Ads

Tuesday, October 23, 2018

Raja Pedang Jilid 124

“Bunuhlah, aku akan berterima kasih….”

Tiba-tiba Kwa Hong tertawa, nyaring dan aneh bunyinya sampai meremang bulu tengkuk Beng San.

“Jangan tertawa seperti itu Hong-moi, kau bunuhlah aku orang kejam dan hina ini…..”

“Ha-ha-ha, tidak! Aku takkan membunuhmu, biar kau hidup menderita dan gila karena perbuatanmu semalam. Dan aku….. ha-ha-ha, kau dengar Beng San, aku akan kawin dengan laki-laki yang paling buruk, yang paling bodoh, kawin dengan laki-laki mana saja yang pertama kali kujumpai…..”

Setelah berkata demikian Kwa Hong melompat dan lari pergi dari situ. Dari jauh, mengatasi suara hiruk-pikuk peperangan, terdengar jeritnya melengking tinggi, terdengar seperti tertawa akan tetapi juga seperti tangis sedih.

Beng San menjatuhkan diri berlutut dan menutupi muka dengan kedua tangan. Akan tetapi dia tidak lama berada dalam keadaan seperti ini. Ketika dia teringat akan semua peristiwa yang dialami, kemarahannya memuncak terhadap Pangeran Souw Kian Bi dan kakak kandungnya, Tan Beng Kui.

Dua orang itu yang menjadi gara-gara sehingga dia mabuk dan melakukan perbuatan hina itu. Serentak dia bangun, matanya kemerahan dan liar. Lalu, melihat orang-orang berperang tanding, dia mengeluarkan suara menggeram keras dan lari menyerbu kearah pertempuran. Seperti menggila dia mengamuk, entah berapa banyaknya tentara musuh dia robohkan dengan tangan kosong saja. Setiap memegang seorang tentara musuh, dia tanya dimana adanya Souw Kian Bi dan Tan Beng Kui. Kalau tentara itu menjawab tidak tahu, lalu dibantingnya orang itu sampai remuk kepalanya.

Dan memang dua orang yang dia cari itu sudah tidak ada lagi disitu, sudah sejak tadi pergi setelah melihat bahwa keadaan benteng tak dapat dipertahankan lagi. Bahkan Hek-hwa Kui-bo, Siauw-ong-kwi, Kim-thouw Thian-li dan Giam Kin juga sudah tidak kelihatan bayangannya lagi. Mereka inipun maklum bahwa kalau pertempuran dilanjutkan, mereka tentu akan menjadi korban karena selain fihak lawan banyak terdapat orang tangguh, juga jumlah lawan makin lama makin membanjir datangnya amat banyaknya. Jelas sudah benteng itu tak dapat dipertahankan lagi, korban fihak tentara pemerintah luar biasa banyaknya dan yang masih sempat lari mulai menyelamatkan diri.

Setelah mendapat kenyataan bahwa dua orang yang dicarinya itu tidak ada disitu, Beng San lalu berlari pergi dalam keadaan yang mengerikan. Mukanya bengkak-bengkak hidung dan mulutnya masih berdarah, matanya merah sekali, rambutnya awut-awutan dan mukanya pucat kehijauan.

Berulang-ulang bala tentara pemerintah diserbu dan dihancurkan oleh fihak pejuang. Bahkan kini para pejuang sudah berani mengganggu dan kadang-kadang menyerbu kota raja secara bergerilya.

Di sekeliling kota raja, diluar tembok kota, sudah mulai tidak aman. Para bangsawan, pembesar dan keluarga kerajaan mulailah merasa gelisah, bahkan ada yang sudah pergi mengungsi jauh ke utara. Semua usaha yang telah dilakukan oleh para perwira terutama sekali Pangeran Souw Kian Bi dan Tan Beng Kui untuk menghancurkan para pejuang, selalu gagal. Malah agaknya setiap rencana penyerbuan mereka, setiap gerak-gerik dan taktik perang mereka, selalu diketahui lebih dahulu oieh fihak pejuang sebelum taktik itu dilaksanakan.





Misalnya seorang penjaga dan penyelidik melapor akan adanya sepasukan musuh diluar tembok kota. Pangeran Souw Kian Bi segera mengatur sebuah pasukan yang lebih besar untuk menyergap dan membinasakan pasukan lawan itu.

Akan tetapi sesampainya disana, tak seorangpun tentara pejuang kelihatan, malah dalam perjalanan kembali, pasukan pemerintah ini tahu-tahu sudah dikurung musuh yang lebih banyak jumlahnya dan dihancurkan!

Dinasti Goan yang dibangun oleh Jengis Khan itu sekarang sudah berada di pinggir jurang kehancuran. Kejayaan bangsa Mongol di Tiongkok agaknya sudah hampir berakhir.

Justeru kekacauan di kota raja ini yang membuat Beng San selalu tidak berhasil dalam usahanya mencari Pangeran Souw Kian Bi dan Tan Beng Kui. Berkali-kali dia menyerbu ke istana di kota raja, namun selalu tidak menemukan dua orang itu yang agaknya amat repot dalam menghadapi penyerbuan-penyerbuan para pejuang.

Akhirnya dia teringat akan tugasnya yang belum dia laksanakan, yaitu merampas kembali pedang Liong-cu Siang-kiam, maka pergilah dia, ke Thai-san karena dia teringat bahwa saatnya telah tiba untuk diadakan perebutan gelar Raja Pedang seperti yang sering dia dengar di luaran.

la merasa yakin bahwa gadis she Cia yang mencuri Liong-cu Siang-kiam itu pasti akan muncul di dalam arena perebutan gelar Raja Pedang itu mengingat akan ilmu pedangnya yang amat hebat ketika gadis she Cia itu mendemonstrasikan kepandaiannya di puncak Hoa-san setahun yang lalu dengan mengalahkan Pek Tung Hwesio dan Hek Tung Hwesio, Apalagi sudah jelas bahwa pada masa ini yang memiliki gelar Raja Pedang adalah Cia Hui Gan, ayah gadis itu. Teringat akan semua ini, Beng San lalu melakukan perjalanan cepat ke Thai-san agar tidak sampai terlambat kedatangannya.

**** 124 ****





No comments:

Post a Comment