul?” Ia memeluk ayahnya.

“Bi-ji, ayahmu sudah selamat, hanya tinggal memulihkan tenaga saja berkat pertolongan Kwa Kun Hong Hiante. Dan kau sendiri, ah… Cui Bi, karena melihat kau dalam cengkeraman manusia iblis Giam Kin itulah yang membuat ayahmu ini sampai menderita luka-luka. Bagaimana kau bisa selamat, anakku? Apakah kedua orang kakakmu itu yang menolongmu?”

“Ayah belum tahukah kau, Ayah?. Yang menolongku adalah Hong-ko ini juga! Kalau tidak lekas-lekas dia datang, sekarang aku sudah menjadi rangka, tinggal tulang-tulang saja, daging dan kulitku tentu sudah habis….” sampai disini Cui Bi menangis, ngeri mengingat semua pengalamannya.

Kun Hong merasa makin tidak enak, ia memang pemalu dan tidak suka menghadapi pujian-pujian. Ia cepat mengambil arak hangat dan diangsurkan kepada Beng San, katanya,





“Arak hangat ini baik sekali untuk Paman, harap suka minum dan selanjutnya untuk waktu tiga hari sebaiknya minum obat yang akan saya buat resepnya. Maafkan, Paman, saya hendak membuat resep diluar dan mengaso.”

Saking herannya mendengar keterangan Cui Bi tadi, Beng San menerima mangkok arak hangat sambil memandang dengan bengong. Tak disangkanya sama sekali bahwa pemuda yang lemah-lembut itu, biarpun ia sudah dapat menduga dari sinar matanya bahwa pemuda itu bukan orang sembarangan, dapat menolong puterinya dari tangan Giam Kin manusia iblis Si Raja Ular Kecil! Ia lalu minum araknya, dan memberi tanda kepada Kong Bu dan Sin Lee sambil berkata,

“Anak-anakku, kalian mendekatlah….”

Kong Bu dan Sin Lee dengan terharu lalu melangkah maju dan berlutut pula dekat Cui Bi di depan tempat tidur. Melihat betapa orang tua, dan anak-anaknya itu berkumpul disitu diam-diam Hui Cu dan Li Eng saling mengangguk dan cepat keluar dari kamar itu, mencari Kun Hong yang ternyata sedang berjalan-jalan didalam taman menghirup hawa udara segar.

Dua orang gadis ini menggandeng tangan Kun Hong di kanan kiri dan keduanya tiada hentinya memuji-muji dengan bangga sampai akhirnya Kun Hong membentak mereka disuruh diam.

Adapun di dalam kamar itu tampak pemandangan yang amat mengharukan. Bergantian Beng San memeluk dan membelai kepala puteranya, kemudian mereka semua mendengarkan penuturan Cui Bi tentang pertolongan Kun Hong.

Mendengar cara Kun Hong menolong Cui Bi, kembali mereka semua tertegun dan ragu-ragu. Kalau melihat cara mengusir ular-ular itu mempergunakan api, adalah cara orang biasa, bukan cara seorang ahli silat tinggi.

“Aneh sekali anak itu,” Beng San berkata, “Sepak terjangnya penuh keberanian, memiliki kepandaian ilmu pengobatan yang luar biasa pula, akan tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia pandai ilmu silat. Pernahkah kalian melihat dia memperlihatkan tanda-tanda bahwa dia adalah seorang ahli silat kelas tinggi?”

Cui Bi menceritakan pengalamannya ketika bertemu dengan lawan berat dan betapa Kun Hong secara aneh sekali berani menantang dan mempermainkan Kang Houw yang secara aneh memukuli batu sampai seratus kali, kemudian bagaimana pemuda itu menantang dan dikeroyok oleh Tok Kak hwesio dan Toat-beng Yok-mo akan tetapi akhirnya dua orang tokoh itu saling gebuk sendiri.

Mendengar ini Beng San mengerutkan kening, menggeleng-geleng kepala seperti tidak percaya akan semua penuturan aneh itu.

Demikianlah, kalau diluar kamar dalam taman dua orang gadis Hoa-san-pai memuji-muji paman mereka, adalah didalam kamar itu Beng San yang baru saja bebas dari ancaman maut, bergembira ria, bercakap-cakap dengan anak-anaknya dan mendengarkan penuturan mereka seorang demi seorang.

**** 132 ****





No comments:

Post a Comment