Ads

Friday, December 28, 2018

Rajawali Emas Jilid 112

“Apa kau bilang, Li Eng? Jadi pemuda gagah tadi sakit hati terhadap Hoa-san-pai? Mengapa demikian?” tanya Kun Hong.

“Dia cucu Song-bun-kwi dan Song-bun-kwi agaknya benci sekali kepada Hoa-san-pai karena… Hmmm, apakah kau belum mendengar tentang… Enci (Kakak Perempuan) tirimu, Paman Hong?”

“Enci tiri. Mana aku mempunyai Enci tiri? Ayah dan Ibu tak pernah bercerita tentang itu!”

Sebetulnya Li Eng juga takkan berani lancang bercerita, akan tetapi keterangan Kun Hong ini malah membangkitkan keinginan hatinya untuk menyampaikan rahasia itu. Ia sendiri merasa heran mengapa orang tidak menceritakan hal Kwa Hong kepada pamannya ini.

“Paman Hong, dahulu sebelum ayahmu menikah dengan ibumu yang menjadi sumoi sendiri dari ayahmu, ayahmu telah mempunyai seorang anak perempuan bernama Kwa Hong. Nah, Bibi Kwa Hong inilah yang menimbulkan permusuhan hebat dimana-mana, karena sepak terjangnya yang…. hemm, malah orang tuaku sendiripun mendendam sakit hati kepada Bibi Kwa Hong yang betul-betul seperti iblis wanita itu.”

“Li Eng, yang betul kau bicara. Kalau memang betul dia itu kakak tiriku berarti dia itu masih bibimu. Bagaimana kau bisa bicara tentang bibimu sendiri?”

“Ah, ternyata kau tidak tahu apa-apa, Paman Hong. Nah kau dengarlah aku bercerita, tapi jangan tersinggung, ya? Aku hanya menceritakan apa yang kudengar dari Ayah dan Ibu. Ingatkah dahulu ketika kau bercerita kepada aku dan Enci Hui Cu tentang burung rajawali emas dan kami bertanya kepadamu tentang dia, siluman betina? Nah, yang kami maksud dahulu itu bukan lain adalah Kwa Hong, encimu itulah!”

“Hemm, kau benar-benar kurang ajar. Kalau benar aku mempunyai kakak perempuan berarti dia bibimu.”

“Memang betul, akan tetapi bibi macam bagaimana. Kau dengarlah!”

Li Eng lalu menceritakan tentang Kwa Hong, betapa wanita ini karena jebakan musuh, mengadakan hubungan dengan Tan Beng San dan betapa wanita ini lalu berubah seperti Siluman, naik burung rajawali emas dan mengacau kemana-mana. Malah Kwa Hong hampir membunuh ayah bunda Li Eng, mengusirnya dan menduduki Hoa-san-pai sebagai ketua. Ia menceritakan pula mengapa Song-bun-kwi mendendam, yaitu dalam hubungannya dengan puterinya, Kwee Bi Goat yang menjadi nyonya Tan Beng San kemudian meninggal dunia karena berduka.

“Dia jahat sekali, Paman Hong. Dia seperti iblis betina, naik burung rajawali menyebar maut dimana-mana. Entah bagaimana, menurut Ayah dan Ibu, kepandaiannya hebat sekali sampai-sampai Sucouw Lian Bu Tojin, guru ayahmu, juga tewas di tangannya. Dia telah menyakitkan hati isteri Paman Tan Beng San sehingga tak kuat menahan dan tewas setelah melahirkan… heeiii! Tentu dia orangnya!” Tiba-tiba Li Eng meloncat berdiri dan termenung.

“Dia siapa? Apa maksudmu?” tanya Kun Hong.

Li Eng menepuk-nepuk pahanya.
“Siapa lagi kalau bukan dia! Pemuda itu, cucu Song-bun-kwi, si keparat itu, siapa lagi kalau bukan putera Kwee Bi Goat, putera Paman Tan Beng San.”

“Apa?? Pemuda gagah perkasa tadi putera Paman Tan Beng San yang lahir dari Bibi Kwee Bi Goat itu?”

Kun Hong tertarik sekali akan cerita tadi dan diam-diam ia merasa menyesal bukan main bahwa semua hal yang sekarang menimbulkan permusuhan hebat itu adalah gara-gara kakak perempuannya, Kwa Hong. Tahulah ia sekarang mengapa ayahnya begitu keras kepadanya, melarang dia berlatih ilmu silat. Kiranya disini letak rahasianya. Ayahnya sudah kapok, tidak ingin melihat anaknya rusak lagi karena kepandaian silat! Wajahnya menjadi muram.

“Ah, nasib Ayah yang buruk… ah, ingin aku bertemu dengan Enci Kwa Hong, ingin kunasihatkan kepadanya agar minta ampun kepada ayah, kepada semua orang yang pernah disakiti hatinya.”

“Hemmm, aku sangsi apakah dia akan mau… haiii, disana ada orang bertempur?”

Li Eng menunjuk kedepan dan ketika Kun Hong memandang, benar saja ia melihat seorang pemuda dengan hebatnya bertempur dikeroyok oleh dua orang lawannya. Cepat ia mengikuti Li Eng yang sudah lari lebih dulu ketempat pertempuran itu.

“Enci Hui Cu….!” Di lain saat Li Eng sudah berpelukan dengan Hui Cu.





“Eng-moi….! Paman Hong….!”

Saking girangnya, Hui Cu menangis dalam rangkulan Li Eng. Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa dua orang itu berada dalam keadaan selamat, malah dapat bertemu dengannya disitu.

Mereka tak dapat bicara banyak karena perhatian mereka kembaii tertuju kepada pertempuran hebat yang masih berlangsung. Hebat sekali pemuda itu, akan tetapi kedua orang pengeroyoknya pun luar biasa, yaitu seorang nenek tua sekali dan seorang wanita tua yang masih berwajah cantik. Siapakah mereka ini? Pemuda itu bukan lain adalah Sin Lee, adapun pengeroyoknya adalah Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li!

“Adik Eng…. lekas, kau bantulah dia….” kata Hui Cu kepada Li Eng. “Aku… aku sendiri terluka….”

Kun Hong yang tadinya bengong karena menyaksikan sesuatu yang membuat ia terheran-heran yaitu gerakan pemuda gagah yang dikeroyok itu. Ilmu silat pemuda itu! Bukankah gerakan kaki itu mirip benar dengan Kim-tiauw-kun? Kaki yang meloncat-loncat itu, kedua lengan yang dikembangkan seperti sayap burung. Ah, biarpun menyimpang dari aselinya, namun tak salah lagi, pemuda itu tentu pernah mempelajari Kim-tiauw-kun. Inilah yang membuat ia bengong dan membuat ia lengah, tidak melihat bahwa Hui Cu telah terluka. Sekarang mendengar ucapan ini, cepat ia memandang dan berseru,

“Ah, Hui Cu. Kau terluka dengan senjata beracun!”

Cepat ia memegang tangan kiri gadis itu dan menariknya dekat, tanpa ragu-ragu lagi ia merobek lengan baju bagian atas dan benar saja, dibalik lengan baju yang sudah sedikit robek dan berdarah itu tampak kulit pangkal lengan dekat pundak hitam membengkak!

Li Eng mengeluarkan seruan tertahan, namun ia segera bertanya,
“Enci, ia siapakah dan kenapa harus dibantu?”

“Lekas… dua orang itu, Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li, amat jahat dan lihai. Tolong bantulah dia… dia itu… eh, dia penolongku.”

Tak usah diperintah dua kali, mendengar bahwa pemuda gagah itu adalah penolong Hui Cu, apalagi mendengar bahwa nenek buruk rupa saking tuanya itu adalah Hek-hwa Kui-bo dan wanita tua yang cantik itu Kim-thouw Thian-li, Li Eng cepat mencabut pedang dan menyerbu ke dalam kalangan pertempuran sambil berseru,

“Bagus sekali! Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li, sudah lama aku mendengar nama kalian yang busuk, lihat, aku Kui Li Eng dari Hoa-san-pai datang menagih hutang-hutangmu kepada Hoa-san-pai!”

Memang gadis ini sudah mendengar dari ayah bundanya tentang kejahatan dua orang tokoh ini, terutama tentang perbuatan Kim-thouw Thian-li yang dulu banyak berbuat jahat terhadap Hoa-san-pai (baca cerita Raja Pedang).

Hek-hwa Kui-bo dan muridnya kaget sekali melihat serbuan seorang gadis cantik yang mengaku sebagai murid Hoa-san-pai itu. Tadinya mendengar suara Li Eng, mereka tidak pandang sebelah mata, karena apa sih kepandaian seorang anak murid Hoa-san-pai yang masih begitu muda? Akan tetapi begitu pedang di tangan Li Eng berkelebat, mereka menjadi terkejut sekali. Menghadapi pemuda ini saja, biarpun mereka berhasil mendesak dengan keroyokan mereka, namun tidak mudah untuk merobohkannya. Apalagi sekarang muncul seorang gadis yang demikian ganas ilmu pedangnya.

“Kau bereskan anak iblis ini, biar kubunuh gadis liar ini!” kata Hek-hwa Kui-bo kepada muridnya.

Ia percaya bahwa Kim-thouw Thian-li akan dapat menahan Si Pemuda sedangkan ia akan cepat-cepat membunuh gadis itu sebelum dua orang muda yang lain itu dapat membantu.

Akan tetapi, bicara memang mudah. Kepandaian Sin Lee hebat sekali dan kini menghadapi Kim-thouw Thian-li seorang diri saja, segera keadaan berubah hebat. Kalau tadi Sin Lee terdesak, hal itu tidaklah amat mengherankan karena Hek-hwa Kui-bo adalah seorang tokoh yang memiliki kepandaian tinggi, setingkat dengan tokoh-tokoh besar seperti Song-bun-kwi dan yang lain-lain, apalagi nenek ini mengandalkan ilmu pedangnya yang sakti, yaitu Im-sin Kiam-hoat.

Lebih-lebih karena nenek ini dibantu oleh muridnya yang hampir sama lihainya, Kim-thouw Thian-li ketua dari Ngo-lian-kauw. Betapapun lihainya Sin Lee, ia terdesak hebat juga oleh dua orang pengeroyoknya itu. Kim-touw Thian-li hebat permainan goloknya yang dibantu sehelai selampai merah yang mengandung racun. Gurunya, Hek-hwa Kui-bo juga menggunakan dua senjata, yaitu sebatang pedang dan sehelai saputangan beraneka warna yang lebih jahat lagi racunnya.

Juga Hek-hwa Kui-bo kecele kalau tadi ia memandang rendah gadis muda belia yang cantik murid Hoa-san-pai ini. Sejak dahulu Hek-hwa Kui-bo memandang rendah kepada Hoa-san-pai, sama sekali ia tidak tahu bahwa telah terjadi perubahan besar di Hoa-san-pai.

Hoa-san-pai sekarang jauh bedanya dengan Hoa-san-pai dua puluh tahun yang lalu. Setelah Kui Lok dan isterinya, Thio Bwee, dua orang anak murid Hoa-san-pai ini mewarisi ilmu silat Hoa-san-pai aseli dari Lian Ti Tojin, yang sekarang diwarisi pula oleh Kui Li Eng, hebatlah ilmu silat Hoa-san-pai itu.

Baru sekarang Hek-hwa Kui-bo mendapat kenyataan bahwa sama sekali salah memandang rendah golongan lain. Begitu ia mulai serang-menyerang dengan Li Eng, nenek itu kaget dan terpaksa segera mengeluarkan ilmu pedangnya yang ampuh, Im-sin Kiam-hoat dibantu permainan saputangan aneka warna yang mengeluarkan bau yang memuakkan.

Li Eng harus mengerahkan seluruh kepandaiannya dan menjaga diri dari pengaruh racun itu dengan hawa murni. Beberapa kali selama perjalanannya bertemu dengan orang-orang sakti membuat Li Eng berhati-hati kali ini.

Sementara itu, setelah memeriksa sebentar, Kun Hong berkata,
“Hui Cu, jahat benar orang yang melepas Hwa-tok-ciam (Jarum Racun Bunga) ini. Jarum yang halus itu masih berada di lenganmu. Kau diamlah, kendurkan semua urat dilengan kananmu!”

Hui Cu memandang pamannya dengan keheranan, akan tetapi mentaati permintaan ini. Kun Hong lalu menggunakan jari telunjuknya menotok beberapa jalan darah dipundak dan siku dan seketika gadis itu merasa lengannya lumpuh!

“Diam saja, sakit sedikit, hendak kuambil keluar jarum itu,” kata Kun Hong dan pemuda ini segera memijit-mijit lengan yang luka itu.

Tak lama kemudian tersembullah ujung jarum dari luka itu. Hui Cu menggigit bibir menahan sakit dan sekali lagi memencet, jarum itu keluar dari luka, jarum yang amat lembut, sebesar ujung rambut.

“Nah, sekarang tidak berbahaya lagi, tunggu kita kelak mencari obat untuk menyembuhkannya sama sekali. Biar kukeluarkan sebagian darah yang teracun.”

Ia mengurut lengan itu dari atas ke bawah dan dari luka itu keluarlah darah menghitam. Setelah itu ia membebaskan totokannya.

“Aih, Paman Hong. Tidak kusangka… kau begini pandai….” Hui Cu berkata, penuh kekaguman.

“Pandai apa? Hanya sedikit ilmu pengobatan yang kuketahui dari membaca kitab-kitab Yok-mo. Lihat, Li Eng dan penolongmu itu masih bertempur hebat.”

Keduanya lalu memandang kearah pertempuran. Ternyata Sin Lee kini dapat mendesak Kim-thouw Thian-li dengan hebatnya. Pedang pemuda ini amat kuat dan aneh gerakannya dan sekali lagi Kun Hong tertegun karena ia mengenal ilmu pedang ini yang mengandung inti Ilmu Silat Kim-tiau-kun. Akan tetapi sifatnya sudah berubah, ganas dan merupakan tangan maut mengintai korban.

“Ah, ganas… ganas….” katanya penuh kekuatiran.

Ia makin terheran-heran ketika mengenal bahwa inti sari Ilmu Silat Kim-tiauw-kun yang dimainkan pemuda itu bercampuran dengan ilmu pedang Hoa-san-pai sehingga merupakan ilmu silat kombinasi yang tidak menyerupai Hoa-san Kiam-hoat maupun Kim-tiauw-kun lagi.

Desakan-desakan Sin Lee terhadap Kim-thouw Thian-li makin hebat. Wanita itu benar-benar merasa kewalahan menghadapi serangan-serangan yang banyak memakai gerak-gerak tipu ini. Mulailah ia ketakutan ketika pundaknya tercium ujung pedang lawannya.

Hebat serangan Sin Lee. Mula-mula pedangnya menyambar ke arah pusar, ketika Kim-thouw Thian-li menangkis sambil mengebutkan sabuk merah kearah muka Sin Lee, pemuda ini mengibaskan tangan kiri menangkis dengan hawa pukulannya, melanjutkan dengan tusukan pedang yang diputar-putar di depan muka wanita itu.






No comments:

Post a Comment