Ads

Thursday, January 3, 2019

Rajawali Emas Jilid 121

Kong Bu memandang dengan mata melotot,
“Keparat, tutup mulutmu yang kotor! Song-bun-kwi memang kakekku Ketua Thai-san-pai ayahku, kau mau apa?”

“Bagus! Kiranya kau si keparat, keturunan para pembunuh ayahku! Hemm, setelah kita bertemu ditempat ini, jangan harap kau lepas dari tanganku!” Sin Lee mencabut pedangnya dan memandang penuh kebencian.

“Ho-ho, manusia sombong, bukan aku yang akan roboh, melainkan kau yang akan menggeletak tak bernyawa didepan kakiku! Hayo, kalau kau memang jantan katakan siapa namamu dan tentang kematian ayahmu, memang entah sudah berapa ratus manusia jahat tewas ditangan Ayah dan kakekku, agaknya termasuk ayahmu itulah!” Kong Bu mengejek dan mencabut pula pedangnya.

Sin Lee menggerakkan pedangnya menerjang sambil berkata,
“Ibuku Kwa Hong dan ayahku terbunuh oleh kakekmu. Mampuslah kau!” terjangan ini hebat sekali, seperti seekor burung menyerbu.

Akan tetapi Kong Bu waspada, pemuda ini sudah mengerti bahwa ia menghadapi lawan yang tidak boleh dipandang ringan. Cepat ia mengeluarkan suara melengking dan pedangnya menangkis, tubuhnya menggeliat dan tiba-tiba ia sudah balas menyerang tidak kalah cepatnya.

Namun, serangan yang biasanya sukar dihindarkan oleh lawan ini ternyata dengan mudah dielakkan oleh Sin Lee yang menggeser kakinya secara aneh. Segera dua orang muda ini bertanding dengan hebat sekali.

Pedang ditangan mereka bersuitan, mengeluarkan angin yang kadang-kadang panas kadang-kadang dingin, mata pedang menyambar-nyambar mencari mangsa dan diantara mereka terdengar lengking-lengking saling sahut, suara yang menggetarkan jantung karena suara ini dikeluarkan dengan pengerahan tenaga dalam.

Melihat “kekasihnya” bertempur, Li Eng sudah mencabut pedangnya, siap untuk maju membantu, akan tetapi Hui Cu menyentuh lengannya dan ketika Li-Eng menengok, ia terheran melihat bahwa Hui Cu menangis!

“Adik Eng…, jangan… jangan serang dia… dia itu penolongku….”

Li Eng bingung sekali.
“Tapi…. tapi… pertandingan ini begini hebat, salah seorang tentu akan celaka….” katanya penuh kekuatiran, tentu saja kuatir kalau-kalau Kong Bu yang terluka.

Sementara itu, Kun Hong amat tertarik, terheran-heran melihat gerakan pedang dan gerakan kaki yang dimainkan Sin Lee. Itulah Kim-tiauw-kun, pikirnya. Kim-tiauw-kun yang tidak sempurna dan tidak lengkap namun dilengkapi dengan ilmu silat lain yang aneh.

Melihat cara dua orang pemuda itu bertanding, Kun Hong maklum bahwa dengan pedangnya ia sanggup memisahkan mereka, sanggup melerai akan tetapi karena ia melihat bahwa keduanya setingkat dan seimbang kepandaiannya, ia tidak terburu-buru melerai. Ia ingin melihat lebih lama lagi ilmu silat yang dimainkan oleh Sin Lee.

“Kalian tak usah kuatir, mereka takkan celaka, keduanya sama tangguh, kita nonton saja,” katanya.

Li Eng mengerutkan kening, juga Hui Cu. Entah mengapa, ada sesuatu perasaan yang membuat mereka saling menjauhi! Memang keduanya terpisah oleh perasaan yang saling bertentangan, yang seorang memihak Kong Bu yang seorang lagi memihak Sin Lee. Biarpun mereka berdua merasa sungkan untuk membantu namun diam-diam mereka sudah mengambil keputusan, terutama Li Eng, bahwa kalau sampai orang yang dicintai terluka, tentu dia akan menyerbu dan menuntut balas.

Pertandingan itu benar-benar seru sekali. Ketika diantara permainan pedangnya Sin Lee kelihatan memutar-mutar tangan kiri, diam-diam Kun Hong menjadi gelisah dan otomatis ia mengambil beberapa buah batu kecil siap untuk disambitkan kearah pergelangan tangan kiri Sin Lee andaikata ia melihat Kong Bu terancam bahaya.

Ia sudah mengenal kehebatan pukulan tangan kiri dengan tangan diputar-putar ini. Pernah ia melihat Sin Lee merobohkan Kim-tiauw Thian-li dengan pukulan macam ini yang mengakibatkan luka dalam yang hebat dan mengandung hawa beracun.

Benar saja, setelah memutar-mutar tangan kiri beberapa kali, Sin Lee lalu mengeluarkan seruan dan mendorongkan tangan kiri itu ke depan. Kun Hong sudah menegang urat tangannya, akan tetapi ia menjadi lega ketika melihat Kong Bu mengeluarkan seruan keras sekali, tangan kirinya juga mendorong ke depan dengan jari tangan terbuka. Dua hawa pukulan yang sama hebatnya bertemu dan… akibatnya keduanya terjengkang ke belakang!





“Ah… kau tidak apa-apa….?” Li Eng memburu Kong Bu sedangkan Hui Cu memburu Sin Lee, juga bertanya,

“Kau tidak apa-apa….?”

Dua orang pemuda itu menggeleng kepala, lalu dengan beringas menerjang maju lagi, bertanding lebih hebat daripada tadi. Li Eng dan Hui Cu sudah mencabut pedang, agaknya sudah gatal-gatal tangan mereka hendak membantu kekasih masing-masing, namun Kun Hong segera mendatangi mereka, menarik tangan mereka diajak duduk dibawah pohon, menjauhi pertempuran.

“Kalian bocah-bocah nakal, untuk apa mesti turut-turut? Yang seorang anak Bibi Bi Goat dan paman Beng San, yang seorang lagi anak Enci Kwa Hong dan Paman Beng San, mengapa turut-turut? Kulihat mereka sama pandai, sama kuat, nanti kalau memang ada yang terdesak, barulah kita maju untuk melerai sebelum ada yang terdesak, kalau kita memisah, tentu mereka penasaran dan tidak mau menerima. Biarlah saja, kita nonton disini.”

Sin Lee yang selama ini belum pernah menemui tandingan berat kecuali ketika ia bergebrak sejurus saja dengan Kakek Song-bun-kwi, menjadi penasaran sekali. Ia memekik-mekik dan tubuhnya kadang-kadang meloncat tinggi, kadang-kadang menerjang dari kanan kiri seperti orang terhuyung-huyung beberapa kali mempergunakan gerakan seperti rajawali emas, menyerang dengan pedang tapi yang betul-betul merupakan serangan adalah pukulan tangan kiri, kadang-kadang menerjang hebat dengan pedang, pukulan tangan kiri dan tendangan bertubi-tubi dengan kedua kakinya! Ia mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaganya.

Namun Kong Bu benar-benar kuat sekali penjagaannya. Juga cucu Song-bun-kwi ini merasa penasaran sampai mukanya menjadi merah, matanya mendelik marah. Selamanya, kecuali ketika bertanding melawan Li Eng, belum pernah ia bertemu tanding sehebat pemuda ini.

Kadang-kadang ia dibikin bingung oleh gerakan-gerakan yang aneh dan ajaib, namun berkat gemblengan kakeknya yang amat hati-hati mengajar cucunya, Kong Bu dapat menangkis semua serangan lawan, bahkan mampu membalas tak kalah hebatnya. Ia malah mengeluarkan Yang-sin Kiam-sut yang berhawa panas, dan setelah ia mainkan ilmu pedang ini benar saja ia mampu mendesak lawan.

Namun Sin Lee dengan langkah ajaib yang ia warisi dari ibunya, dapat menghindarkan kurungan-kurungan Ilmu Pedang Yang-sin Kiam-sut ini, sehingga biarpun ia terdesak oleh ilmu pedang aneh ini, namun belum pernah pedang lawan dapat menyentuh ujung bajunya.

Sudah empat ratus jurus lebih dua orang muda itu bertanding seperti dua ekor naga atau dua ekor singa. Kun Hong sudah mulai meragu dan sudah timbul niat dihatinya untuk turun tangan melerai. Kalau ia turun tangan, tentu saja berarti ia membuka rahasia sendiri, karena kalau bukan seorang yang memiiiki ilmu silat tinggi tak mungkin dapat mendekati dua orang muda yang sedang bertanding itu, apa pula memisah.

Pada saat Kun Hong meragu itu, tiba-tiba berkelebat bayangan orang. Kun Hong melihat bahwa orang ini adalah seorang laki-laki berusia empat puluh tahun lebih, memelihara jengot pendek, pakaiannya sederhana dan tubuhnya sedang, matanya berkilat-kilat seperti mata harimau, di punggungnya tergantung pedang.

Bayangan orang ini langsung menyerbu ke dalam gelanggang pertandingan itu, gerakannya gesit dan luar biasa sekali sehingga sukar diikuti oleh pandangan mata. Akan tetapi tahu-tahu dua orang yang bertanding tadi, seperti terdorong oleh angin yang mengandung kekuatan tak terlawan, keduanya terpental kebelakang, terhuyung-huyung mundur masing-masing lebih dari tujuh langkah!

Beberapa detik kemudian muncullah seorang wanita cantik, usianya juga hampir empat puluh, dandanannya sederhana pula, ringkas dan rambutnya yang hitam itu digelung keatas, sebatang pedang menempel pula di punggung. Biarpun sudah setengah tua wanita ini masih tangkas dan cantik, sepasang pipinya masih segar kemerahan dan gerakannya tangkas biarpun melihat perutnya yang agak besar itu mudah diketahui bahwa ia sedang mengandung muda.

Dibelakang wanita ini berlari-lari Cui Bi yang kini berpakaian sebagai seorang gadis cantik sehingga untuk sejenak Kun Hong memandang dengan muka merah dan mata melotot sukar dikejapkan!

Sudah diduga bahwa laki-laki yang memisah pertandingan itu bukan lain adalah Si Raja Pedang Tan Beng San sendiri, sedangkan wanita cantik yang mengandung itu adalah Cia Li Cu.

Setelah berhasil memisah dua orang muda yang bertanding hebat itu, Beng San berdiri memandang dengan penuh kekaguman dan keheranan. Ia bingung juga karena menurut puterinya, Cui Bi, disini ia akan bertemu dengan puteranya, putera Bi Goat yang bernama Kong Bu. Tidak tahunya sekarang ada dua orang pemuda yang bertanding demikian hebatnya, sama-sama muda, sama-sama gagah dan yang aneh, ia seakan-akan sudah mengenal wajah keduanya!

Cui Bi serta-merta menghampiri Kong Bu dan menarik tangan kakak tirinya ini, dibawa mendekat ayahnya.

“Bu-ko, inilah Ayah. Ayah, inilah Kakak Kong Bu!”

Keduanya berdiri saling pandang, seperti terpesona dan beberapa detik kemudian, menitiklah dua air mata dari mata Beng San. Ia seakan-akan melihat Bi Goat dalam diri Kong Bu, mulut itu, mata itu….

“Ayah….” Kong Bu lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Beng San.

“Anakku… kau anakku….!”

Beng San lalu memeluk pundaknya, mendekap kepala puteranya itu seperti ia mendekap kepala Bi Goat, isteri yang amat dikasihinya dahulu,

“Terima kasih, Tuhan. Kau telah mempertemukan kami dalam keadaan begini….”

Memang selama ini Beng San selalu berkuatir kalau-kalau anak-anaknya dari Bi Goat dan Kwa Hong akan dididik orang untuk membenci dan memusuhinya.

“Ayah, terus terang saja, memang tadinya anak mengandung pikiran yang tidak baik terhadap Ayah, syukur anak bertemu dengan Adik Cui Bi….” kata Kong Bu yang jujur.

Berseri wajah Beng San.
“Cui Bi anak baik!” Ia berdiri dan Li Cu lalu mendekati Kong Bu, memandang dengan wajah berseri.

“Kong Bu-koko, ini ibuku,” kata Cui Bi memperkenalkan

Kong Bu memandang sejenak, melihat wajah cantik berseri-seri, lalu iapun menjatuhkan diri berlutut.

“Anak Kong Bu menghaturkan hormat.”

Sepasang mata yang bening itu menjadi basah, suaranya agak serak karena terharu ketika wanita ini merangkul Kong Bu sambil berkata,

“Kau anakku! Belasan tahun aku menanti-nanti datangnya saat ini. Ayahmu banyak menderita karena memikirkan kau, Anak,”

Diam-diam Kong Bu terharu sekali. Sama sekali tak pernah ia membayangkan bahwa ibu tirinya adalah seorang wanita yang selain cantik jelita dan gagah, juga demikian baik hati dan mau menerimanya sebagai anak dengan tulus ikhlas. Hal ini tak dapat disangkal lagi, tak mungkin sikap seperti ini dibuat-buat dan diam-diam ia makin bersyukur bahwa ia telah percaya akan segala omongan adik tirinya, Cui Bi.

Dalam kegirangan dan keharuannya, Kong Bu teringat kepada lawannya, maka ia segera berkata kepada ayahnya,

“Ayah, dia adalah anak… siluman betina Kwa Hong yang merusak hidup mendiang ibuku! Harap Ayah jangan takut-takut, biar kubinasakan dia!”

“Hemmm, Kong Bu bocah sombong, kau hendak mengandalkan teman banyak untuk menjual lagak? Kau kira aku takut? Boleh maju mengeroyok, aku Sin Lee takkan mundur setapak!”

Sementara itu, ketika Beng San dan Li Cu mendengar kata-kata Kong Bu tadi, suami isteri ini berdiri terkesima dan mereka memandang kepada Sin Lee seperti patung. Anehnya, wajah Beng San pucat sekali dan air mata makin deras mengalir dari sepasang mata Li Cu.

“Thian Yang Maha Adil!” Beng San akhirnya mengeluh. “Sudah terasa di hatiku tadi, aku… aku seperti mengenali wajahnya….” Ia melangkah mendekati Sin Lee yang memandang dengan mata tajam curiga. “Kau… kau anak Hong Hong? Kau… kau juga anakku… anakku….!” Dengan kedua lengan dikembangkan, Beng San hendak memeluk Sin Lee.

Pucat seketika wajah Sin Lee dan ia cepat menghindarkan diri.
“Bohong! Aku bukan anakmu! Bukankah kau yang bernama Tan Beng San?”






No comments:

Post a Comment